Selasa, 31 Mei 2011

Rezeki Itu Datang

seribu dinar Rezeki Itu Datang

.
Banyak manusia merasa khawatir dalam mencari rezeki karunia Allah SWT. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang rela menggadai diri dan menghinakan martabat.
.
Kondisi dunia modern yang sarat persaingan dan pergulatan menuntut mereka untuk lebih berjibaku dalam mencari nafkah berupa karunia Tuhan. Betapa banyak setiap pagi di belahan bumi manapun di dapati wajah-wajah penuh ketegangan dan kepanikan yang memancarkan dalam mengais rezeki di pagi hari.
.
Seolah, mereka tidak memiliki Tuhan yang Maha Kaya Yang Mampu menjamin rezeki setiap hambaNya. Dialah Allah, Ar Razzaq Sang Pemberi Rezeki.
Hal yang sering luput dari diri manusia zaman modern ini adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah SWT telah menjamin rezeki setiap hambaNya. Karena keyakinan ini semakin memudar, maka setiap individu bergulat dan berkutat dalam kehidupan dunia demi memenuhi kebutuhan hidup belaka.
Dalam kitab , terdapat kutipan pernyataan Al Qusyairi yang mengatakan; “Seseorang yang mengetahui bahwa Allah itu adalah Sang Pemberi Rezeki, berarti ia telah menyandarkan tujuan kepadaNya dan mendekatkan diri dengan terus bertawakal kepadaNya.”
Pernyataan Al Qusyairi ini penting untuk diyakini bahwa memang kunci mendapatkan rezeki adalah dengan mendatangi Sang Pemilik rezeki yaitu Ar Razzaq! Sebab dengan mendatanginya maka segala hal kebutuhan akan terpenuhi.
Apakah kita belum pernah mendengar yang amat masyhur ini: “Hai manusia, jika dari generasi pertama sampai terakhir, baik jin dan manusia berkumpul dalam satu tempat untuk meminta kepadaKu, lalu - orang meminta untuk tidak mengurangi kebutuhannya, niscaya hal tersebut tidak mengurangi sedikitpun dari kekuasaanKu, kecuali hanya seperti jarum yang dicelupkan di laut.” (HR. Muslim).
Ini semua bukanlah demi menafikan sebuah ikhtiar mencari nafkah atau bekerja. Tetap saja bekerja sebuah prasyarat mulia untuk mendapatkan nafkah, dan para Nabi; manusia terhormatpun tetap melakukannya.
Namun tekanan yang terpenting dalam mencari rezeki adalah ketaatan Sang Pemberi rezeki.
Dalam Kitab Shahih Al Jami’ disebutkan sebuah dari Rasulullah SAW yang berbunyi: “Sesungguhnya malaikat Jibril menghembuskan ke dalam hatiku bahwasanya jiwa hanya akan mati sampai tiba masanya dan memperoleh rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah, carilah nafkah yang baik, jangan bermalas-malasan dalam mencari rezeki, terlebih mencarinya dengan bermaksiat karena sesungguhnya Allah tidak akan memberikan apa yang dicarinya kecuali dengan taat kepadaNya.”
Sebab itu, usahlah panik dalam mencari karunia Allah SWT berupa rezeki. Yakinilah bahwa rezeki itu datang, bahkan kedatangannya menghampiri diri kita begitu cepat.
“Sesungguhnya rezeki itu akan mencari seseorang dan bergerak lebih cepat daripada ajalnya.” (HR. Thabrani)
Semoga Allah memberkahi rezeki & hidup kita bersama. Amien

Selasa, 17 Mei 2011

Meningkatkan Rasa Syukur


meningkatkan rasa syukurTidak diragukan lagi, untuk meraih sukses kita perlu meningkatkan rasa syukur kita terhadap nikmat yang Allah berikan kepada kita. Bagaimana tidak, kita sudah belajar bagaimana manfaat syukur yang luar biasa dalam kehidupan kita. Namun, yang menjadi pertanyaan, kenapa masih banyak orang yang tidak atau kurang bersyukur? Atau ada juga orang yang merasa sudah bersyukur, tetapi dia merasa tidak ada tambahan nikmat sesuai dengan janji Allah. Padahal janji Allah tidak mungkin salah. Artinya cara bersyukur kita yang salah, kita merasa bersyukur padahal kita belum bersyukur.

Tiga Kesalahan Dalam Bersyukur

Jika kita bersyukur, nikmat kita akan ditambah oleh Allah. Mungkin, kita sudah hafal ayat Al Quran yang menjelaskan hal ini:
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu (QS Ibrahim:7)
Lalu, mengapa ada orang yang merasa sudah bersyukur tetapi merasa tidak mendapatkan nikmat tambahan? Karena janji Allah tidak mungkin salah, artinya ada yang salah dengan diri kita. Ada tiga kemungkinan:
  • Pertama: cara kita bersyukur yang salah.
  • Kedua: kita kurang peka terhadap nikmat yang sebenarnya sudah Allah berikan kepada kita.
  • Ketiga: Allah memberikan nikmat lain yang terbaik bagi kita, tapi kita tidak menyadarinya.
Pada artikel kali ini, saya akan fokus menyoroti tentang point kedua dan ketiga. Dengan dua penyebab itu, kita akan kurang bersyukur. Jika kita kurang bersyukur, maka wajar jika nikmat tidak kunjung datang. Kita harus terus meningkatkan rasa syukur kita terhadap nikmat Allah. Insya Allah, poin pertama, cara bersyukur akan dibahas pada artikel lain.

Bagaimana cara meningkatkan rasa syukur?

  1. Luangkan waktu untuk merenungkan nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan kepada kita. Nikmat itu sangat banyak, bahkan tidak akan terhitung. Lalu mengapa banyak orang yang merasa tidak mendapatkan nikmat? Karena mereka kurang memberikan perhatian terhadap nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan. Allah mengulang-ngulang ayat “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” dalam surah ar Rahmaan, dimana salah satu hikmahnya adalah agar kita lebih memperhatikan nikmat-nikmat. Saat kita memberikan perhatian terhadap nikmat, kita akan melihat, kita akan ngeh, bahwa nikmat Allah yang kita terima sangat banyak.
  2. Berprasangka baiklah kepada Allah. Banyak nikmat yang tidak terlihat bagi kita. Kita sering menganggap bahwa nikmat itu harus dalam bentuk materi, padahal lebih luas dari itu. Seringkali kita menganggap bahwa nikmat itu adalah sebuah pemberian, padahal bisa saja Allah sudah menghindarkan kita dari suatu musibah yang asalnya akan menimpa kita. Mungkin tidak ada yang bertambah pada diri kita, tetapi terhindar dari musibah bukankan sebuah nikmat yang besar? Renungkanlah…
  3. Setelah kita mengetahui bahwa nikmat Allah begitu banyaknya, maka langkah selanjutnya ialah memasukan pengetahuan ini ke dalam hati. Agar melekat dengan diri kita sehingga rasa syukur kita akan bertambah. Caranya ialah terus menerus mengingat nikmat dalam berbagai kesempatan. Semakin sering kita mengingat nikmat, akan semakin tertancap dalam hati, maka rasa syukur pun akan meningkat.
Jadi cara meningkatkan rasa syukur diawali dengan pengetahuan akan nikmat yang telah kita terima. Namun tidak cukup hanya pengetahuan saja, karena banyak orang yang tahu tetapi kurang bersyukur. Pengetahuan akan nikmat ini harus tertanam dalam hati kita.
Kita sudah mengetahui bagaimana cara meningkatkan rasa syukur. Muda-mudahan dengan meningkat rasa syukur, nikmat kita akan bertambah.

Mendapatkan Petunjuk dan Rahmat


petunjuk dan rahmatBerapa 1 + 1 ?
Tahukah Anda jika jawaban 2 tidak selamanya benar. Jika kita berbicara pada basis 10, maka 1+1 = 2. Tetapi jika kita bicara pada basis 2, maka 1+1 = 10. Anda ingat pelajaran tentang basis saat SMA? Ada hikmah besar dari ilmu matematika ini, hikmah yang insya Allah bisa menyelamatkan kita.
Apa hikmahnya? Dalam penilaian sesuatu, cara berpikir, selalu mengikuti sebuah kaidah atau pola tertentu. Lihatlah anak kecil, mereka berpikir dengan cara yang sederhana atau polos. Kenapa? Karena kaidah atau pola yang ada di dalam pikiran anak itu masih sederhana.
Berapa panjang meja di depan Anda? Anda hanya akan menjawab dengan tepat jika Anda sudah mengukurnya dengan meteran standar atau ada orang lain yang sudah mengukurnya dan memberitahu kepada Anda. Jika tidak, maka Anda hanya mampu menebak yang hasilnya bisa benar bisa tidak.
Tebakan Anda pun, sebenarnya berpatokan pada pengalaman Anda tentang ukuran panjang. Orang yang belum terbiasa dengan satuan kaki (feet) akan sulit membayangkan seekor buaya yang panjangnya 10 kaki. Tapi bagi yang sudah berpengalaman, maka dengan mudah bisa membayangkan sepanjang apa buaya tersebut.
Hikmah kedua, bahwa dalam berpikir kita memerlukan sebuah patokan atau acuan, baik alat ukur yang jelas atau setidaknya informasi yang sudah kita dapatkan baik dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Kaidah-kaidah yang ada didalam pikiran kita dibentuk dari berbagai informasi yang ada. Informasi tersebut bisa didapatkan dengan cara membaca, menonton, mendengar, dan mengalami termasuk kerja panca indra kita.
Kaidah-kaidah inilah yang akan kita gunakan dalam proses berpikir dalam hidup. Kemudian menghasilkan kesimpulan dan kita akan mengaplikasikannya dalam tindakan sehari-hari. Tindakan sehari-hari Anda akan menentukan sukses Anda, dunia dan akhirat.
Pemahaman proses berpikir ini, akan membantah pemahaman orang-orang yang hanya mengandalkan akal atau pikiran atau mengedepankan akal diatas segalanya. Kenapa? Karena tidak mungkin! Akal atau pikiran akan bekerja mengikuti kaidah-kaidah tertentu yang dibentuk dari kumpulan informasi yang didapatnya. Artinya informasi selalu mendahului akal. Kecuali untuk hal-hal yang bersifat naluriah, seperti haus haru minum, lapar harus makan, dan sebagainya.
Bahkan seorang Rasulullah saw. Cara berpikir Rasulullah saw dilandasi informasi yang berupa wahyu, yang langsung datang dari Allah. Saat Rasulullah saw melakukan kesalahan dalam berpikir, maka Allah langsung menegurnya. Artinya, hasil pemikiran saja tidak memberikan hasil yang dijamin benar.
Lalu, bagaimana agar pemikiran lebih mendekati kebenaran? Jawabannya tiada lain dengan menggunakan kaidah-kaidah yang dijamin kebenarannya, yaitu Al Quran dan Hadits Sahih.
Pertanyaan untuk bahan muhasabah kita, mana yang lebih banyak di memori kita, apakah informasi dari Al Quran dan Hadist atau informasi dari selainnya?
Kita dijejali dengan berbagai informasi, hampir setiap waktu. Dari TV, radio, internet, media masa, obrolan, dan banyak sumber lainnya. Pertanyaanya, berapa waktu yang kita miliki untuk menyerap informasi dari Al Quran dan hadits?
Padahal, jika kita mendahulukan akal daripada syara’ adalah merupakan asal dari segala finah
“asal segala fitnah adalah mendahulukan akal daripada syara’ ” [Ibnul Qayyim]
Ini yang disebut oleh Ibnul Qayyim sebagai fitnah subhat. Yang sering mengikuti finah subhat adalah fintah syahwat yaitu
“serta mendahulukan hawa nafsu daripada akal” [Ibnul Qayyim]
Orang yang terkena fitnah ini adalah mereka lebih mengutamakan hawa nafsu, kemudian akal mengikutinya, baru kemudian syara’. Artinya mereka berargumen dengan dalil syara’ hanya untuk mengikuti hawa nafsunya.
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka.” (An-Najm: 23).
Ibnul Qayyim pun memberikan solusinya:
“Fitnah syubhat dihalau dengan keyakinan, dan fitnah syahwat dihalau dengan kesabaran. Dengan kesempurnaan akal dan kesabaran, maka fitnah syahwat itu bisa ditolak, dan dengan kesempurnaan ilmu serta keyakinan maka fitnah syubhat itu juga bisa ditaklukkan. Dan hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan.”
Lanjutnya:
“Jika seorang hamba selamat dari fitnah syubhat dan syahwat, maka ia telah memperoleh dua tujuan yang agung, yang keduanya merupakan sumber kebahagiaan, kemenangan dan kesempurnaannya. Dua hal itu adalah petunjuk dan rahmat.”
Lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123).
[Sumber Bacaan: Manajemen Qalbu - Melumpuhkan Senjata Syetan Karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah]
Semoga, kita semua menjadi manusia yang mendapatkan petunjuk dan rahmat dari Allah SWT.

