tag:blogger.com,1999:blog-63349028352733623792024-02-20T00:44:18.160-08:00@@@@@@ Y@N$ $TORIE$ @@@@@@Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.comBlogger24125tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-35860941784237393002011-05-31T02:21:00.000-07:002011-05-31T02:21:40.847-07:00Rezeki Itu Datang<div style="text-align: justify;"><img alt="seribu dinar Rezeki Itu Datang" class="aligncenter size-full wp-image-1300" height="330" src="http://www.2lisan.com/wp-content/uploads/2010/04/seribu-dinar.jpg" title="Rezeki Itu Datang" width="384" /> </div><div style="float: none; margin: 0px 0pt; text-align: center;"> <input id="IL_RELATED_TAGS2" name="IL_RELATED_TAGS" type="hidden" value="1" /><br />
</div><div style="float: right; margin: 0px 0pt 0px 0px;"> <a href="http://www.2lisan.com/" title=".">.</a> </div><div style="text-align: justify;">Banyak manusia merasa khawatir dalam mencari rezeki karunia Allah SWT. Bahkan tidak sedikit <span class="IL_AD" id="IL_AD3">dari</span> mereka yang rela menggadai diri dan menghinakan martabat.</div><div style="float: right; margin: 0px 0pt 0px 0px;"> <a href="http://www.2lisan.com/" title=".">.</a> </div><div style="text-align: justify;">Kondisi dunia <span class="IL_AD" id="IL_AD6">modern</span> yang sarat persaingan dan pergulatan menuntut mereka untuk lebih berjibaku dalam mencari nafkah berupa karunia Tuhan. Betapa banyak setiap pagi di belahan bumi manapun di dapati wajah-wajah penuh ketegangan dan kepanikan yang memancarkan <a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/rona-khawatir/" rel="tag" title="Posts tagged with rona khawatir">rona khawatir</a> dalam mengais rezeki di pagi hari.</div><div style="float: right; margin: 0px 0pt 0px 0px;"> <a href="http://www.2lisan.com/" title=".">.</a> </div><div style="text-align: justify;">Seolah, mereka tidak memiliki Tuhan yang <span class="IL_AD" id="IL_AD1">Maha</span> Kaya Yang Mampu menjamin rezeki setiap hambaNya. Dialah Allah, Ar Razzaq <span class="IL_AD" id="IL_AD5">Sang</span> Pemberi Rezeki.</div><div style="text-align: justify;">Hal yang sering luput dari diri manusia zaman modern ini adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah SWT telah menjamin rezeki <a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/dan-nafkah/" rel="tag" title="Posts tagged with dan nafkah">dan nafkah</a> setiap hambaNya. Karena keyakinan ini semakin memudar, maka setiap <span class="IL_AD" id="IL_AD8">individu</span> bergulat dan berkutat dalam kehidupan dunia <span class="IL_AD" id="IL_AD12">demi</span> memenuhi kebutuhan hidup belaka.</div><div style="text-align: justify;">Dalam <strong><em>kitab <a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/mirqaat-al-mafatiih/" rel="tag" title="Posts tagged with Mirqaat al Mafatiih">Mirqaat al Mafatiih</a></em></strong>, terdapat kutipan pernyataan <strong>Al Qusyairi</strong> yang mengatakan; <em>“Seseorang yang mengetahui bahwa Allah itu adalah Sang Pemberi Rezeki, berarti ia telah menyandarkan tujuan kepadaNya dan mendekatkan diri dengan terus bertawakal kepadaNya.”</em></div><div style="text-align: justify;">Pernyataan Al Qusyairi ini penting untuk diyakini bahwa memang kunci mendapatkan rezeki adalah dengan mendatangi Sang Pemilik rezeki yaitu Ar Razzaq! Sebab dengan mendatanginya maka segala hal kebutuhan akan terpenuhi.</div><div style="text-align: justify;">Apakah kita belum pernah mendengar <a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/hadits/" rel="tag" title="Posts tagged with hadits">hadits</a> yang amat masyhur ini: <em>“Hai manusia, jika dari generasi pertama sampai terakhir, baik jin dan manusia berkumpul dalam satu tempat untuk meminta kepadaKu, lalu <a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/masing/" rel="tag" title="Posts tagged with masing">masing</a>-<a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/masing/" rel="tag" title="Posts tagged with masing">masing</a> orang meminta untuk tidak mengurangi kebutuhannya, niscaya hal tersebut tidak mengurangi sedikitpun dari kekuasaanKu, kecuali hanya seperti jarum yang dicelupkan di laut.” </em><strong>(HR. <span class="IL_AD" id="IL_AD9">Muslim</span>).</strong></div><div style="text-align: justify;">Ini semua bukanlah demi menafikan sebuah ikhtiar mencari nafkah atau bekerja. Tetap <span class="IL_AD" id="IL_AD7">saja</span> bekerja sebuah prasyarat mulia untuk mendapatkan nafkah, dan para <span class="IL_AD" id="IL_AD2">Nabi</span>; manusia terhormatpun tetap melakukannya.</div><div style="text-align: justify;">Namun tekanan yang terpenting dalam mencari rezeki <a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/dan-nafkah/" rel="tag" title="Posts tagged with dan nafkah">dan nafkah</a> adalah ketaatan <a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/kepada-allah/" rel="tag" title="Posts tagged with kepada Allah">kepada Allah</a> Sang Pemberi rezeki.</div><div style="text-align: justify;">Dalam <strong><em>Kitab Shahih Al Jami’</em></strong> disebutkan sebuah <a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/hadits/" rel="tag" title="Posts tagged with hadits">hadits</a> dari Rasulullah SAW yang berbunyi:<em> “Sesungguhnya malaikat Jibril menghembuskan ke dalam hatiku bahwasanya jiwa hanya akan <span class="IL_AD" id="IL_AD4">mati</span> sampai <span class="IL_AD" id="IL_AD10">tiba</span> masanya dan memperoleh rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah, carilah nafkah yang baik, jangan bermalas-malasan dalam mencari rezeki, terlebih mencarinya dengan bermaksiat <a class="st_tag internal_tag" href="http://www.2lisan.com/tag/kepada-allah/" rel="tag" title="Posts tagged with kepada Allah">kepada Allah</a> karena sesungguhnya Allah tidak akan <span class="IL_AD" id="IL_AD11">memberikan</span> apa yang dicarinya kecuali dengan taat kepadaNya.”</em></div><div style="text-align: justify;">Sebab itu, usahlah panik dalam mencari karunia Allah SWT berupa rezeki. Yakinilah bahwa rezeki itu datang, bahkan kedatangannya menghampiri diri kita begitu cepat.</div><div style="text-align: justify;"><em>“Sesungguhnya rezeki itu akan mencari seseorang dan bergerak lebih cepat daripada ajalnya.”</em><strong> (HR. Thabrani)</strong></div><div style="text-align: justify;"><strong><em>Semoga Allah memberkahi rezeki & hidup kita bersama. Amien</em></strong></div>Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-9692249555233558302011-05-17T06:50:00.001-07:002011-05-17T06:50:59.642-07:00Meningkatkan Rasa Syukur<center><a href="http://www.motivasi-islami.com/forum/" target="_blank"><br />
</a></center> <img alt="meningkatkan rasa syukur" class="alignleft size-full wp-image-2956" height="193" src="http://www.motivasi-islami.com/wp-content/uploads/2010/10/921440_sun_in_my_hands.jpg" title="meningkatkan rasa syukur" width="300" />Tidak diragukan lagi, untuk meraih sukses kita perlu <b>meningkatkan rasa syukur</b> kita terhadap nikmat yang Allah berikan kepada kita. Bagaimana tidak, kita sudah belajar bagaimana manfaat syukur yang luar biasa dalam kehidupan kita. Namun, yang menjadi pertanyaan, kenapa masih banyak orang yang tidak atau kurang bersyukur? Atau ada juga orang yang merasa sudah bersyukur, tetapi dia merasa tidak ada tambahan nikmat sesuai dengan janji Allah. Padahal janji Allah tidak mungkin salah. Artinya cara bersyukur kita yang salah, kita merasa bersyukur padahal kita belum bersyukur.<span id="more-2953"></span><br />
<h3>Tiga Kesalahan Dalam Bersyukur</h3>Jika kita bersyukur, nikmat kita akan ditambah oleh Allah. Mungkin, kita sudah hafal ayat Al Quran yang menjelaskan hal ini:<br />
<em>Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu</em> (<strong>QS Ibrahim:7</strong>)<br />
Lalu, mengapa ada orang yang merasa sudah bersyukur tetapi merasa tidak mendapatkan nikmat tambahan? Karena janji Allah tidak mungkin salah, artinya ada yang salah dengan diri kita. Ada tiga kemungkinan:<br />
<ul><li>Pertama: cara kita bersyukur yang salah.</li>
<li>Kedua: kita kurang peka terhadap nikmat yang sebenarnya sudah Allah berikan kepada kita.</li>
<li>Ketiga: Allah memberikan nikmat lain yang terbaik bagi kita, tapi kita tidak menyadarinya.</li>