Berubah Itu Langkah Demi Langkah


berubahBanyak orang yang ingin berubah. Namun dia merasakan begitu sulit berubah. Apa penyebabnya?
Anda pernah membaca artikel Bisakah Memakan Sepeda?
Saat pertanyaan ini diajukan kepada peserta pelatihan saya, jawabannya macam-macam. Banyak yang mengatakan tidak mungkin. Bagaimana bisa memakan sepeda? Mereka anggap saya hanya bercanda.
Padahal, orang yang memakan sepeda bukan fiktif bukan juga bercanda. Ini benar, adanya tercatat di Guiness Book of Record. Bahkan katanya, sudah terpecahkan oleh orang yang memakan Harley Davidson. Wow!
Bagaimana bisa? Inilah kuncinya. Ini adalah kunci yang bisa membuat perbedaan sangat mendasar. Pemahaman inilah yang menjadikan seseorang menjelma menjadi orang hebat atau tidak. Inilah rahasia berubah!

Rahasia Berubah Itu Langkah Demi Langkah

Orang bisa memakan sepeda, bahkan Harley Davidson, karena mereka memakannya secara bertahap. Pemakan sepeda memotong-motong sepedanya, bahkan dihancurkan, kemudian dimakan sedikit demi sedikit. Akhirnya dia bisa menghabiskan sepeda (masuk ke dalam perutnya) dalam waktu 3 bulan.
Lama? Iya, memang lama. Tetapi berhasil. Jika sepeda hanya pelototi saja. Jika kita hanya memikirkan bagaimana cara makan sepeda sekaligus, kita bisa menyerah. Langsung saja kita mengatakan: “Mustahil!”
Begitu juga dalam berubah. Jika Anda ingin menjadi seseorang yang lebih baik, mulailah berubah. Langkah demi langkah, jangan berpikir sekaligus. Saat kita berpikir bahwa kita harus berubah sekaligus, meski mulut tidak berucap, pikiran bawah sadar kita akan mengatakan itu mustahil. Apa akibatnya? Dia tidak mengambil langkah untuk berubah.
Bagaimana kita bisa menghafal Al Quran? Bukankah banyak sekali? Para penghafal Al Quran menghafal ayat demi ayat, bahkan bisa jadi satu ayat pun di potong-potong dulu agar mudah menghafalnya.
Berubah itu selangkah demi selangkah. Sama seperti Anda makan, sesuap demi sesuap.

Berubah Sedikit Tetapi Kontinyu

Sepotong demi sepotong, sepeda pun habis dimakan. Selangkah demi selangkah, para pelari marathon pun bisa melalui puluhan kilo meter. Putaran demi putaran ban mobil Anda, ratusan kilo meter pun bisa ditempuh.
Jangan anggap sepele perubahan yang kecil atau sedikit. Jika dilakukan secara kontinyu, akan membawa perubahan besar dalam hidup Anda. Seorang trainer (Wiwoho) pernah mengatakan Kesuksesan besar adalah kasil dari kumpulan kesuksesan-kesuksesan kecil.
Rasulullah saw, dengan indah bersabda:
Amalan-amalan yang paling disukai Allah ialah yang lestari (langgeng atau berkesinambungan) meskipun sedikit. (HR. Bukhari)
Lakukanlah perubahan itu, meski pun kecil, sebab tidak ada yang kecil jika kita melakukan secara terus menerus, langkah demi langkah.
Siap-siap…. berubah!

Janganlah Kamu Bersedih


bersedihMungkin Anda pernah membaca ayat ini: “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” (At-Taubah:40) Lalu, bagaimana jika kita tetap merasa bersedih? Ini artinya ada sesuatu yang salah dalam hati kita. Dalam ayat diatas, kita tidak perlu bersedih sebab Allah beserta kita. Jika kita masih tetap saja bersedih, artinya kita belum merasakan kedekatan dengan Allah.
Yang dimaksud bersedih bukanlah berarti menangis. Menangis dalam rangka takut dan berharap kepada Allah malah dianjurkan supaya kita bebas dari api neraka. Bersedih yang dilarang adalah kesedihan akibat ketidaksabaran, tidak menerima takdir, dan menunjukan kelemahan diri.
Bersedih Itu Manusiawi
Para Nabi bersedih. Bahkan Rasulullah saw pun bersedih saat ditinggal oleh orang-orang mencintai dan dicintai beliau. Namun, para Nabi tidak berlebihan dalam sedih. Para Nabi segera bangkit dan kembali berjuang tanpa larut dalam kesedihan.
Bersedih Tidak Diajarkan
Bersedih (selain takut karena Allah) tidak diajarkan dalam agama. Bahkan kita banyak menemukan ayat maupun hadist yang melarang kita untuk bersedih.
Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS.At-Taubah:40)
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS.Ali ‘Imran:139)
Rasulullah saw pun berdo’a untuk agar terhindar dari kesedihan,
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran; Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur. Tiada Tuhan kecuali Engkau.” (HR. Abu Dawud)
Lalu, bagaimana supaya kita tidak bersedih?
Jika kita melihat ayat dan hadits yang disebutkan diatas, setidaknya kita sudah memiliki dua solusi agar kita tidak terus berada dalam kesedihan.
Pertama: dari ayat diatas (At Taubah:40) bahwa cara menghilangkan kesedihan ialah dengan menyadari, mengetahui, dan mengingat bahwa Allah bersama kita. Jika kita sadar bahwa Allah bersama kita, apa yang perlu kita takutkan? Apa yang membuat kita sedih. Allah Maha Kuasa, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita.
Saat kesedihan terus menimpa kita, mungkin kita lupa atau hilang kesadaran, bahwa Allah bersama kita. Untuk itulah kita diperintahkan untuk terus mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar Ra’d:28)
Dari ayat ini, kita sudah mengetahui cara menghilangkan kesedihan, kecemasan, dan ketakutan yaitu bidzikrillah, dengan berdzikir mengangat Allah.
Saat saya mengalami kesedihan, ketakutan, atau kecemasan, ada tiga kalimat yang sering saya gunakan untuk berdzikir.
  1. Istighfar, memohon ampun kepada Allah.
  2. La haula wala quwwata illa billah (Tiada daya upaya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)
  3. Hasbunallaah wa ni’mal wakiil (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baiknya Pelindung)
  4. Tentu saja, masih banyak kalimat-kalimat baik lainnya yang bisa Anda ucapkan
Alhamdulillah, kesedihan, kecemasan, dan ketakutan menjadi sirna setelah berdzikir dengan kalimat-kalimat diatas. Tentu saja, bukan saja dzikir di lisan tetapi harus sampai masuk ke hati.
Kedua: cara menghilangkan kesedihan ialah dengan berdo’a seperti dicontohkan oleh Rasulullah saw. Nabi pun meminta pertolongan Allah, apa lagi kita, jauh lebih membutuhkan pertolongan Allah. Maka berdo’alah.
Tentu saja, masih banyak cara supaya kita tidak bersedih. Saya bisa menulis buku tebal jika mau membahas semuanya. Namun, dengan dua cara utama diatas kita akan mendapatkan mamfaat yang luar biasa. Bersedih masih mungkin kita alami, tetapi tidak lagi bersedih yang berlebihan dan berlarut-larut. Karena hidup dan perjuangan harus berjalan terus.
Janganlah kamu bersedih.

Sabar Itu Selalu Baik


sabarAda yang mengatakan bahwa sabar itu tidak selamanya baik. Mudah-mudahan yang dia maksud adalah “sabar” dalam definisi lain. Sabar yang tidak baik, bukanlah yang diambil dari kata shabar dari Al Quran dan hadits. Sebab, jika yang dimaksud itu sama dengan shabar seperti yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya, maka itu salah besar. Jika sebuah sikap atau perilaku yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, maka itu pasti benar dan pasti baik.

Sabar Itu Perintah Allah

Silahkan buka Al Quran dan Hadits, banyak ayat dan hadits yang menyuruh kita untuk bersabar. Jadi tidak mungkin sabar itu tidak baik. Jadi, selalu baik dan ini ajaran dari Allah.

Allah Beserta Orang-orang Yang Sabar

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah:153)
Pastinya Allah senang bersama hamba-hamba-Nya yang melakukan kebenaran dan kebaikan. Jadi tidak mungkin jika “ada yang tidak baik”. Jika Anda mengatakan tidak selamanya baik, apakah jika Allah menyertai kita itu tidak baik?
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang mengatakan bahwa Allah suka dan memerintahkan kita untuk bersabar. Tentu saja tidak semuanya bisa ditampilkan disini karena saking banyaknya. Silahkan buka Al Quran dan Anda akan menemukannya dengan mudah. Bahkan, jika mau membuka kitab-kitab hadits, Anda akan menemukan lebih banyak lagi.

Allah Memberikan Balasan Kepada Orang Yang Sabar

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An Nahl:96)

Orang Yang Sabar Memiliki Kekuatan Lebih Besar

Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (QS. Al Anfaal:65)

Para Nabi Adalah Mereka Yang Bersabar

Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. (QS Al Anbiyaa’:85)
Jelas sudah, kutipan-kutipan ayat diatas sudah menjelaskan kepada kita, bahwa sabar itu baik dan selalu baik. Ini merupakan bantahan bagi yang mengatakan tidak selalu baik atau ada batasnya. Saya penting mengatakan ini untuk mencegah kesalahan pengertian sehingga seolah ada ajaran Al Quran yang tidak membawa kebaikan. Saya hanya ingin menegaskan bahwa ajaran Al Quran itu benar dan selalu membawa kebaikan.

Dimulai Dengan Pemahaman Yang Benar

Salah satu penyebab mengapa orang mengatakan sesuatu yang salah tentang sabar itu karena pemahaman yang salah. Pemahaman yang salah akibat kurang seriusnya dalam belajar. Tidak belajar pada sumbernya yang jelas dan valid, hanya mengikuti berbagai perkataan atau omongan sekilas yang bisa saja datang dari sekedar opini atau prasangka.
Dikiranya hanya diam. Dikiranya menyerah. Dikiranya hanya menunggu tanpa upaya. Memang, dalam kondisi tertentu, bisa dalam artian diam. Namun bukan sembarang diam, sebab tidak selamanya diam itu adalah kesabaran. Orang yang diam demi mempertahankan kebenaran, itulah yang disebut dengan kesabaran. Diam membiarkan kemunkaran itu bukan kesabaran. Menunda-nunda pekerjaan, bukanlah yang disebut kesabaran.
Bahkan saat seseorang marah, kemudian mengangkat pedang untuk menegakkan kebenaran, maka itu tidak akan menghilangkan sikap sabar pada diri orang tersebut. Siapa orang yang paling sabar? Tentu Rasulullah saw, tetapi beliau tetap berperang. Bahkan seringkali, dalam Al Quran, kata perjuangan, perang, dan jihad disandingkan dengan kata kesabaran.
Mulailah memahami apa definisinya dari sumber yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan. Silakan Anda baca artikel lain yang menjelaskan tentang sabar dan definisinya, klik Perjuangan dan Kesabaran.

Ketenangan Hidup


ketenangan hidupIlmu fisika, biologi, falak, dan kimia telah menunjukan kepada kita bahwa dunia diciptakan dengan aturan-aturan dan ukuran-ukuran yang rapi. Tidak ada tempat bagi sesuatu yang terjadi secara kebetulan, semua berjalan mengikuti hukum-hukum yang telah Allah ciptakan di alam semesta ini.
“… dan, Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS Al Furqaan:2)
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS Al Qamar:49)
Dan, tentu saja Allah menciptakan semua ini bukan tanpa tujuan. Tidak mungkin tanpa tujuan. Pasti, akan selalu ada hikmah di balik semua penciptaan ini.Namun, keyakinan akan semua hikmah ini, bukan berarti kita akan mengetahuinya. Karena keterbatasan ilmu manusia, bisa saja hikmah-hikmah itu masih tersembunyi, tidak terungkap oleh pandangan manusia yang terbatas ini.
“… mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. ” (QS. An Nisaa’:19)
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah:216)
Dan, saya yakin bahwa keterbatasan ini pun memberikan hikmah yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Tidak semuanya harus ada jawaban, yang perlu kita yakini adalah semuanya demi kebaikan kita. Dalilnya sudah jelas dan sudah kita hafal bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kadang kita berusaha keras, namun hasil seolah tidak kunjung datang. Saya kata seolah sebab itu hanyalah pandangan kita yang terbatas.  Strategi, taktik, dan rencana matang tidak selamanya akan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita. Bisa jadi, Allah telah menyiapkan yang lain yang pastinya akan lebih baik dari itu.
“… Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (QS Ath Thalaaq:1)
Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (At Takwir:29)
Jika saya berikhtiar itu semata-mata karena memenuhi perintah Allah. Manusia hanya berusaha, sedangkan Allah yang menentukan akibat dan hasilnya. Dan saya merasa yakin bahwa akibat dan hasil yang dipilihkan Allah bagi saya adalah yang terbaik bagi saya.
Jika demikian, mengapa kita harus takut dan khawatir dalam menjalani hidup? Bukankah semuanya untuk kebaikan kita sendiri. Pahit mungkin terasa pahit yang kita alami. Kita tidak menyukai. Kita membencinya. Padahal boleh jadi itu yang terbaik bagi kita.
Ya Allah, ampunilah hamba-Mu ini. Yang sering mengeluh dengan pemberian-Mu. Yang sering lupa bahwa Engkau memberikan yang terbaik.
Mudah-mudahan, mulai detik ini saya merasa tentram terhadap rahmat Allah, keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, dan ilmu-Nya. Hidup yang lebih tenang karena “melihat” peran Allah dalam setiap peristiwa dan setiap urusan. Hidup yang tenang, karena hidup dalam lindungan dan pemeliharaan Allah.