</ul>Pada artikel kali ini, saya akan fokus menyoroti tentang point kedua dan ketiga. Dengan dua penyebab itu, kita akan kurang bersyukur. Jika kita kurang bersyukur, maka wajar jika nikmat tidak kunjung datang. Kita harus terus <i>meningkatkan rasa syukur</i> kita terhadap nikmat Allah. Insya Allah, poin pertama, cara bersyukur akan dibahas pada artikel lain.<br />
<h3>Bagaimana cara meningkatkan rasa syukur?</h3><ol><li>Luangkan waktu untuk merenungkan nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan kepada kita. Nikmat itu sangat banyak, bahkan tidak akan terhitung. Lalu mengapa banyak orang yang merasa tidak mendapatkan nikmat? Karena mereka kurang memberikan perhatian terhadap nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan. Allah mengulang-ngulang ayat “<em>Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan</em>?” dalam surah ar Rahmaan, dimana salah satu hikmahnya adalah agar kita lebih memperhatikan nikmat-nikmat. Saat kita memberikan perhatian terhadap nikmat, kita akan melihat, kita akan <em>ngeh</em>, bahwa nikmat Allah yang kita terima sangat banyak.</li>
<li>Berprasangka baiklah kepada Allah. Banyak nikmat yang tidak terlihat bagi kita. Kita sering menganggap bahwa nikmat itu harus dalam bentuk materi, padahal lebih luas dari itu. Seringkali kita menganggap bahwa nikmat itu adalah sebuah pemberian, padahal bisa saja Allah sudah menghindarkan kita dari suatu musibah yang asalnya akan menimpa kita. Mungkin tidak ada yang bertambah pada diri kita, tetapi terhindar dari musibah bukankan sebuah nikmat yang besar? Renungkanlah…</li>
<li>Setelah kita mengetahui bahwa nikmat Allah begitu banyaknya, maka langkah selanjutnya ialah memasukan pengetahuan ini ke dalam hati. Agar melekat dengan diri kita sehingga rasa syukur kita akan bertambah. Caranya ialah terus menerus mengingat nikmat dalam berbagai kesempatan. Semakin sering kita mengingat nikmat, akan semakin tertancap dalam hati, maka rasa syukur pun akan meningkat.</li>
</ol>Jadi cara <u>meningkatkan rasa syukur</u> diawali dengan pengetahuan akan nikmat yang telah kita terima. Namun tidak cukup hanya pengetahuan saja, karena banyak orang yang tahu tetapi kurang bersyukur. Pengetahuan akan nikmat ini harus tertanam dalam hati kita.<br />
Kita sudah mengetahui bagaimana cara meningkatkan rasa syukur. Muda-mudahan dengan meningkat rasa syukur, nikmat kita akan bertambah.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-72338857774655666102011-05-17T06:15:00.001-07:002011-05-17T06:15:57.474-07:00Mendapatkan Petunjuk dan Rahmat<center><a href="http://www.motivasi-islami.com/forum/" target="_blank"><br />
</a></center> <img alt="petunjuk dan rahmat" class="alignleft size-full wp-image-2813" height="200" src="http://www.motivasi-islami.com/wp-content/uploads/2010/09/alquran.jpg" title="petunjuk dan rahmat" width="300" />Berapa 1 + 1 ?<br />
Tahukah Anda jika jawaban 2 tidak selamanya benar. Jika kita berbicara pada basis 10, maka 1+1 = 2. Tetapi jika kita bicara pada basis 2, maka 1+1 = 10. Anda ingat pelajaran tentang basis saat SMA? Ada hikmah besar dari ilmu matematika ini, hikmah yang insya Allah bisa menyelamatkan kita.<span id="more-2812"></span><br />
Apa hikmahnya? Dalam penilaian sesuatu, cara berpikir, selalu mengikuti sebuah kaidah atau pola tertentu. Lihatlah anak kecil, mereka berpikir dengan cara yang sederhana atau polos. Kenapa? Karena kaidah atau pola yang ada di dalam pikiran anak itu masih sederhana.<br />
Berapa panjang meja di depan Anda? Anda hanya akan menjawab dengan tepat jika Anda sudah mengukurnya dengan meteran standar atau ada orang lain yang sudah mengukurnya dan memberitahu kepada Anda. Jika tidak, maka Anda hanya mampu menebak yang hasilnya bisa benar bisa tidak. <br />
Tebakan Anda pun, sebenarnya berpatokan pada pengalaman Anda tentang ukuran panjang. Orang yang belum terbiasa dengan satuan kaki (feet) akan sulit membayangkan seekor buaya yang panjangnya 10 kaki. Tapi bagi yang sudah berpengalaman, maka dengan mudah bisa membayangkan sepanjang apa buaya tersebut.<br />
Hikmah kedua, bahwa dalam berpikir kita memerlukan sebuah patokan atau acuan, baik alat ukur yang jelas atau setidaknya informasi yang sudah kita dapatkan baik dari pengalaman sendiri maupun orang lain.<br />
Kaidah-kaidah yang ada didalam pikiran kita dibentuk dari berbagai informasi yang ada. Informasi tersebut bisa didapatkan dengan cara membaca, menonton, mendengar, dan mengalami termasuk kerja panca indra kita.<br />
Kaidah-kaidah inilah yang akan kita gunakan dalam proses berpikir dalam hidup. Kemudian menghasilkan kesimpulan dan kita akan mengaplikasikannya dalam tindakan sehari-hari. Tindakan sehari-hari Anda akan menentukan sukses Anda, dunia dan akhirat.<br />
Pemahaman proses berpikir ini, akan membantah pemahaman orang-orang yang hanya mengandalkan akal atau pikiran atau mengedepankan akal diatas segalanya. Kenapa? Karena tidak mungkin! Akal atau pikiran akan bekerja mengikuti kaidah-kaidah tertentu yang dibentuk dari kumpulan informasi yang didapatnya. Artinya informasi selalu mendahului akal. Kecuali untuk hal-hal yang bersifat naluriah, seperti haus haru minum, lapar harus makan, dan sebagainya.<br />
Bahkan seorang Rasulullah saw. Cara berpikir Rasulullah saw dilandasi informasi yang berupa wahyu, yang langsung datang dari Allah. Saat Rasulullah saw melakukan kesalahan dalam berpikir, maka Allah langsung menegurnya. Artinya, hasil pemikiran saja tidak memberikan hasil yang dijamin benar.<br />
Lalu, bagaimana agar pemikiran lebih mendekati kebenaran? Jawabannya tiada lain dengan menggunakan kaidah-kaidah yang dijamin kebenarannya, yaitu Al Quran dan Hadits Sahih.<br />
Pertanyaan untuk bahan muhasabah kita, mana yang lebih banyak di memori kita, apakah informasi dari Al Quran dan Hadist atau informasi dari selainnya?<br />
Kita dijejali dengan berbagai informasi, hampir setiap waktu. Dari TV, radio, internet, media masa, obrolan, dan banyak sumber lainnya. Pertanyaanya, berapa waktu yang kita miliki untuk menyerap informasi dari Al Quran dan hadits?<br />
Padahal, jika kita mendahulukan akal daripada syara’ adalah merupakan asal dari segala finah<br />
“asal segala fitnah adalah mendahulukan akal daripada syara’ ” [Ibnul Qayyim]<br />
Ini yang disebut oleh Ibnul Qayyim sebagai fitnah subhat. Yang sering mengikuti finah subhat adalah fintah syahwat yaitu <br />
“serta mendahulukan hawa nafsu daripada akal” [Ibnul Qayyim]<br />
Orang yang terkena fitnah ini adalah mereka lebih mengutamakan hawa nafsu, kemudian akal mengikutinya, baru kemudian syara’. Artinya mereka berargumen dengan dalil syara’ hanya untuk mengikuti hawa nafsunya.<br />
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka.” (An-Najm: 23).<br />
Ibnul Qayyim pun memberikan solusinya:<br />
“Fitnah syubhat dihalau dengan keyakinan, dan fitnah syahwat dihalau dengan kesabaran. Dengan kesempurnaan akal dan kesabaran, maka fitnah syahwat itu bisa ditolak, dan dengan kesempurnaan ilmu serta keyakinan maka fitnah syubhat itu juga bisa ditaklukkan. Dan hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan.”<br />
Lanjutnya:<br />
“Jika seorang hamba selamat dari fitnah syubhat dan syahwat, maka ia telah memperoleh dua tujuan yang agung, yang keduanya merupakan sumber kebahagiaan, kemenangan dan kesempurnaannya. Dua hal itu adalah <b>petunjuk dan rahmat</b>.”<br />
“<em>Lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka</em>.” (Thaha: 123).<br />
[Sumber Bacaan: Manajemen Qalbu - Melumpuhkan Senjata Syetan Karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah]<br />
Semoga, kita semua menjadi manusia yang mendapatkan <i>petunjuk dan rahmat</i> dari Allah SWT.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-75867248701025172922011-05-17T06:08:00.001-07:002011-05-17T06:08:53.292-07:00Berubah Itu Langkah Demi Langkah<center><a href="http://www.motivasi-islami.com/forum/" target="_blank"><br />
</a></center> <img alt="berubah" class="alignleft size-full wp-image-3037" height="225" src="http://www.motivasi-islami.com/wp-content/uploads/2010/10/langkah.jpg" title="berubah" width="300" />Banyak orang yang ingin <i>berubah</i>. Namun dia merasakan begitu sulit <u>berubah</u>. Apa penyebabnya?<br />