Senin, 16 Mei 2011

3 Penyesalan Yang Akan Dialami Sekelompok Manusia

Dalam beberapa ayat, al-Quran menginformasikan peristiwa masa depan yang akan dialami sekelompok manusia di akhirat kelak. Berupa ‘penyesalan’ atas rekam jejak hidupnya yang jauh dari nilai Islam selama di dunia. Ungkapan penyesalan ini diabadikan dengan ungkapan “Ya Laitani”. Penyesalan yang hanya terucap, namun tidak bisa terwujud. Karena waktu sudah terlambat.
Boleh jadi, informasi ini memberikan pelajaran bagi yang masih hidup di dunia. Agar waspada,  jangan sampai penyesalan itu dialaminya di akhirat kelak. Masih lebih baik, jika penyesalan itu terjadi di dunia. Karena di dunia, masih ada kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik. Sebaliknya, penyesalan di akhirat tidaklah berguna, kecuali neraka jahannam.
Lalu, apa sajakah penyesalan-penyesalan yang akan dialami sekelompok manusia itu?, Jawabannya adalah sebagai berikut:
#Penyesalan Pertama:  Penyesalan Saat Sakaratul Maut
Sakarat bisa diartikan sebagai mabuk akal atau hilang segala-galanya. Nabi berpesan, “Perbanyaklah ingat kepada yang memutuskan kelezatan dunia, yakni kematian”. Sakaratul maut pasti benar adanya, ia akan menghampiri setiap manusia. Banyak sebab terjadinya kematian, namun cuma satu yang pasti yakni sakaratul maut. Saat peristiwa ini, bertautanlah kedua betis pelakunya karena meregang nyawa akan dahsyatnya sakaratul maut.
Saat sakaratul maut tiba, terekamlah seluruh jejak perbuatan manusia, yakni perbuatan baik dan buruk. Bila yang muncul rekaman kebaikan, pelaku tidak akan merasakan takut, bahkan menyambut bahagia, karena akan mendapatkan pahala. Namun sebaliknya, bila yang muncul rekaman keburukan, baginya dihadapkan dengan kesengsaraan yang mengerikan. Ia pun akan menyesal dan berkata “Kembalikanlah aku, supaya aku bisa beramal sholeh dan bersedekah”. Namun sayang, penyesalan ini tiada berguna, azal tidak bisa ditunda dan dimajukan. Karena itulah, akhir segalanya.
Penyesalan Kedua: Penyesalan Saat Melihat Kawan Dekat Disiksa di Neraka
Sebagai makhlus sosial, setiap insan tidak lepas dari pertemanan dengan orang lain. Bahkan, karakter dan kepribadian seseorang tergantung dari teman / lingkungan dimana ia berada. Untuk itu, dianjurkan untuk berhati-hatilah saat mencari teman. Agama seseorang akan mengikuti agama teman dekatnya.
Baik buruknya pertemanan di dunia akan terekam jelas di akhirat kelak. Pertemanan yang didasari ketaatan dan kataqwaaan, akan memberikan bantuan / pertolongan satu sama lain. Namun sebaliknya, pertemanan yang dijalin atas dasar kedurhakaan, akan menjadikannya permusuhan. Satu sama lain akan saling menuding sebagai penyebab masuknya ke neraka. Kelompok manusia ini akan menyesal dengan berkata, “Ampunilah dosa-dosa kami ya Rabb!”. Dalam QS: Azzuhruf 67, Alloh mengatakan Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”

Penyesalan Ketiga: Penyesalan Saat Diperlihatkan Buku Catatan Amal
Setiap kita, didampingi dua malaikat yang bertugas mencatat seluruh amal kita, kapan dan dimana kita berada. Catatan ini akan terekam dalam buku catatan pribadi yang akan dibagikan di akhirat kelak. Mereka yang menerima catatan dengan rekam jejak yang buruk, akan merasa kaget, terbelalak dan menyesal. Mereka berkata, Apa-apaan ini? Kenapa semua tercatat? Kok saya pernah melakukan dosa ini? Padahal saya sudah tidak ingat lagi. Mereka lupa bahwa semua  perbuatan di dunia sekecil apapun tercatat oleh Alloh SWT yang tercermin dalam catatan pribadi. Mereka pun menyesal, dan menginginkan kembali ke dunia untuk berbuat amal sholeh. Dan lagi-lagi, penyesalan ini sudah terlambat dan tiada berguna.
Bagaimana Menghindari Penyesalan Itu?
Peristiwa di atas adalah gambaran masa depan yang sudah diinformasikan kepada setiap manusia yang hidup di dunia. Pelajarannya, bagaimana agar kita tidak mengalami penyesalan itu. Solusinya, bertaubatlah selama masih diberi kesempatan hidup di dunia dan kembali ke pada ajaran islam. Orang yang hidup dalam suatu kebiasaan, maka ia akan dimatikan dalam kebiasaan itu, dan dibangkitkan dalam kebiasan itu. Jika kita membiasakan diri dalam nilai islam, maka kita akan dimatikan dan dibangkitkan dalam keadaan islam.
Begitu pun dalam mencari teman dan lingkungan, carilah yang bisa mengajak ke jalan Alloh sehingga bisa menyelamatkan diri di akhirat kelak. Selanjutnya perbanyak beramal sholeh agar catatan pribadi yang diterima kelak hasilnya baik dan menyenangkan.

Meneladani Keluhuran Akhlaq Rosululloh

Kita tentu mengetahui, bahwa sesungguhnya akhlaq rosul adalah puncak segala akhlaq manusia. Bahkan Alloh SWT pun menyatakan pujian-Nya dalam al-Quran, “Sesungguhnya engkau mempunyai akhlaq yang sangat hebat”. Kehebatan akhlaq rosul ini tercermin dari sikap, pergaulan, dan perangainya. Jika kita membuka kitab-kitab hadits, maka akhlaq rosul akan menjadi bidang ilmu tersendiri yang perlu ditelaah dengan seksama dan dalam waktu yang cukup lama. Namun, meskipun begitu tidak salahnya jika kita mengambil secuil ilmunya, untuk dipelajari dan diamalkan dalam hidup keseharian.
Dalam salah satu haditsnya, rosul bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq”. Berdasarkan hadits ini, kita bisa menyatakan bahwa akhlaq yang mulia terdapat pada diri rosululloh saw. Contoh keluhuran akhlaqnya tercermin dari sikap amanahnya. Kaum kafir quraisy yang notabene musuh secara aqidah, mempercayai rosul untuk dititipkan barang-barang berharga. Saat rosululloh harus hijrah, dan yang menggantikan tempat tidurnya adalah Ali bin Abi Thalib, rosul berpesan, “Wahai Ali, di bawah tempat tidur ada barang-barang titipan kaum quraisy, engkau harus jaga dan kembalikan”.
Saat kita mengaku umat nabi Muhamad, harusnya sangat peduli terhadap akhlaq. Dalam kenyataanya, kadang terpisah antara kecintaan kepada nabi dan keteladaan terhadap sikap dan akhlaqnya. Akhlaq dan ibadah kadang tidak selamanya selaras. Ada kalanya seseorang bagus dalam ibadahnya, namun kurang bagus dalam akhlaqnya. Sebaliknya, ada orang yang bagus dalam akhlaqnya, namun kurang bagus dalam ibadahnya. Yang kita harapkan, adalah seimbang antara ibadah dan akhlaq. Bagusnya ibadah diwujudkan dalam akhlaq yang baik.
Dalam hadits lainnya, nabi bersabda, “Iman orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaqnya”. Mengacu pada hadits ini, sesunguhnya iman itu bertingkat-tingkat. Dan tingkatan iman yang paling tinggi adalah mereka yang memiliki akhlaq yang baik. Jadi, secara teoritis, ajaran islam sangat menanamkan akhlaq terhadap pemeluknya. Dan menjadi tantangan bagi kita, bagaimana teori itu bisa diwujudkan dalam praktek keseharian (culture).
Lanjut lebih lanjut lagi nabi bersabda, “Orang terbaik diantara kamu, adalah yang paling baik kepada keluarganya”. Jadi, tolak ukur / parameter baiknya akhlaq seseorang cukup jelas, bukanlah mereka yang baik secara ‘basa-basi’, melainkan mereka yang baik terhadap keluarganya. Dan dengan terangnya nabi mengatakan bahwa “Akulah yang paling baik diantara kamu terhadap keluarga”.
Wujud nyata untuk menggapai kebaikan akhlaq keluarga tersebut adalah dengan memberikan keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Di satu sisi harus memberikan kenyamanan dengan materi, namun di sisi lain memberikan pengajaran tentang Alloh dan agama-Nya. Jangan sampai ada anggota keluargaberagama lemah karena tidak pernah diajari.
Sejarah menceritakan nabi adalah pribadi mandiri di rumahnya. Beliau mengerjakan semua pekerjaan istrinya mulai dari mengepel, menyuci, strika, memasak, menjahit baju, dan lain-lain. Dalam fiqh madhab syafii, ada pendapat yang mengatakan semua pekerjaan rumah aslinya adalah tugas suami. Sementara tugas istri, adalah mendidik anak, dan ‘melayani’ suami.

Menghadirkan Dzikir Dalam Keseharian

Setiap kita, tentu telah mengetahui bahwasanya Islam menganjurkan pemeluknya untuk berdzikir kepada Alloh SWT dimana dan kapan pun berada. Agar kita diberikan keringanan untuk mengamalkan dzikir tersebut, mari kita pahami sedikit ilmu seputar dzikir.
Kata ‘dzikir’ memiliki banyak arti tergantung dari media yang digunakan. Media tersebut bisa berupa hati/pikiran, lisan, atau perbuatan. Saat hati/pikiran yang dijadikan media, maka dzikir bermakna mengingat Alloh SWT. Saat lidah yang dijadikan media, maka dzikir bermakna menyebut nama dan sifat yang indah/terpuji serta kalimat-kalimat dzikir lainnya yang ada dalam al-quran dan hadits. Sementara itu, kalau anggota tubuh yang dijadikan media, maka dzikir berarti ketaatan terhadap Alloh dan rosulnya.
Setiap media tersebut, kalau dilakukan dengan penuh keikhlasan, maka darinya akan mendapatkan kebaikan. Namun yang lebih utama adalah mengintegrasikan ketiga media tersebut, yakni hati/pikiran dan lisan serta bermuara pada ketaatan yang konsisten. Saat keseharian hidup kita difokuskan  untuk mengerjakan ketaatan, maka secara tidak langsung kita sedang mengingat-Nya (dzikir). Rosululloh bersabda, “Barang siapa yang taat kepada Alloh, maka sungguh ia sedang dzikir kepada Alloh”.
Banyak kalimat dzikir yang diajarkan dalam islam misalnya Subhanalloh, Alhamdulilah, Allohu akbar, Laa ilaha illalloh dan lain sebagainya. Kalimat ini sangatlah ringan diperbuat namun banyak menuai pahala.
Saat kita berdzikir, sesungguhnya kita tidak melakukannya sendirian. Melainkan ditemani semua makhluq yang di alam semesta. Dikatakan dalam al-quran, semua makhluq memuji kebesaran tuhan, akan tetapi kita tidak memahami bahasa yang mereka gunakan. Salah seorang ulama mengatakan, boleh jadi saat kita membuka pintu dan terdengar suara pintu. Itu adalah bagian cara dia bertasbih kepada Alloh. Begitu pula dengan suara kilat, petir, sungai, awan, angin, dan lain sebagainya.
Saat kita berdzikir dengan lidah, maka hati dan pikiran haruslah mengawalnya. Agar dzikir yang dilakukan tidak kosong atau ngelantur. Berusahalah konsentrasi dan fokus untuk mengawal perjalanan dikir yang kita lakukan, dan yakinlah Alloh maha mendengar dan akan merespon apa yang diucapkan.
Dzikir utama yang diajarkan Islam adalah membaca alquran. Al-Quran akan datang memberikan pertolongan kepada orang yang membacanya. Untuk itu berkomitmenlah untuk tidak melewatkan sehari semalam tanpa membaca al-Quran meskipun minimal satu ayat. Al-Quran adalah  penawar hati dan pikiran, serta obat secara fisik. Ia memberi kesembuhan sekaligus rahmat bagi orang muslim.
Dengan memperbanyak dzikir kepada Alloh, maka kelak di yaumul akhir kita akan mendapatkan syafa’at karenanya. Saat berada di padang mahsyar, manusia akan berada dalam rasa panik dan mencari perlindungan. Pertama tama manusia ’mengemis’ kepada nabi nuh untuk meminta sya’faat. Namun, nabi Nuh tidak bisa memberikannya, malah ia menganjurkan meminta kepada nabi Ibrahin.
Saat menemui Nabi Ibrahim, beliau pun tidak bisa memberikan syafa’at, dan menganjurkan meminta kepada nabi Musa. Begitu pula nabi Musa. Ia tidak bisa memberikan syafa’at dan menganjurkan meminta kepada Isa.  Seperti halnya nabi sebelumnya, nabi Isa pun tidak bisa memberikan syafa’at dan dia menyarankan meminta kepada nabi Muhammad.
Sampailah manusia menemui nabi Muhammad, dan beliau bersabda, “Saya tidak berhak memberi pertolongan kecuali atas izin Alloh”.  Selanjutnya Alloh berfirman, “Berikan syafa’at kepada siapapun yang berhak mendapatkannya, kecuali orang yang rajin membaca Laa ilahaillalloh, karena Aku-lah yang langsung memberi syafa’at kepadanya”.

Kiat Memenangi Pertarungan Melawan Syetan

Sungguh, kehidupan tidak lepas dari pertarungan melawan syetan. Pertarungan yang tiada henti sampai azal menjemput. Pertarungan yang berlaku bagi seluruh manusia tanpa pandang bulu. Hasilnya, manusia bisa menang atau kalah. Syetan pada dasarnya lemah, namun mereka memiliki peluang mengalahkan manusia, andai manusia lebih lemah daripada syetan. Sebaliknya, manusia bisa menang, manakala ia memiliki senjata yang sangat ampuh, yakni senjata IMAN.
Sangatlah berbahaya jika manusia tidak berbekal senjata IMAN. Karena kenyataannya, perang melawan syetan tidaklah berimbang. Syetan dari golongan jin bisa melihat manusia dan mereka saling bekerja sama (bergerombol) satu sama lain. Lalu, adakah kiat agar mampu memenangi pertarungan itu?. Kiatnya adalah sebagiai berikut:
#1. Selalu Memperbaharui Iman kapan dan dimana saja berada.
Sungguh syetan bersemayam dalam hati manusia. Saat manusia berdzikir kepada Alloh, syetan akan berlari. Namun, saat manusia lupa berdzikir, syetan datang kembali membisiki ke jalan kejahatan. Nabi memerintahkan untuk senantiasa memperbaharui iman. Sahabat bertanya bagaimana caranya? Nabi menjawab, perbanyaklah membaca, memahami dan mengamalkan laa ilaha illalloh.
Rosul dan sahabat saja, yang paling benar imannya, selalu memperbaharui iman mereka dengan berbagai cara. Misalnya berzikir, pengajian, sholat jamaah, jihad, dan lain sebagainya. Tidak ada waktu yang tersisa, untuk memberikan kesempatan syetan menjegal kehidupan kita. Hadirkanlah selalu iman kapan dan dimana kita berada. Iman tidak hanya hadir di mesjid, namun ia hadir dimana-mana dalam aspek kehidupan.
Kita patut belajar dari kisah dialog antara pengembala kambing dengan Umar bin Khatab. Seorang pengembala sapi yang notabene memiliki tingkat intelektual yang relatif rendah, namun memiliki nuansa keimanan yang sangat tinggi. Saat pengembala dites keimananannya oleh sahabat Umar bin Khatam untuk dibeli kambingnya. Umar berkata, “Bilang saja kepada majikanmu, kambing dimakan serigala”. Pengembala pun berkata, “Dimana Alloh?”.  Mendengar jawaban ini, Umar pun menangis.
2.Mentadabburi al-Quran
Kiat kedua untuk memenangi pertarungan dengan syetan adalah mentadabrui al-Quran. Dalam berbagai ayat al-Quran, dikatakan bahwa merenungi dan menghayati al-Quran akan berkorelasi dengan penambahan iman dan otomatis syetan akan menjauh. Ketika berinteraksi dengan al-Quran, maka iman akan bertambah. Dan inilah yang membedakan antara orang beriman dengan munafiq. Orang iman akan bertambah imannya, sementara orang munafik bertambah penyakit nifaqnya, sampai mati dalam keadaan kafir.
Attaubah 124.
“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafiq) ada yang berkata, “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira”.
Jadi, merenungi al-Quran merupakan kebutuhan yang lebih besar dibandingkan makan dan minum. Saat tidak makan, bahaya ektrimnya adalah sakit. Sementara, kalau tidak tadabur al-Quran, konsekwensinya bukan hanya mati secara fisik namun juga hati nurani. Hati akan terkunci untuk menerima nasehat dan akhirnya mati dalam keadaan kafir. Qs Muhammad 24, “Maka tidaklah mereka menghayati al-Quran, ataukah hati mereka sudah terkunci?”
Dalam kondisi hidup yang penuh dengan fitnah, diharuskan kita selalu mentadaburi al-Quran. Karena inilah sumber energi yang akan hadir untuk mengalahkan syetan. Imam Ahmad bin Hambal, seorang sholeh, saat diminta bantuan merukyah seseorang yang kesurupan jin. Sang Imam tidak bersedia datang. Ia cukup mengirimkan sandalnya. Dan syetan pun langsung lari.
3. Komitmen untuk Selalu Berjamaah dengan Orang-orang yang Benar dan Jujur
Kiat ketiga adalah berkomitem untuk selalu berjamaah dengan orang benar dan jujur dalam aqidah, ibadah dan akhlaq. Sebagaimana tercantum dalam QS at-taubah 119. “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar”
Orang yang sendirian akan relatif mudah terperangkap tipu daya syetan dan tenggelam dalam perbuatan haram. Awalnya coba-coba namun akhirnya menjadi kebiasaan. Saat syetan menggoda manusia, sebagian mereka saling mendukung kelompok lainnya, sehingga kalau manusia sendirian, maka syetan akan mudah menjadi pemenang.
Dalam islam, apa saja yang berjamaah, memiliki pahala yang besar, misalnya sholat berjamaah, makan berjamaah, bepergian berjamaah, dan lain-lain. Berjamaah akan memberikan kekuatan dan sinergi satu sama lain. Seorang mukmin akan kuat karena disebabkan saudaranya. Jangan bingung  memilih ‘label’ jamaah. Karena dasar pemilihan jamaah berdasar tuntutan al-Quran dan Hadits bukan atas dasar label, namun berdasarkan kriteria yakni mereka yang benar dan jujur.
#4. Memahami Islam secara Mendalam
Kita keempat adalah memahami islam dengan mendalam. Tidak mungkin orang bodoh akan memiliki iman kuat sehingga memenangi pertempuran dengan syetan. Dalam sebuah hadits, “Barangsiapa dikehendaki Alloh baik, maka ia diberi pemahaman islam baik”. Syetan akan menyerah saat berhadapan orang yang berilmu (paham), karena seorang faqih akan mengetahui tipu daya syetan.
Ayat pertama al-quran yang turun menyeru tentang pemahaman (ilmu) bukan solan jihad, sholat, dan ibadah lainnya. Karena semua ibadah tidak akan diterima Alloh SWT  kalau tidak didasari ilmu yang dimiliki. Jadi jangan mengikuti sesuatu yang kita tidak mengetahuinya.
Jangan pernah bosan memahami islam, sebagai modal melawan syetan yang  tidak pernah berhenti menggoda manusia sampai qiamat.  Perbanyak kajian yang didasari kesadaran diri bahwa pertarungan dengan syetan tidak akan pernah berhenti. Dan semoga kita dimudahkan mencintai ilmu al-Quran, Sunah dan bersama orang-orang yang sholeh.

Jangan Takut Hadapi Mati

Saat bicara kematian, biasanya, merupakan topik yang kurang disenangi dan diminati bagi sebagian orang. Kenapa? Karena, pada dasarnya, naluri manusia menginginkan hidup lama, bahkan kalau bisa hidup seribu tahun lamanya. Alloh SWT menyatakan dalam QS Al-Baqoroh 96, bahwasanya ada segolongan manusia yang ingin hidup seribu tahun lamanya.
 “…masing-masing mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Alloh maha melihat apa yang mereka kerjakan
Naluri ingin hidup lama, tidak hanya ada pada kita sekarang, namun sejak nabi Adam sekalipun. Ia ingin menetap di surga selama-lamanya. Sehingga dengannya, nabi Adam berhasil digoda tipu daya syetan. Melalui pintu ingin hidup panjang, syetan membisikan nabi Adam, agar melanggar larangan Alloh memakan buah khuldi. Sebagaimana tercantum dalam QS Thoha 120.
“Kemudian syetan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya dengan berkata,”wahai adam! Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa?”
Banyak faktor yang menyebabkan orang takut atau cemas saat bicara kematian, merujuk pendapat DR. Quraisy Syihab, faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Tidak mengetahui apa yang akan dihadapi setelah kematian 2) Menduga bahwa apa yang dimiliki sekarang jauh lebih baik dengan apa yang dimiliki nanti 3) Membayangkan betapa sulitnya pengalaman mati 4) Khawatir memikirkan terhadap keluarga yang ditinggalkan, dan  5) Tidak mengetahui makna kehidupan dan kematian.
Jika manusia cemas menghadapi kematian karena membayangkan sulitnya pengalaman mati, sebenarnya tidak pada tempatnya. Memang dalam al-Quran dan Hadits disebutkan bahwa ada kematian yang sangat menyakitkan, namun perlu diingat juga, ada kematian yang sangat indah dan menyenangkan. Dalam QS Annazi’at 1-2, Alloh SWT berfirman,
Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras.
Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut.
Dalam kedua ayat ini, Alloh menggambarkan dua karakteristik manusia saat dicabut nyawanya, yakni dicabut dengan keras dan dicabut dengan lemah lembut. Dicabut nyawa dengan keras merupakan pengalaman kematian yang menyakitkan. Untuk kondisi ini, rosul mengumpamakan seperti duri yang ada dikapas, lalu duri tersebut ditarik dengan cepat sehingga kapas-kapas terbawa karena kerasnya tarikan. Ini, menjelaskan nyawa dicabut dari badan dengan cepat, keras, paksa dan menyakitkan.
Sementara itu, kondisi dicabut nyawa dengan lemah lembut, adalah proses kematian secara perlahan-lahan. Untuk kasus ini, diibaratkan seseorang yang ngantuk, lalu rebahan, lalu hilang kesadaran sampai ia tertidur lelap dan indah.
Faktor utama yang menentukan apakah manusia mengalami kondisi pertama atau kedua, tidak lain adalah keimanan dan amal sholeh. Saat manusia berlaku jahat, dosa dan maksiat bisa jadi ia akan merasakan kematian yang sakit, dipaksa dan cepat. Sementara bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, kematian sebagai hal yang lezat dan indah
Dalam haditnya nabi bersabda, seorang beriman, saat menjelang kematian akan didatangi malaikat yang menyampaikan berita atau visualisasi tempat tinggal dan fasilitas apa yang akan dihadapi nanti. Bisa jadi istana atau bidadari. Maka tidak ada yang paling disenanginya, kecuali segera bertemu dan dicabut nyawanya.Sementara orang kafir, saat mati menjelang ia akan meraskana ketakutan untuk bertemu dengan tuhannya.
Jadi, bagi kita orang yang beriman, janganlah terlalu cemas mengadapi kematian. Yang paling utama adalah melakukan usaha terbaik mengumpulkan bekal menghadapi kematian. Kita siap kapan dan mana pun kematian menjemput. Jadikan kematian sebagai media untuk menumbuhkan semangat pengabdian kepada Alloh, dengannya kita tidak santai-santai untuk beribadah kepada Alloh.
Jadikan dunia sebagai sarana menuju kehidupam akhirat yang sempurna.  Sebagaimana Alloh SWT berfirman dalam Attaubah 38.
“…Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.”
Dan terakhir jadikanlah kematian sebagai proses kelahiran kedua. Kematian merupakan proses evolusi menuju kesempurnaan hidup yang hikiki. Perpindahan dari satu negeri ke negeri lain sampai kita menetap di sana selama-lamanya.

Senin, 28 Maret 2011

Kabupaten Batanghari



Kabupaten Batanghari
Lambang Kabupaten Batang Hari.gif
Lambang Kabupaten Batanghari

Lokasi Jambi Kabupaten Batanghari.svg
Peta lokasi Kabupaten Batanghari
Koordinat : 1°15'-2°2' LS
102°30'-104°30' BT
Motto Serentak Bak Regam
Semboyan '
Slogan pariwisata '
Julukan
Demonim '
Provinsi Jambi
Ibu kota Muara Bulian
Luas 5.180,35 km²
Penduduk  
 · Jumlah 225.583 jiwa (2008)
 · Kepadatan 38 jiwa/km²
Pembagian administratif  
 · Kecamatan 8
 · Desa/kelurahan 96 / 13
Dasar hukum Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi Nomor 81/Kom/U
Tanggal 1 Desember 1948
Hari jadi {{{hari jadi}}}
Bupati Ir. Syahirsah, SY
Kode area telepon
APBD {{{apbd}}}
DAU
Suku bangsa {{{suku bangsa}}}
Bahasa {{{bahasa}}}
Agama {{{agama}}}
Flora resmi {{{flora}}}
Fauna resmi {{{fauna}}}
Zona waktu {{{zona waktu}}}
Bandar udara {{{bandar udara}}}

Situs web resmi: http://www.batangharikab.go.id/ http://www.batanghari.go.id/
Kabupaten Batanghari adalah salah satu kabupaten di bagian timur Provinsi Jambi, Indonesia. Ibu kotanya ialah Muara Bulian.