Anda pernah membaca artikel <a href="http://www.motivasi-islami.com/bisakah-memakan-sepeda/" target="_blank">Bisakah Memakan Sepeda</a>?<br />
Saat pertanyaan ini diajukan kepada peserta pelatihan saya, jawabannya macam-macam. Banyak yang mengatakan tidak mungkin. Bagaimana bisa memakan sepeda? Mereka anggap saya hanya bercanda.<br />
Padahal, orang yang memakan sepeda bukan fiktif bukan juga bercanda. Ini benar, adanya tercatat di Guiness Book of Record. Bahkan katanya, sudah terpecahkan oleh orang yang memakan Harley Davidson. Wow!<br />
Bagaimana bisa? Inilah kuncinya. Ini adalah kunci yang bisa membuat perbedaan sangat mendasar. Pemahaman inilah yang menjadikan seseorang menjelma menjadi orang hebat atau tidak. Inilah rahasia berubah!<br />
<span id="more-3036"></span><br />
<h2>Rahasia Berubah Itu Langkah Demi Langkah</h2>Orang bisa memakan sepeda, bahkan Harley Davidson, karena mereka memakannya secara bertahap. Pemakan sepeda memotong-motong sepedanya, bahkan dihancurkan, kemudian dimakan sedikit demi sedikit. Akhirnya dia bisa menghabiskan sepeda (masuk ke dalam perutnya) dalam waktu 3 bulan.<br />
Lama? Iya, memang lama. Tetapi berhasil. Jika sepeda hanya pelototi saja. Jika kita hanya memikirkan bagaimana cara makan sepeda sekaligus, kita bisa menyerah. Langsung saja kita mengatakan: “Mustahil!”<br />
Begitu juga dalam berubah. <strong>Jika Anda ingin menjadi seseorang yang lebih baik, mulailah berubah. Langkah demi langkah, jangan berpikir sekaligus.</strong> Saat kita berpikir bahwa kita harus berubah sekaligus, meski mulut tidak berucap, pikiran bawah sadar kita akan mengatakan itu mustahil. Apa akibatnya? Dia tidak mengambil langkah untuk berubah.<br />
Bagaimana kita bisa menghafal Al Quran? Bukankah banyak sekali? Para penghafal Al Quran menghafal ayat demi ayat, bahkan bisa jadi satu ayat pun di potong-potong dulu agar mudah menghafalnya.<br />
Berubah itu selangkah demi selangkah. Sama seperti Anda makan, sesuap demi sesuap.<br />
<h2>Berubah Sedikit Tetapi Kontinyu</h2>Sepotong demi sepotong, sepeda pun habis dimakan. Selangkah demi selangkah, para pelari marathon pun bisa melalui puluhan kilo meter. Putaran demi putaran ban mobil Anda, ratusan kilo meter pun bisa ditempuh.<br />
Jangan anggap sepele perubahan yang kecil atau sedikit. Jika dilakukan secara kontinyu, akan membawa perubahan besar dalam hidup Anda. Seorang trainer (Wiwoho) pernah mengatakan <strong>Kesuksesan besar adalah kasil dari kumpulan kesuksesan-kesuksesan kecil</strong>.<br />
Rasulullah saw, dengan indah bersabda:<br />
<em>Amalan-amalan yang paling disukai Allah ialah yang lestari (langgeng atau berkesinambungan) meskipun sedikit</em>. (HR. Bukhari)<br />
Lakukanlah perubahan itu, meski pun kecil, sebab tidak ada yang kecil jika kita melakukan secara terus menerus, langkah demi langkah.<br />
Siap-siap…. berubah!Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-1958746684511761092011-05-17T06:02:00.000-07:002011-05-17T06:02:02.721-07:00Janganlah Kamu Bersedih<center><a href="http://www.motivasi-islami.com/forum/" target="_blank"><br />
</a></center> <img alt="bersedih" class="alignleft size-full wp-image-2947" height="300" src="http://www.motivasi-islami.com/wp-content/uploads/2010/10/senyum.jpg" title="bersedih" width="284" />Mungkin Anda pernah membaca ayat ini: “<em>Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita</em>.” <strong>(At-Taubah:40)</strong> Lalu, bagaimana jika kita tetap merasa <u>bersedih</u>? Ini artinya ada sesuatu yang salah dalam hati kita. Dalam ayat diatas, kita tidak perlu bersedih sebab Allah beserta kita. Jika kita masih tetap saja bersedih, artinya kita belum merasakan kedekatan dengan Allah. <br />
Yang dimaksud bersedih bukanlah berarti menangis. Menangis dalam rangka takut dan berharap kepada Allah malah dianjurkan supaya kita bebas dari api neraka. Bersedih yang dilarang adalah kesedihan akibat ketidaksabaran, tidak menerima takdir, dan menunjukan kelemahan diri.<span id="more-2944"></span><br />