Daftar isi

[sunting] Geografi

[sunting] Batas-batas wilayah

Utara Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tebo
Selatan Provinsi Sumatera Selatan (Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Musi Banyuasin)
Barat Kabupaten Tebo
Timur Kabupaten Muaro Jambi

[sunting] Topografi

Secara topografis Kabupaten Batanghari merupakan wilayah dataran rendah dan rawa yang dibelah Sungai Batanghari dan sepanjang tahun tergenang air, di mana menurut elevasinya daerah ini terdiri dari:
  • 0-10 meter dari permukaan laut (11,80 %),
  • 11-100 meter dari permukaan laut (83,70 %),
  • 4,50 % wilayahnya berada pada ketinggian 101-500 meter dari permukaan laut.

[sunting] Sejarah

Kabupaten Batanghari dibentuk pada 1 Desember 1948 melalui Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi Nomor 81/Kom/U, tanggal 30 Nopember 1948 dengan pusat pemerintahannya di Kota Jambi. Pada tahun 1963, pusat pemerintahan daerah ini dipindahkan ke Kenali Asam, 10 km dari Kota Jambi. Kemudian pada tahun 1979, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1979, ibu kota kabupaten yang terkenal kaya akan hasil tambang ini pindah dari Kenali Asam ke Muara Bulian, 64 km dari Kota Jambi sampai saat ini.

[sunting] Pemekaran pertama

Batanghari yang ada sekarang mengalami dua kali pemekaran, awalnya kabupaten yang berada di Sumatera Bagian Tengah ini berdasarkan UU No. 7 Tahun 1965 dimekarkan menjadi dua daerah Tingkat II yaitu Kabupaten Batanghari yang saat itu ibukotanya Kenali Asam dan Kabupaten Tanjung Jabung beribukota Kuala Tungkal.

[sunting] Pemekaran kedua

Dalam perkembangannya, sejalan dengan era reformasi dan tuntutan Otonomi Daerah, kabupaten yang dibelah sungai Batanghari ini sesuai dengan UU No. 54 Tahun 1999, kembali dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Batanghari dengan Ibukota Muara Bulian dan Muaro Jambi ibukotanya di Sengeti.

[sunting] Lihat pula

Minggu, 27 Maret 2011

Batas Waktu Shalat Isya

Ada yang bilang kalau Sholai Isya itu batas waktunya hanya sampai tengah malam dan bila sudah lewat tengah malam, maka itu adalah saat pengerjaan sholat lail. Apakah itu benar? Mohon diberi penjelasan. Terima kasih.
Jawaban:
Assalamu‘alaikum Wr. Wb. Ada beberapa pendapat dari para ulama yang menyatakan tentang akhir sholat isya:
Pendapat pertama menyatakan bahwa batas akhir sholat isya adalah terbitnya Fajar yang kedua (awal sholat shubuh) mereka berlandaskan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah SAW: “Bahwa tidur bukanlah sikap tafhrith (menyepelekan) tetapi yang dimaksud dengan tafhrith adalah orang yang belum melaksanakan sholat sampai datang sholat yang lain.” (HR Muslim 681) Pendapat kedua menyatakan bahwa batas akhir sholat isya adalah sepertiga malam yang pertama. Pendapat ketiga menyatakan bahwa batas akhir sholat isya adalah pertengahan malam. Hal ini berdasrkan hadits dari Abdulloh bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Waktu sholat dzuhur mulai dari tergelincirnya matahari dan bayangan sesesorang sesuai dengan panjang aslinya, selama belum masuk waktu sholat ashar, dan waktu sholat ashr selama matahari belum berwarna kuning dan waktu sholat maghrib selama belum hilang lembayung dan waktu sholat isya sampai pertengahan malam dan waktu sholat shubuh dari terbitnya fajr sampai terbitnya matahari dan apabila matahari telah terbit maka janganlah kamu sholat karena ia terbit di antara dua tanduk syaitan” (HR Muslim 612)
Kalau melihat dali-dalil dari ketiga pendapat tersebut, pendapat ketiga lah yang paling kuat dikarenakan beberapa hal:
1. Hadits yang menjadi landasan pendapat yang pertama bukanlah dalil untuk menguatkan pendapat tersebut karena didalamnya tidak ada penjelasan tentang batasan waktu sholat. Akan tetapi hadits tersebut menjelaskan tentang dosa orang yang mengakhirkan sholat dengan sengaja sehingga melebihi/keluar dari waktu yang ditetapkan. Baik diikuti oleh waktu sholat yang lain seperti ashar dan maghrib, ataupun tidak seperti shubuh dan dzuhur.
2. Pendapat ini diperkuat dengan surat yang ditulis oleh Umar bin Khotob kepada Abu Musa Al-Asyari, antara lain beliau berkata: “Dan hendaklah kamu melakukan sholat isya sampai batas sepertiga malam, dan jika kamu ingin mengakhirkannya maka batasannya sampai pertengahan malam dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (HR Malik, At-thohawy)
Oleh karena itu, batasan akhir sholat isya yang paling utama adalah sampai pertengahan malam dan itu juga waktu yang paling utama untuk pelaksanaannya. Wallahu a‘lam bishshowab. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Sekilas Tentang Kasus Video Porno

ada dua buah hadits yang setidaknya membantu untuk memahami kasus pidio porno mirip artis. Hadits tersebut adalah :
Pertama: Dari Yazid bin Nu’aim bin Hazzal dari Bapaknya ia berkata, “Ma’iz bin Malik adalah seorang anak yatim yang diasuh oleh bapakku. Dan ia pernah berzina dengan seorang budak wanita dari suatu kampung. Bapakku lalu berkata kepadanya, “Datanglah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kabarkan kepada beliau dengan apa yang telah engkau lakukan, semoga saja beliau mau memintakan ampun untukmu.” Hanyasanya ayahku menginginkan hal itu agar Maiz mendapatkan jalan keluar, lalu ia bergegas menemui Rasulullah.
Ma’iz lantas berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!”
Beliau berpaling darinya. Maka Ma’iz mengulangi lagi, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!” Beliau berpaling. Ma’iz mengulanginya lagi, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!” Ia ulangi hal itu hingga empat kali.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda: “Engkau telah mengatakannya hingga empat kali, lalu dengan siapa kamu melakukannya?” Ma’iz menjawab, “Dengan Fulanah.” Beliau bertanya lagi: “Apakah menidurinya?” Ma’iz menjawab, “Ya.” beliau bertanya lagi: “Apakah kamu menyentuhnya?” Ma’iz menjawab, “Ya.” beliau bertanya lagi: “Apakah kamu menyetubuhinya?” Ma’iz menjawab, “Ya.” Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk merajamnya. Ma’iz lantas dibawa ke padang pasir, maka ketika ia sedang dirajam dan mulai merasakan sakitnya terkena lemparan batu, ia tidak tahan dan lari dengan kencang. Namun ia bertemu dengan Abdullah bin Unais, orang-orang yang merajam Ma’iz sudah tidak sanggup lagi (lelah), maka Abdullah mendorongnya dengan tulang unta, ia melempari Ma’iz dengan tulang tersebut hingga tewas.
Kemudian Abdullah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyebutkan kejadian tersebut, beliau bersabda: “Kenapa kalian tidak membiarkannya, siapa tahu ia bertaubat dan Allah menerima taubatnya.”
Kedua: Dari Buraidah r.a: “Suatu ketika ada seorang wanita Ghamidiyah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, diriku telah berzina, oleh karena itu sucikanlah diriku.”
Tetapi untuk pertama kalinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menghiraukan bahkan menolak pengakuan wanita tersebut. Keesokan harinya wanita tersebut datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa anda menolak pengakuanku? Sepertinya anda menolak pengakuan aku sebagaimana pengakuan Ma’iz. Demi Allah, sekarang ini aku sedang mengandung bayi dari hasil hubungan gelap itu.”
garden of the gods
Mendengar pengakuan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sekiranya kamu ingin tetap bertaubat, maka pulanglah sampai kamu melahirkan.” Setelah melahirkan, wanita itu datang lagi kepada beliau sambil menggendong bayinya yang dibungkus dengan kain, dia berkata, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan.” Beliau lalu bersabda: “Kembali dan susuilah bayimu sampai kamu menyapihnya.” Setelah mamasuki masa sapihannya, wanita itu datang lagi dengan membawa bayinya, sementara di tangan bayi tersebut ada sekerat roti, lalu wanita itu berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi kecil ini telah aku sapih, dan dia sudah dapat menikmati makanannya sendiri.” Kemudian beliau memberikan bayi tersebut kepada laki-laki muslim, dan memerintahkan untuk melaksanakan hukuman rajam.
Akhirnya wanita itu ditanam dalam tanah hingga sebatas dada. Setelah itu beliau memerintahkan orang-orang supaya melemparinya dengan batu.
sunken gardens
Sementara itu, Khalid bin Walid ikut serta melempari kepala wanita tersebut dengan batu, tiba-tiba percikan darahnya mengenai wajah Khalid, seketika itu dia mencaci maki wanita tersebut. Ketika mendengar makian Khalid, Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tenangkanlah dirimu wahai Khalid, demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang pelaku dosa besar niscaya dosanya akan diampuni.” Setelah itu beliau memerintahkan untuk menshalati jenazahnya dan menguburkannya.”
Dua buah hadits tersebut shahih, dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Abu Dawud.
Dalam kasus perzinahan, hukuman ditegakkan dikarenakan adanya 4 orang saksi yang melaporkan kesaksian tindakan zina. Atau jika tidak ada saksi, hukuman ditegakkan apabila ada pengakuan dari si pelaku. Atau jika pelaku tidak mengaku, hukuman ditegakkan karena adanya kehamilan si wanita yang diketahui tak bersuami yang syah.
Dalam hal kasus pidio porno mirip wajah artis, ada 2 sudut pandang pembahasan. Pertama dari sudut pandang syariah. Kedua dari sudut pandang hukum negara.
Dari sudut pandang syariah, walaupun ada rekaman pidionya, namun tetap dibutuhkan setidaknya 4 saksi yang disumpah berani maju dan mengklaim bahwa itu adalah benar-benar si artis. Jadi bukan hanya ‘klaim’ mirip saja. Jika tidak dapat menghadirkan setidaknya 4 saksi, maka tidak ada hak untuk tetap melemparkan tuduhan zina. Karena penuduh zina tanpa saksi, sanksi hukumnya ada. Sehingga jika sudah begini yang ditunggu adalah ‘pengakuan’ si pelaku.
Dalam hal pengakuan si Pelaku, jika kita menyimak 2 buah hadits perihal pengakuan pezina, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri seperti enggan menerima pengakuan si pelaku. Bahkan jika pelaku mengambil keputusan untuk tidak mengaku dan cukup bertaubat kepada Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengijinkannya. Jadi tidak malah memaksa dan mendesak si pelaku untuk mengakui sebagaimana yang dilakukan kebanyakan orang, yang bahkan termasuk tokoh Islam sekalipun.
Namun jika pelaku benar-benar pingin taubat dengan menjalani hukumannya, ya tentu saja difasilitasi, tetapi tetap dengan menjaga kehormatan si pelaku zina. Jadi tidak boleh diejek atau dilecehkan dalam prosesnya.
Dari sudut pandang hukum negara, apa yang dilakukan di pidio porno tersebut tidak melanggar hukum negara selama tidak ada aduan dari pihak isteri atau suami yang bersangkutan. Adapun yang dianggap melanggar hukum adalah peredaran pidio tersebut ke khalayak ramai. Maka jika si artis dipanggil ke Mabes, yang ditanyakan bukan “Itu sampeyan apa bukan sih?”. Karena pertanyaan seperti itu hanyalah untuk level inpotainmen. Namun yang ditanyakan polisi adalah, “Sampeyan mengedarkan pidio itu apa tidak?”
Agar tidak salah paham, simbah menulis ini semata-mata sekedar upaya tawashaubil haqqi, tawashau bish shobri. Agar kita tidak gampang-gampang melemparkan tuduhan zina, atau memaksa dan mendesak orang untuk mengaku zina yang sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh suri tauladan kita.
Adapun bagi artis yang disangka pelaku zina, jika sampeyan tidak melakukan perbuatan zina tersebut, bersabarlah atas musibah yang menimpa sampeyan. Berhubunganlah dengan lawan jenis secara syar’i. Dan jangan runtang-runtung gak karuan yang melanggar aturan Allah.
Namun jika sampeyan benar-benar melakukan perbuatan zina tersebut, bertobatlah kepada Allah. Juga bagi para artis yang lain dan para pejabat yang juga masih gemar berzina hanya saja tak direkam dan tak diedarkan, bertobat jugalah kalian. Jangan menunggu dipermalukan baru mau bertobat.

Kamis, 10 Maret 2011

Aku Bersaksi Sebenar-Benarnya

Ketika kamu sentiasa sedar akan Allah dalam setiap saat kehidupan kamu, kamu akan benar-benar berasa “tiada daya dan kekuatan melainkan daya yang dialirkan oleh Allah SWT kepadamu sahaja”.
Dan ketika ini kamu benar dengan jelas dan nyata hanya MENYAKSIkan daya dan kekuatan Allah lalu terpancul dari jiwamu…. “aku bersaksikan tiada Tuhan melainkan Allah SWT”.
Setiap waktu.. aku lakukan apa yang ingin aku lakukan bersama sedar ke Allah. Dan aku sentiasa melihat apa yang berlaku saat ini..’now’… oh! ini yang Allah hendak. oh! ini yang terjadi. oh! ini…. oh! itu… aku menyaksikan.
Menyaksikan adalah sebuah perbuatan… dan jiwaku merasainya lalu bersaksi.. sebuah rasa… yg tidak mungkin mampu diterangkan tapi jika kau melakukan.. kau akan merasai dan memahami sendiri.
Lalu sedarilah Allah… sedarilah… Nanti persoalanmu tentang kehendak Tuhan akan kamu memahaminya sendiri. Itulah sebuah keadaan di mana kamu sedang bersaksi… sebuah keadaan rasa yang tiada tulisan dan bahasa. Namn kamu rasai dan sedari….
Seandainya tidak lagi lakukan… tidak lagi sedar ke Allah… kamu terus dibelenggu dengan persoalan demi persoalan… sehinggakan Allah sendiri menegur kamu dengan….
Maka dengan perkataan manakah lagi mereka akan beriman sesudah (kalam) Allah dan keterangan-keterangan-Nya.
(QS. Al Jaatsiyah, 45:3-6).
Ketika aku sakit… oh! ini yang Allah inginkan. Oh! ini rasanya…
Tiada protes… hanya menerima…
dan ketika aku di bawa berjumpa doktor…
oh! ini yang Allah aturkan.
oh! ini klinik yang Allah hendak aku pergi.
oh! ini doktornya yang Allah ingin aku jumpa….
ketika aku makan…
oh! di sini Allah ingin aku makan. oh! ini lauknya…
ketika aku bahagia..
oh! ini yang Allah berikan padaku ketika ini. oh! ini rasanya…
ketika aku lakukan apa sahaja… aku sentiasa menyedari Allah… lalu aku berkomunikasi dengan Allah … kerana aku sedar adanya Allah yang sangat dekat denganku.
aku hanya menyaksikan apa jua yang berlaku dalam setiap saat kehidupanku…. dan aku bersaksi..
Aku hanya sekadar menyaksikan dan bersaksi apa yang aku saksikan…
Aku faham atau tidak dengan apa yang aku saksikan… aku tidak memaksa untuk fikirkan. Tapi aku siap untuk difikirkan…
Aku hanya mengikut kehendak Allah samada memberikan aku kefahaman atas sesebuah kejadian atau tidak.
Aku lakukan… aku bekerja.. aku beraktiviti… apa yang aku diilhamkan..difahamkan…difikirkan.. malah aku sebenarnya digerakkan..dikerjakan..diaktivitikan.
Semuanya ini ditahap manusiawinya akan lihat akulah yang berfikir.. aku bergerak dengan kehendakku… aku yang cuba memahamkan… akulah yang ingin beraktiviti.
namun hakikatnya bukan seperti fikiran tahap manusiawi. Allah segala-galanya.
Ketika aku memuji seseorang… aku harus menyaksikan diri, sifat dan sikap seseorang itu dahulu. Pujian itu pasti hadir ketika aku sedar bahawa dia seorang yang baik hati.
Lalu ketika itu dan seterusnya.. aku bersaksi bahawa dia seorang yang baik hati selagi dia baik hati.
ketika aku memuji Allah… aku menyaksikan dzat (tidak boleh melihat dgn mata kasar namun sedar jelas dan nyata wujudnya), sifat dan perbuatan Allah itu dahulu. Pujian itu pasti hadir ketika aku sedar bahawa Allah yang menggerakkan… menentukan.. menjadikan… dan Allah itu ada dekat.. meliputi segala sesuatu…
Ketika itu dan seterusnya aku bersaksi (sebuah rasa di dalam jiwa) bahawa Allah Yang Berkuasa… lalu jiwaku, lidahku, perbuatanku benar-benar bersaksi bahawa Tiada Tuhan melainkan Allah….. dengan keyakinan yang muktamad.

Hadirlah Jiwa Kepada Allah SWT

Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman [sama saja bagi Allah]. Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.
(Quran: Al-Israa’ 17:107-109)
Hadirlah jiwa kepada Allah.
Sudah sekian lama dirimu sekadar berkata-kata di bibir.
Namun jiwa masih tetap tidak mahu sedar akan Allah SWT.
Lalu dirimu tidak mampu memahami apa yang Allah SWT ajarkan kepadamu.
Jika dirimu tidak mampu memahami ilham yang sentiasa Allah SWT berikan kepadamu, hadirlah selalu.
Kau akan mula memahami ilham yang diturunkan.
Ilham yang mengajar dirimu akan hidupmu.
Ilham yang kau sentiasa inginkan di dalam solatmu ketika dirimu memohon…
“ya Allah tunjukilah aku jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka. Jalan yang bukan Engkau murkai dan bukan jalan yang sesat.”

Dirimu sering memohon.
Setiap hari.
Setiap waktu.
Namun dirimu tidak pernah hadir kepadaNya.
Lalu mana mungkin Engkau mampu memahami apa yang Allah ajarkan kepadamu.
Lebih malang apabila kamu menuduh Allah tidak pernah membantumu.
Menyelesaikan masalahmu.
Sedangkan setiap saat Allah SWT mengilhamkan kamu jalan-jalanNya.
Dirimu yang tidak mampu memahami.
Kerana kamu lebih suka mengikut fikiran dan emosimu.
Sentiasa memiliki persepsi buruk kepada sesuatu.
Kepada sesiapa sahaja.
Kepada keadaan.
Kamu menghijab sendiri dirimu.
Menghalang dirimu datang ke Allah.
Untuk  memahami apa yang Allah ajarkan kepadamu.
Dirimu enggan hadir.
Kerana dirimu berasa dirimu hebat.
Hebat dengan ilmumu yang dihafal.
Hebat dengan ilmu agamamu yang tersekat di syariat.
Tidak pernah mencecah hakikat dan rasa.
Hebat dengan jawatanmu yang tidak ke mana.
Hebat dengan kejayaanmu yang membuatkan kamu semakin jauh daripadaNya.
Hebat dengan persepsimu sendiri.
Hebat dengan kekayaanmu yang sering dibanggakan.
Cukuplah wahai teman.
Hadirlah kepada Allah SWT saat ini.
Hadirlah sebenar-benarnya.
Allah SWT tidak mahu kehebatanmu.
Allah SWT hanya ingin kamu datang kepadaNya.
Berserah, rela dan pasrah kepadaNya.
Nanti akan diajarkan kamu tentang hidupmu.
* (lakukan terus praktikal ini)
Diamkan dirimu.
Pasrahlah untuk mengikut kehendak Allah SWT.
Relakan dirimu kepadaNya.
Allah itu Tuhan.
Benar….Allah itu Tuhan.
Tiada Tuhan melainkan Allah.
Allah itu Rabbmu.
Bukan kawan-kawan.
Bukan saudara mara.
Bukan ibu bapa.
Allah itu Tuhan wahai kawanku.
Allah itu Tuhan.
Datanglah kepada Allah.
Datanglah dengan tenang.
Panggillah Tuhanmu dengan penuh akhlak.
Dengan jiwa yang tunduk.
Jangan sekat kehendak dirimu untuk hadir kepadaNya.
Lepaskan dari fikiran dan emosimu yang selalu menghalang dirimu hadir kepadaNya.
Panggillah…
ya Allah….aku datang ya Allah…aku datang.
Diam dan rasailah Allah memanggilmu kembali.
Kamu hanya mampu merasakan dengan jiwamu.
Rasakan getarannya…
Panggillah terus.
Datanglah terus tanpa henti.
Ya Allah….
Diam…rasailah jawapan Allah SWT….
Panggillah lagi….panggillah.
Ya Allah…
Datanglah ke Allah dengan rela…
Datang dengan bersungguh-sungguh…
Ya Allah….
Kini kamu mula merasa apa yang difirman oleh Allah SWT.  (Quran: Al-Israa’ 17:107-109)
Allahuakbar…Allahuakbar…Allahuakbar.
Alhamdulillah. Subhanallah.
Terima kasih ya Allah..terima kasih.