<strong>Bersedih Itu Manusiawi</strong><br />
Para Nabi bersedih. Bahkan Rasulullah saw pun bersedih saat ditinggal oleh orang-orang mencintai dan dicintai beliau. Namun, para Nabi tidak berlebihan dalam sedih. Para Nabi segera bangkit dan kembali berjuang tanpa larut dalam kesedihan.<br />
<strong>Bersedih Tidak Diajarkan</strong><br />
Bersedih (selain takut karena Allah) tidak diajarkan dalam agama. Bahkan kita banyak menemukan ayat maupun hadist yang melarang kita untuk bersedih.<br />
“<em>Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita</em>.” <strong>(QS.At-Taubah:40)</strong><br />
“<em>Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman</em>.” (QS.Ali ‘Imran:139)<br />
Rasulullah saw pun berdo’a untuk agar terhindar dari kesedihan,<br />
“<em>Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran; Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur. Tiada Tuhan kecuali Engkau.</em>” (<strong>HR. Abu Dawud</strong>)<br />
<strong>Lalu, bagaimana supaya kita tidak bersedih?</strong><br />
Jika kita melihat ayat dan hadits yang disebutkan diatas, setidaknya kita sudah memiliki dua solusi agar kita tidak terus berada dalam kesedihan.<br />
<strong>Pertama</strong>: dari ayat diatas (At Taubah:40) bahwa cara menghilangkan kesedihan ialah dengan menyadari, mengetahui, dan mengingat bahwa Allah bersama kita. Jika kita sadar bahwa Allah bersama kita, apa yang perlu kita takutkan? Apa yang membuat kita sedih. Allah Maha Kuasa, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita.<br />
Saat kesedihan terus menimpa kita, mungkin kita lupa atau hilang kesadaran, bahwa Allah bersama kita. Untuk itulah kita diperintahkan untuk terus mengingat Allah.<br />
“<em>Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram</em>.” (<strong>QS Ar Ra’d:28</strong>)<br />
Dari ayat ini, kita sudah mengetahui cara menghilangkan kesedihan, kecemasan, dan ketakutan yaitu <em>bidzikrillah</em>, dengan berdzikir mengangat Allah.<br />
Saat saya mengalami kesedihan, ketakutan, atau kecemasan, ada tiga kalimat yang sering saya gunakan untuk berdzikir.<br />
<ol><li>Istighfar, memohon ampun kepada Allah.</li>
<li><em>La haula wala quwwata illa billah</em> (Tiada daya upaya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)</li>
<li><em>Hasbunallaah wa ni’mal wakiil</em> (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baiknya Pelindung)</li>
<li>Tentu saja, masih banyak kalimat-kalimat baik lainnya yang bisa Anda ucapkan</li>
</ol>Alhamdulillah, kesedihan, kecemasan, dan ketakutan menjadi sirna setelah berdzikir dengan kalimat-kalimat diatas. Tentu saja, bukan saja dzikir di lisan tetapi harus sampai masuk ke hati.<br />
<strong>Kedua</strong>: cara menghilangkan kesedihan ialah dengan berdo’a seperti dicontohkan oleh Rasulullah saw. Nabi pun meminta pertolongan Allah, apa lagi kita, jauh lebih membutuhkan pertolongan Allah. Maka berdo’alah.<br />
Tentu saja, masih banyak cara supaya kita tidak bersedih. Saya bisa menulis buku tebal jika mau membahas semuanya. Namun, dengan dua cara utama diatas kita akan mendapatkan mamfaat yang luar biasa. Bersedih masih mungkin kita alami, tetapi tidak lagi bersedih yang berlebihan dan berlarut-larut. Karena hidup dan perjuangan harus berjalan terus. <br />
Janganlah kamu bersedih.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-11437801398669764842011-05-17T05:52:00.000-07:002011-05-17T05:52:47.568-07:00Sabar Itu Selalu Baik<center><br />
<a href="http://www.motivasi-islami.com/forum/" target="_blank"></a></center> <a href="http://www.motivasi-islami.com/wp-content/uploads/2011/05/tantangan.jpg"><img alt="sabar" class="alignleft size-full wp-image-3418" height="300" src="http://www.motivasi-islami.com/wp-content/uploads/2011/05/tantangan.jpg" title="sabar" width="171" /></a>Ada yang mengatakan bahwa <u>sabar</u> itu tidak selamanya baik. Mudah-mudahan yang dia maksud adalah “sabar” dalam definisi lain. Sabar yang tidak baik, bukanlah yang diambil dari kata <em>shabar</em> dari Al Quran dan hadits. Sebab, jika yang dimaksud itu sama dengan shabar seperti yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya, maka itu salah besar. <strong>Jika sebuah sikap atau perilaku yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, maka itu pasti benar dan pasti baik</strong>.<br />