Selasa, 15 Februari 2011

JALAN ISLAM YANG TERBUKA

Salah satu slogan yang paling khas dari zaman kita ini adalah "menaklukkan ruang". Alat-alat perhubungan telah dikembangkan jauh melampaui impian generasi-generasi sebelumnya; dan alat-alat baru ini telah menggerakkan peralihan barang-barang yang jauh lebih cepat dan jauh lebih luas daripada yang pernah dikenal dalam sejarah ummat manusia sebelumnya. Perkembangan ini menyebabkan saling bergantungnya bangsa-bangsa dalam bidang perekonomian. Tidak ada satu bangsa atau satu golongan sekarang yang dapat bertahan untuk tetap terpencil dari bagian dunia lainnya. Perkembangan ekonomi tidak lagi terbatas secara lokal; sifatnya telah menjadi seluas dunia. Sekurang-kurangnya dalam kecenderungannya mengabaikan batas-batas politik dan jarak-jarak geografis. Ini membawa dengan sendirinya --dan boleh jadi ini bahkan lebih penting daripada, segi material masalah itu-- keperluan yang terus bertambah dari suatu penyaluran bukan saja barang-barang dagangan tetapi juga pikiran dan nilai-nilai kultural. Tetapi sementara kedua kekuatan itu, kekuatan ekonomik dan kultural, sering berjalan bergandengan, ada perbedaan dalam hukum dinamikanya. Hukum-hukum dasar ekonomi menuntut bahwa pertukaran barang antara bangsa-bangsa berlaku timbal balik; ini berarti bahwa tidak ada satu bangsa yang dapat berlaku sebagai pembeli saja sedang bangsa-bangsa lain tetap sebagai penjual; lambat laun masing-masing dari bangsa itu harus melakukan dua peranan sekaligus, saling memberi dan menerima, baik secara langsung atau melalui perantaraan pelaku-pelaku lain dalam panggung kekuatan-kekuatan ekonomik. Tetapi dalam bidang kultural hukum besi pertukaran ini tidak mesti berlaku, sekurang-kurangnya tidak selalu tampak; ini berarti bahwa penyaluran idea-idea dan pengaruh-pengaruh kultural tidak mesti berdasar di atas prinsip memberi dan menerima. Adalah berhubungan dengan sifat manusia bahwa bangsa-bangsa dan peradaban yang secara politik dan ekonomi lebih kuat menjadi suatu penarik yang kuat atas golongan yang lebih lemah atau kurang aktif dan mempengaruhinya dalam bidang intelektual dan kemasyarakatan, sedang yang kuat itu sendiri tidak terpengaruh. Demikianlah keadaan sekarang mengenai perhubungan antara Barat dan dunia Islam.
Dari sudut pandangan peninjau historik pengaruh yang kuat dan sepihak yang dilakukan peradaban Barat atas dunia Islam pada saat ini sama sekali tidak mengherankan, karena ini merupakan hasil suatu proses sejarah yang panjang; untuk itu kami berikan beberapa analogi di bagian lain. Tetapi sementara ahli sejarah itu mungkin puas sekedar itu, bagi sebagian kita masalah ini tetap tidak terpecahkan. Bagi kita yang bukan hanya sekedar penonton-penonton yang tertarik tetapi merupakan pelaku-pelaku yang sebenarnya dari drama ini, bagi kita yang memandang diri kita sebagai pengikut-pengikut Nabi Muhammad saw., masalah ini sebenarnya mulai dari sini. Kita percaya bahwa Islam, tidak seperti agama-agama lain, Islam bukan hanya sikap spiritual, daripada jiwa yang dapat diterapkan pada berbagai-bagai bingkai kultural yang berbeda-beda, tetapi merupakan satu orbit yang lengkap dan satu sistem kemasyarakatan dengan pandangan-pandangan yang mempunyai batasan yang terang. Apabila, seperti halnya sekarang, suatu peradaban asing meluaskan pengaruhnya ke tengah-tengah kita dan menyebabkan perubahan-perubahan tertentu dalam tubuh kultural kita sendiri, kita wajib menerangkan pada diri kita apakah pengaruh asing itu berjalan ke arah kemungkinan-kemungkinan kultural kita sendiri atau bertentangan; apakah pengaruh asing itu berperan sebagai serum yang menguatkan tubuh kultur Islam atau sebagai racun.
Jawaban atas pertanyaan ini hanya dapat diperoleh melalui analisa. Kita harus menemukan kekuatan-kekuatan dasar dari kedua peradaban ini --peradaban Islam dan Barat modern-- dan kemudian menyelidiki sejauh mana kerja sama antara keduanya dapat dilaksanakan. Dan karena peradaban Islam pada hakekatnya adalah peradaban agama, pertama-tama kita harus berusaha memberikan definisi pengaruh umum agama dalam kehidupan manusia.
Apa yang kita namakan "sikap agamawi" adalah akibat alami dari konstitusi intelektual dan biologik. Manusia tidak sanggup menerangkan pada dirinya sendiri rahasia hidup, rahasia lahir dan mati, rahasia ketidakterbatasan dan keabadian. Pemikirannya terhenti di hadapan dinding-dinding yang tak tertembus. Oleh karena itu ia hanya dapat melakukan dua hal. Yang satu adalah meninggalkan segala usaha untuk memahami hidup secara keseluruhan. Dalam hal ini manusia akan bersandar atas bukti pengalaman-pengalaman lahir saja dan akan membatasi kesimpulan-kesimpulannya pada bidangnya. Dengan demikian ia hanya sanggup mengerti fragmen-fragmen tunggal daripada hidup, yang mungkin bertambah jumlahnya dan bertambah jelasnya secepat atau selambat pertambahan pengetahuan manusia tentang alam, tetapi bagaimanapun juga selalu hanya akan tetap tinggal fragmen-fragmen --cakupan dari keseluruhannya tetap di luar perlengkapan metodik pemikiran manusia. Inilah jalan yang ditempuh ilmu-ilmu pengetahuan alam. Kemungkinan lainnya --yang mungkin bergandengan dengan jalan ilmiah-- adalah jalan agama. Agama membimbing manusia dengan jalan pengalaman batin, kebanyakan secara intuitif, kepada penerimaan keterangan yang seragam tentang hidup pada umumnya atas dasar pandangan bahwa ada satu Kuasa Kreatif yang maha tinggi yang mengatur alam semesta menurut suatu rencana sebelumnya di atas dan di luar kesanggupan pengertian manusia. Seperti baru dikatakan, konsepsi ini tidak perlu menjauhkan manusia dari penyelidikan tentang fakta-fakta dan fragmen-fragmen hidup seperti yang dapat disaksikan dengan peninjauan lahir. Tidak mesti ada suatu antagonisme antara pengertian lahir yang ilmiah dan penerimaan pengertian batin yang religius. Tetapi yang disebut penerimaan pengertian religius dalam kenyataannya adalah satu-satunya kemungkinan pemikiran untuk memahami seluruh hidup sebagai kesatuan esensi dan kekuatan dasar; singkatnya, sebagai satu keseluruhan yang berimbang, yang harmonis. Kata "harmonis" walaupun sudah sangat sering disalahgunakan, adalah sangat penting dalam hubungan ini karena ia mencakup sikap yang bersangkutan dalam manusia sendiri. Orang religius tahu bahwa segala apa yang terjadi padanya dan dalam dirinya tidak pernah dapat merupakan hasil permainan buta dari kekuatan-kekuatan tanpa kesadaran-kesadaran dan tujuan; ia percaya bahwa itu datang dari kehendak Tuhan yang sadar semata-mata dan oleh karena itu secara organik terpadu dengan rencana semesta alam. Dalam jalan ini manusia diberi kesanggupan untuk memecahkan pertentangan pahit antara wujud manusia --self-- dan dunia obyektif tentang fakta-fakta dan wajah-wajah lahir yang disebut alam. Makhluk manusia dengan segala mekanisma jiwanya yang rumit, dengan segala hasrat-hasrat dan ketakutan-ketakutannya, perasaan-perasaan dan ketidakpastian spekulatifnya, melihat dirinya dihadapkan pada suatu alam di mana kemurahan dan kekejaman, bahaya dan ketenteraman, tercampur aduk dalam satu cara yang dahsyat yang tak teruraikan dan seperti bekerja atas garis-garis yang tampaknya berbeda dari metoda-metoda dan struktur pikiran manusia. Falsafah intelektual murni atau ilmu pengetahuan eksperimental melulu tidak pernah sanggup memecahkan konflik ini. Inilah justeru titik di mana agama melangkah masuk.
Dalam sinar persepsi religius dan pengalaman, wujud manusia yang sadar-diri dan alam yang bisu yang tampaknya tampaknya tidak bertanggungjawab dibawa ke dalam satu hubungan harmonis spiritual: karena keduanya, kesadaran individu manusia dan alam yang melingkungi dia serta yang ada dalam dirinya, tidaklah lain daripada manifestasi-manifestasi yang setara, kalaupun berbeda, dari Kehendak Kreatif yang Satu dan sama. Maka manfaat besar yang diberikan agama seperti itu atas manusia adalah penyadaran bahwa ia selalu, dan tidak pernah dapat terlepas, dari satu kesatuan yang terencana baik dari gerak abadi Pencipta: suatu bagian tertentu dalam organisme yang tidak terbatas dari bagan Rencana Universal. Konsekuensi psikologik dari konsepsi ini adalah suatu perasaan yang dalam dari kepastian spiritual --yang berimbang antara harap dan takut yang membedakan manusia religius yang positif -apapun agamanya- dari manusia tidak religius.
Posisi dasar ini sama-sama terdapat pada seluruh agama-agama besar, apapun doktrin-doktrin spesifiknya; dan yang sama pula bagi semua agama-agama besar itu adalah panggilan moral kepada manusia untuk menyerahkan dirinya kepada Kehendak Tuhan yang nyata itu. Tetapi Islam, dan hanya Islam saja, melampaui penerangan dan dorongan teoritik ini. Islam tidak saja mengajarkan kepada kita bahwa hidup pada keseluruhannya adalah satu dalam hakekatnya --karena berasal dari Tuhan Yang Maha Esa-- tetapi Islam pun menunjukkan kepada kita jalan praktis betapa setiap orang dari kita dapat berkembang, dalam batas-batas individualnya, kesatuan pikiran dan tindakan, baik dalam wujudnya maupun dalam kesadarannya. Untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi itu, dalam Islam, manusia tidak dipaksa untuk menyangkali dunia; tidak ada kekerasan dituntut untuk membuka pintu rahasia menuju pemurnian spiritual, tidak ada penekanan atas pikiran untuk percaya pada dogma-dogma yang tak dapat dimengerti untuk menjamin penyelamatan. Hal-hal semacam itu sama sekali asing bagi Islam karena Islam bukanlah doktrin mistik dan bukan pula falsafah. Islam adalah program hidup sesuai dengan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Allah atas penciptaan-Nya; dan hasil capaiannya yang paling tinggi ialah koordinasi yang sempurna daripada aspek-aspek spiritual dan material kehidupan insani. Dalam ajaran-ajaran Islam kedua aspek ini bukan saja "dipertemukan" satu sama lain dalam pengertian tidak meninggalkan konflik yang menempel antara kehidupan jasadi dan moral manusia, tetapi kenyataan dari kerjasamanya dan paduannya yang tak dapat dipisahkan ditekankan sebagai basis hidup yang alami.
Ini, saya pikir, adalah hikmah dari bentuk shalat yang khas dalam Islam, dimana konsentrasi spiritual dan gerak jasmani tertentu saling terkordinasi. Kritikus-kritikus yang bersifat bermusuhan terhadap Islam selalu menilik cara shalat itu sebagai bukti atas tuduhan mereka bahwa Islam adalah agama formalisma dan lahiriah. Dan dalam kenyataannya ummat agama lain, yang memisahkan "rohani" dan "jasadi" hampir dalam cara yang sama sebagai tukang susu memisahkan krim dari susu, tidak mudah memahami bahwa dalam susu Islam asli, yang tidak dicedok, kedua unsur itu walaupun berbeda dalam konstitusinya, namun sama-sama hidup secara harmonis dan sama menyatakan dirinya. Dalam kata-kata lain shalat dalam Islam terdiri dari konsentrasi mental dan gerak-gerik jasadi karena kehidupan insani sendiri adalah paduan semacam itu, dan karena kita diharapkan untuk mendekati Allah melalui keseluruhan dari segala karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita.
Suatu gambaran lebih lanjut dari sikap ini dapat dilihat dalam ibadah thawaf, upacara mengelilingi Ka'bah di Makkah. Karena upacara itu termasuk dalam upacara wajib bagi setiap orang yang menjalankan ibadah haji ke kota suci itu tujuh kali mengelilingi Ka'bah, dan karena pelaksanaan ibadah ini adalah satu dari ketiga pokok terpenting dari ibadah haji, maka patutlah kita bertanya: Apa hikmahnya ini? Apakah perlu kita menyatakan pengabdian kita dalam cara formal semacam itu?
Jawabannya sangat jelas. Apabila kita bergerak mengikuti satu lingkaran, maka dengan begitu kita menempatkan obyek itu sebagai titik pusat tindakan kita. Ka'bah, ke mana setiap Muslim menghadapkan mukanya setiap shalat, melambangkan keesaan Tuhan. Gerak jasadi orang-orang yang menjalankan ibadah haji dalam thawaf itu melambangkan aktivitas hidup manusia, bukan saja pikiran-pikiran pengabdian kita tetapi juga kehidupan praktek kita, tindakan dan usaha-usaha kita, harus mengandung idea tentang Allah dan keesaan-Nya sebagai pusatnya --sesuai dengan kata-kata al-Qur'an:
"Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Qur'an Suci, 51: 56).
Jadi konsepsi-konsepsi ibadah dalam Islam berbeda dari konsepsi agama-agama lain. Di sini konsepsi ibadah itu tidak dibatasi pada praktek-praktek yang bersifat ibadah murni seperti shalat, puasa, tetapi juga mencakup seluruh praktek kehidupan manusia. Apabila tujuan hidup kita adalah mengabdi kepada Allah maka perlulah kita memandang hidup ini, dalam keseluruhan aspek-aspeknya, sebagai satu tanggung jawab moral yang kompleks. Maka seluruh tindakan kita, bahkan yang tampaknya kecil, harus dilakukan sebagai tindakan pengabdian, yaitu dilakukan dengan sadar sebagai bagian dari rencana universal Tuhan. Hal-hal semacam ini merupakan suatu ideal jauh bagi manusia yang berkesanggupan biasa; tetapi bukankah tujuan agama adalah memberikan ideal-ideal kedalam kehidupan nyata?
Posisi Islam dalam pandangan ini tidak mungkin keliru. Islam pertama-tama mengajarkan kepada kita bahwa pengabdian permanen kepada Allah dalam segala tindakan yang aneka ragam dari kehidupan manusia adalah maksud sesungguhnya daripada hidup ini; dan kedua, bahwa maksud ini tetap tidak akan mungkin tercapai selama kita membagi hidup kita dalam dua bagian, yaitu yang spiritual dan material: keduanya harus terpadu bersama-sama dalam kesadaran dan tindakan kita, kedalam satu keseluruhannya yang harmonis. Pengertian kita tentang keesaan Allah harus direfleksikan kedalam perjuangan kita ke arah kordinasi dan penyeragaman dari berbagai aspek kehidupan kita.
Suatu konsekuensi logis dari sikap ini adalah perbedaan selanjutnya antara Islam dan semua sistem agama yang dikenal lainnya. Ini akan diperoleh dalam kenyataan bahwa Islam, sebagai satu ajaran, menjamin untuk memberi batasan bukan saja hubungan metafisik antara manusia dan Penciptanya tetapi juga --dan dengan tekanan yang hampir tidak kurang kuatnya-- hubungan duniawi antara individual dan lingkungan masyarakatnya. Kehidupan duniawi tidaklah hanya dianggap sebagai kulit kerang kosong, sebagai bayangan tidak berarti dari hari akhirat yang akan datang, tetapi sebagai satu keseluruhan positif yang padu. Allah sendiri adalah Satu dan Esa, bukan saja dalam hakekat tetapi juga dalam tujuan; dan oleh karena itu ciptaan-ciptaan-Nya adalah satu kesatuan, mungkin dalam hakekatnya, tetapi pasti dalam tujuannya.
Ibadah kepada Allah dalam pengertian yang luas yang diterangkan di atas, menurut Islam, memberi arti hidup manusia. Dan konsepsi ini saja yang menunjukkan kepada kita kemungkinan bagi manusia mencapai kesempurnaan dalam kehidupan duniawi manusia individual. Dari segala sistem agama hanya Islam saja yang menyatakan bahwa kesempurnaan individual dapat dicapai dalam kehidupan duniawi kita. Islam tidak menangguhkan menepati ini hingga sesudah penindasan apa yang disebut hasrat-hasrat 'jasadi' seperti ajaran Kristen; tidak pula Islam menjanjikan suatu rangkaian belenggu reinkarnasi atas tingkat yang terus menaik seperti dalam Hinduisme; tidak pula Islam setuju dengan ajaran Budhisme yang mengajarkan bahwa penyempurnaan dan penyelamatan hanya dapat dicapai melalui pemusnahan wujud individual dan hubungan emosionalnya dengan dunia. Tidak, Islam memberi tekanan dalam penegasan bahwa manusia dapat mencapai kesempurnaan dalam kehidupan duniawi individualnya dan dengan membuat kegunaan penuh dari segala kemungkinan-kemungkinan duniawi dari hidupnya.
Untuk menjauhkan salah pengertian, kata "sempurna" harus diberi batasan dalam pengertian yang dipergunakan di sini. Sejauh berhubungan dengan makhluk manusia, yang terbatas secara biologik, kita tidak dapat memandang idea kesempurnaan yang "mutlak" karena segala yang mutlak hanya termasuk milik sifat Allah saja. Kesempurnaan manusia dalam pengertian psikologik dan moral harus mengandung arti relatif dan individual. "Sempurna" di sini tidak berarti memiliki segala sifat-sifat yang dapat dibayangkan, bahkan tidak pula mengandung arti pengambilan secara progresif akan sifat-sifat baru dari luar, tetapi semata-mata pengembangan sifat-sifat dari individual yang telah ada dan positif dalam cara demikian rupa sehingga membangkitkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam dirinya yang apabila tidak demikian akan tetap tidur. Berhubung dengan aneka ragam yang alami dari gejala-gejala hidup, sifat-sifat asli manusia berbeda dalam setiap diri individual. Oleh karena itu maka akan keliru apabila kita menganggp bahwa seluruh makhluk manusia harus atau bahkan dapat berjuang ke arah tipe kesempurnaan yang satu dan sama --tepat sebagaimana akan keliru untuk mengharapkan seekor kuda pacuan sempurna dan seekor kuda beban sempurna akan memiliki sifat-sifat yang sama. Keduanya mungkin sempurna dan memuaskan secara individual, tetapi keduanya akan berbeda, karena karakter aslinya berbeda.
Demikian pula halnya dengan makhluk manusia. Apabila kesempurnaan harus diberi ukuran dalam tipe tertentu --seperti Kristen memberi ukuran dalam tipe pertapa suci-- manusia akan harus menyerah atau mengubah atau menindas perbedaan-perbedaan individual mereka. Tetapi ini jelas akan memperkosa hukum Ilahi tentang aneka ragam individual yang menempati segala kehidupan di atas muka bumi ini. Oleh karena itu Islam, yang bukan agama penindasan, memberikan kepada manusia, suatu wilayah yang sangat luas dalam kehidupan perorangan dan kemasyarakatan, sehingga sifat-sifat yang aneka ragam itu, tabiat-tabiat dan kecenderungan psikologik dari individu-individu yang berbeda-beda akan mendapatkan jalannya ke arah perkembangan positif sesuai dengan pembawaan individualnya masing-masing. Dengan demikian seseorang mungkin bersifat pertapa, atau ia boleh menikmati ukuran penuh dari kemungkinan-kemungkinan penyaluran nafsunya dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum; ia mungkin seorang pengembara di padang-padang gurun tanpa bekal makanan untuk hari esok atau seorang kaya yang dikelilingi harta kekayaannya. Selama ia secara jujur dan sadar patuh pada hukum-hukum perintah dan larangan Allah, ia bebas membentuk hidup individualnya ke arah bentuk apa yang diarahkan oleh alam insaninya. Kewajibannya adalah membuat dirinya sebaik mungkin sehingga ia dapat menghormati anugerah hidup yang dikaruniakan Penciptanya kepadanya, dan menolong hidup sesamanya dengan jalan perkembangan dirinya sendiri, dalam usaha-usaha spiritual, sosial dan material mereka. Tentang bentuk dari kehidupan individualnya sekali-kali tidak dipastikan oleh suatu ukuran. Ia bebas membuat pilihannya dari antara segala kemungkinan-kemungkinan halal yang tidak terbatas yang terbuka baginya.
Basis dari "liberalisme" ini dalam Islam terdapat dalam konsepsi bahwa alam insani asli pada hakekatnya baik, berlawanan dengan idea Kristen bahwa manusia dilahirkan dengan dosa, atau ajaran Hindu bahwa manusia asalnya rendah dan tidak suci dan terpaksa dengan pahitnya melalui rantai transmigrasi-transmigrasi reinkarnasi yang panjang menuju tujuan terakhir kesempurnaan, ajaran Islam menegaskan bahwa manusia dilahirkan suci dan --dalam pengertian yang diterangkan di atas-- sempurna secara potensial. Ini dikatakan dalam al-Qur'an:
"Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dalam struktur yang sebaik-baiknya,"
tetapi dalam nafas yang sama ayat itu dilanjutkan:
"dan kemudian kami turunkan dia pada kerendahan yang serendah-rendahnya; kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh …" (Qur'an Suci, 95: 4-6).
Dalam ayat ini dilahirkan doktrin bahwa manusia pada aslinya baik dan suci dan dinyatakan pula bahwa ketiadaan iman kepada Allah dan tidak adanya amal baik akan menghancurkan kesempurnaan aslinya. Sebaliknya manusia dapat mempertahankan atau memperoleh lagi kesempurnaan asli individual itu apabila ia menyadari dengan insaf akan keesaan Allah dan berserah diri pada Hukum-hukum Ilahi. Jadi menurut Islam kejahatan itu sama sekali bukan hakiki atau asli; kejahatan itu adalah akibat yang diperoleh dari kehidupan manusia kemudiannya, dan disebabkan oleh penyalahgunaan sifat-sifat asli dan positif yang telah dikaruniakan Allah pada setiap individu makhluk manusia. Sifat-sifat itu adalah, seperti telah dikatakan lebih dahulu, berbeda dalam diri setiap diri individu tetapi selalu sempurna secara potensial dalam diri sendiri; dan perkembangannya yang penuh adalah mungkin dalam jangka waktu kehidupan manusia individu di muka bumi ini. Kita memang membenarkan bahwa kehidupan sesudah mati, berhubung dengan kondisinya yang diubah tentang perasaan-perasaan kesadaran, akan memberikan pada kita sifat-sifat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang sama sekali baru yang masih memungkinkan suatu kemajuan baru bagi jiwa manusia, tetapi ini hanya menyangkut kita dalam kehidupan kita di hari kemudian saja. Dalam kehidupan di dunia ini juga, ajaran Islam secara definitifif menegaskan, bahwa kita --setiap orang dari kita-- dapat mencapai ukuran kesempurnaan yang penuh dengan jalan mengembangkan sifat-sifat yang secara positif memang telah ada, yang membentuk individualitas-individualitas.
Dari segala agama hanya Islam yang memberikan kemungkinan bagi manusia untuk menikmati ukuran sepenuhnya kehidupan duniawinya tanpa sekejap pun meninggalkan tujuan spiritualnya. Betapa berbeda hal ini dari konsepsi Kristen. Menurut konsepsi Kristen, manusia jungkir balik dalam belenggu dosa warisan yang dilakukan oleh Adam dan Hawa dan oleh karena itu seluruh hidup dianggap --sekurang-kurangnya dalam teori dogmatik-- sebagai lembah sengsara dan kesedihan. Hidup merupakan medan pertempuran dua kekuatan: kejahatan yang diwakili oleh setan, dan kebaikan yang diwakili oleh Yesus Kristus. Setan berusaha dengan segala godaan-godaan jasadi untuk menghalang kemajuan jiwa menuju terang abadi; jiwa adalah milik Kristus sedang jasad adalah lapangan tempat pengaruh setan. Orang dapat menerangkan dengan cara lain: dunia materi pada hakekatnya adalah jahat sedang dunia ruh adalah Ilahi dan baik. Segala sesuatu dalam alam insani yang material, --atau "carnal", seperti istilah yang lebih disukai dalam theologia Kristen-- adalah hasil langsung dari penyerahan Adam kepada nasihat Pangeran Gelap dan Jasadi dari neraka. Oleh karena itu maka untuk memperoleh keselamatannya manusia harus memalingkan hatinya dari dunia daging ini ke arah hari kemudian, dunia spiritual, dimana "dosa manusia" ditebus oleh pengorbanan Kristus di tiang salib.
Sekalipun umpamanya dogma ini tidak ditaati dalam prakteknya --dan tidak pernah dipraktekkan-- adanya ajaran ini saja cenderung untuk menghasilkan suatu perasaan permanen dari kesadaran buruk dalam diri orang yang punya kecenderungan religius. Ia dilemparkan kedalam suatu gelanggang perjuangan antara panggilan penting untuk meninggalkan dunia dan desakan alami dari hatinya untuk menikmati hidup ini. Idea tentang dosa yang tak terelakkan karena diwariskan, dan tentang penebusan dosa --yang tidak dapat dipahami oleh pikiran umum-- melalui penderitaan Yesus di tiang salib, menegakkan tembok pemisah antara hasrat spiritual manusia dan hasratnya yang sejati untuk hidup.
Dalam Islam kita tidak mengenal dosa warisan; kita memandang hal itu tidak sesuai dengan idea keadilan Allah. Allah tidak membuat seorang anak bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan ayahnya dan betapa Ia akan membuat generasi-generasi ummat manusia yang tak terhitung jumlahnya akan bertanggungjawab atas dosa karena pelanggaran yang dilakukan oleh nenek moyangnya yang jauh? Tidaklah diragukan bahwa tidak mungkin menyusun keterangan falsafah tentang anggapan aneh ini, tetapi bagi pikiran yang menjangkau jauh hal itu akan tetap sebagai hal yang dibuat-buat dan tidak akan memuaskan seperti konsepsi tentang Tritunggal itu sendiri. Dan karena tidak ada dosa warisan maka tidak ada pula penebusan dosa universal dalam ajaran Islam. Setiap Muslim adalah penebus dosanya sendiri; ia memiliki segala kemungkinan-kemungkinan sukses dan kegagalan spiritual dalam dirinya sendiri.
Dikatakan dalam al-Qur'an tentang keperibadian manusia:
"Bagi dia apa yang telah diterimanya, dan terhadap dia kejahatan yang dilakukannya." (Qur'an Suci, 2: 286)
Ayat lainnya mengatakan:
"Tidak ada yang akan diperhitungkan bagi manusia, selain yang telah diusahakannya." (Qur'an Suci, 53:39).
Tetapi apabila Islam tidak memiliki aspek hidup yang suram seperti yang dilahirkan oleh Kristen, betapapun juga Islam tidak mengajarkan kepada kita untuk memberikan pada kehidupan duniawi nilai yang dilebih-lebihkan seperti yang diberikan oleh peradaban Barat modern. Sementara pandangan Kristen mengandung pengertian bahwa kehidupan duniawi adalah buruk, Barat modern --seperti dibedakan dari Kristen-- memuja hidup dalam cara tepat sama seperti si rakus memuja makannya; ia menelannya tetapi ia tidak punya respek terhadapnya. Sebaliknya Islam memandang kehidupan duniawi dengan tenang dan dengan respek. Ia tidak memujanya, tetapi memandangnya sebagai suatu tangga dalam perjalanan menuju kehidupan yang lebih tinggi. Tetapi justru karena ia adalah tangga, dan tangga yang perlu pula, manusia tidak berhak untuk menghinanya atau bahkan menganggap remeh nilai kehidupan duniawinya. Perjalanan kita melintasi dunia ini adalah satu bagian yang pasti dan positif dalam rencana Allah. Oleh karena itu kehidupan manusia bernilai sangat tinggi sekali; tetapi ia tidak boleh melupakan bahwa itu hanyalah nilai instrumental, sebagai alat saja. Bagi Islam tidak ada tempat bagi optimisme materialistik Barat modern yang mengatakan "Kerajaanku hanya di dunia ini saja" --tidak pula ada tempat bagi sikap benci pada hidup seperti ucapan Kristen: "Kerajaanku bukanlah daripada dunia ini." Islam menempuh jalan tengah; al-Qur'an mengajarkan manusia berdoa:
"Tuhan kami, berikanlah kiranya kepada kami kebaikan di dunia ini dan kebaikan di akhirat." (Quran Suci, 2:201)
Demikianlah penilaian penuh tentang dunia ini dan kebaikannya sama sekali bukan merupakan halangan bagi usaha-usaha spiritual kita. Harta benda dikehendaki tetapi bukan merupakan tujuan itu sendiri. Tujuan dari segala kegiatan praktek kita selalu harus berupa penciptaan dan pemeliharaan syarat-syarat perorangan dan sosial yang dapat bermanfaat bagi perkembangan tingkat moral dalam diri manusia. Sesuai dengan prinsip ini Islam membimbing manusia ke arah kesadaran tanggung jawab moral dalam segala hal yang dilakukannya, besar ataupun kecil. Perintah "Injil" yang terkenal: "Berikan kepada Kaisar kepunyaan Kaisar dan berikan kepada Tuhan kepunyaan Tuhan" tidak ada tempatnya dalam struktur agama Islam, karena Islam tidak mengakui adanya konflik antara tuntutan-tuntutan moral dalam kehidupan kita. Dalam segala hal hanya ada satu pilihan: pilihan antara benar dan salah, tidak ada lain. Dari situlah datangnya desakan kuat atas perbuatan sebagai satu unsur moralitas yang tidak dapat dilepaskan.
Setiap individu Muslim harus memandang dirinya secara pribadi bertanggungjawab atas segala sesuatu yang terjadi di sekitar dia dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan memberantas kejahatan pada setiap saat dan pada setiap arah. Dasar atas sikap ini terdapat dalam ayat al-Qur'an:
"Kamu adalah ummat terbaik yang telah dilahirkan kepada ummat manusia: kamu menganjurkan kebenaran dan mencegah kemungkaran, dan kamu beriman kepada Allah." (Qur'an Suci, 3:110).
Inilah pembenaran moral terhadap peperangan Islam, suatu pembenaran terhadap penaklukan-penaklukan Islam dan tentang apa yang sering ditunjukkan sebagai "imperialisme". Islam adalah "imperialisme" apabila anda akan memaksakan istilah itu; tetapi "imperialisme" semacam ini tidak terdorong oleh cinta akan kekuasaan, tidak ada hubungan dengan egoisme ekonomi dan egoisme nasional, tidak ada sangkut paut dengan keserakahan untuk memperbesar kesenangan kaum Muslimin atas kerugian orang lain; tidak pula itu dimaksudkan sebagai pemaksaan atas orang-orang tidak beriman ke dalam rangkulan Islam. Sebagaimana halnya, itu hanya dimaksudkan untuk pembangunan dunia demi perkembangan spiritual manusia sebaik mungkin. Karena menurut ajaran Islam, pengetahuan moral secara otomatis memaksakan tanggung jawab moral atas manusia. Pemisahan platonik melulu antara baik dan buruk tanpa desakan untuk mengangkat kebaikan dan memberantas keburukan adalah immoralitas kasar dalam sendirinya. Dalam Islam moralitas hidup dan mati bersama perjuangan manusia untuk menegakkan kejayaan moralitas itu di muka bumi