<h1>Sabar Itu Perintah Allah</h1>Silahkan buka Al Quran dan Hadits, banyak ayat dan hadits yang menyuruh kita untuk bersabar. Jadi tidak mungkin sabar itu tidak baik. Jadi, selalu baik dan ini ajaran dari Allah.<br />
<h2>Allah Beserta Orang-orang Yang Sabar</h2><em>Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar</em>. (QS. Al Baqarah:153)<br />
Pastinya Allah senang bersama hamba-hamba-Nya yang melakukan kebenaran dan kebaikan. Jadi tidak mungkin jika “ada yang tidak baik”. Jika Anda mengatakan tidak selamanya baik, apakah jika Allah menyertai kita itu tidak baik?<br />
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang mengatakan bahwa Allah suka dan memerintahkan kita untuk bersabar. Tentu saja tidak semuanya bisa ditampilkan disini karena saking banyaknya. Silahkan buka Al Quran dan Anda akan menemukannya dengan mudah. Bahkan, jika mau membuka kitab-kitab hadits, Anda akan menemukan lebih banyak lagi.<br />
<h2>Allah Memberikan Balasan Kepada Orang Yang Sabar</h2><em>Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan</em>. (<strong>QS. An Nahl:96</strong>)<br />
<h3>Orang Yang Sabar Memiliki Kekuatan Lebih Besar</h3><em>Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. </em>(<strong>QS. Al Anfaal:65</strong>)<br />
<h3>Para Nabi Adalah Mereka Yang Bersabar</h3><em>Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar</em>. (<strong>QS Al Anbiyaa’:85</strong>)<br />
Jelas sudah, kutipan-kutipan ayat diatas sudah menjelaskan kepada kita,<strong> bahwa sabar itu baik dan selalu baik</strong>. Ini merupakan bantahan bagi yang mengatakan tidak selalu baik atau ada batasnya. Saya penting mengatakan ini untuk mencegah kesalahan pengertian sehingga seolah ada ajaran Al Quran yang tidak membawa kebaikan. Saya hanya ingin menegaskan bahwa ajaran Al Quran itu benar dan selalu membawa kebaikan.<br />
<h1>Dimulai Dengan Pemahaman Yang Benar</h1>Salah satu penyebab mengapa orang mengatakan sesuatu yang salah tentang sabar itu karena pemahaman yang salah. Pemahaman yang salah akibat kurang seriusnya dalam belajar. Tidak belajar pada sumbernya yang jelas dan valid, hanya mengikuti berbagai perkataan atau omongan sekilas yang bisa saja datang dari sekedar opini atau prasangka.<br />
Dikiranya hanya diam. Dikiranya menyerah. Dikiranya hanya menunggu tanpa upaya. Memang, dalam kondisi tertentu, bisa dalam artian diam. Namun bukan sembarang diam, sebab tidak selamanya diam itu adalah kesabaran. Orang yang diam demi mempertahankan kebenaran, itulah yang disebut dengan kesabaran. Diam membiarkan kemunkaran itu bukan kesabaran. Menunda-nunda pekerjaan, bukanlah yang disebut kesabaran.<br />
Bahkan saat seseorang marah, kemudian mengangkat pedang untuk menegakkan kebenaran, maka itu tidak akan menghilangkan sikap sabar pada diri orang tersebut. Siapa orang yang paling sabar? Tentu Rasulullah saw, tetapi beliau tetap berperang. Bahkan seringkali, dalam Al Quran, kata perjuangan, perang, dan jihad disandingkan dengan kata kesabaran.<br />
Mulailah memahami apa definisinya dari sumber yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan. Silakan Anda baca artikel lain yang menjelaskan tentang <a href="http://www.motivasi-islami.com/perjuangan-dan-kesabaran/" target="_blank">sabar</a> dan definisinya, klik <a href="http://www.motivasi-islami.com/perjuangan-dan-kesabaran/" target="_blank">Perjuangan dan Kesabaran</a>.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-90939658574089608142011-05-17T05:44:00.000-07:002011-05-17T05:44:06.043-07:00Ketenangan Hidup<center><a href="http://www.motivasi-islami.com/forum/" target="_blank"><br />
</a></center> <img alt="ketenangan hidup" class="alignleft size-full wp-image-2887" height="199" src="http://www.motivasi-islami.com/wp-content/uploads/2010/09/air-terjun.jpg" title="ketenangan hidup" width="300" />Ilmu fisika, biologi, falak, dan kimia telah menunjukan kepada kita bahwa dunia diciptakan dengan aturan-aturan dan ukuran-ukuran yang rapi. Tidak ada tempat bagi sesuatu yang terjadi secara kebetulan, semua berjalan mengikuti hukum-hukum yang telah Allah ciptakan di alam semesta ini.<br />
“… <em>dan, Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya</em>.” (<strong>QS Al Furqaan:2</strong>)<br />
“<em>Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran</em>.” (<strong>QS Al Qamar:49</strong>)<br />
Dan, tentu saja Allah menciptakan semua ini bukan tanpa tujuan. Tidak mungkin tanpa tujuan. Pasti, akan selalu ada hikmah di balik semua penciptaan ini.<span id="more-2884"></span>Namun, keyakinan akan semua hikmah ini, bukan berarti kita akan mengetahuinya. Karena keterbatasan ilmu manusia, bisa saja hikmah-hikmah itu masih tersembunyi, tidak terungkap oleh pandangan manusia yang terbatas ini.<br />
“… <em>mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak</em>. ” (<strong>QS. An Nisaa’:19</strong>)<br />
<em>“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui</em>.” (<strong>QS. Al Baqarah:216</strong>)<br />
Dan, saya yakin bahwa keterbatasan ini pun memberikan hikmah yang luar biasa bagi kehidupan manusia. Tidak semuanya harus ada jawaban, yang perlu kita yakini adalah semuanya demi kebaikan kita. Dalilnya sudah jelas dan sudah kita hafal bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.<br />
Kadang kita berusaha keras, namun hasil seolah tidak kunjung datang. Saya kata seolah sebab itu hanyalah pandangan kita yang terbatas. Strategi, taktik, dan rencana matang tidak selamanya akan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita. Bisa jadi, Allah telah menyiapkan yang lain yang pastinya akan lebih baik dari itu.<br />
<em>“… Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru</em>.” (<strong>QS Ath Thalaaq:1</strong>)<br />
“<em>Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.</em> (<strong>At Takwir:29</strong>)<br />
Jika saya berikhtiar itu semata-mata karena memenuhi perintah Allah. Manusia hanya berusaha, sedangkan Allah yang menentukan akibat dan hasilnya. Dan saya merasa yakin bahwa akibat dan hasil yang dipilihkan Allah bagi saya adalah yang terbaik bagi saya.<br />
Jika demikian, mengapa kita harus takut dan khawatir dalam menjalani hidup? Bukankah semuanya untuk kebaikan kita sendiri. Pahit mungkin terasa pahit yang kita alami. Kita tidak menyukai. Kita membencinya. Padahal boleh jadi itu yang terbaik bagi kita.<br />
Ya Allah, ampunilah hamba-Mu ini. Yang sering mengeluh dengan pemberian-Mu. Yang sering lupa bahwa Engkau memberikan yang terbaik.<br />
Mudah-mudahan, mulai detik ini saya merasa tentram terhadap rahmat Allah, keadilan-Nya, kebijaksanaan-Nya, dan ilmu-Nya. Hidup yang lebih tenang karena “melihat” peran Allah dalam setiap peristiwa dan setiap urusan. Hidup yang tenang, karena hidup dalam lindungan dan pemeliharaan Allah.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-5092135623552969622011-05-16T15:43:00.001-07:002011-05-16T15:43:32.064-07:003 Penyesalan Yang Akan Dialami Sekelompok Manusia<div class="entry"> Dalam beberapa ayat, al-Quran menginformasikan peristiwa masa depan yang akan dialami sekelompok manusia di akhirat kelak. Berupa ‘penyesalan’ atas rekam jejak hidupnya yang jauh dari nilai Islam selama di dunia. Ungkapan penyesalan ini diabadikan dengan ungkapan <em><strong>“Ya Laitani”</strong></em>. Penyesalan yang hanya terucap, namun tidak bisa terwujud. Karena waktu sudah terlambat.<br />
<span id="more-1074"></span>Boleh jadi, informasi ini memberikan pelajaran bagi yang masih hidup di dunia. Agar waspada, jangan sampai penyesalan itu dialaminya di akhirat kelak. Masih lebih baik, jika penyesalan itu terjadi di dunia. Karena di dunia, masih ada kesempatan untuk berubah menjadi lebih baik. Sebaliknya, penyesalan di akhirat tidaklah berguna, kecuali neraka jahannam.<br />
Lalu, apa sajakah penyesalan-penyesalan yang akan dialami sekelompok manusia itu?, Jawabannya adalah sebagai berikut:<br />
<strong>#Penyesalan Pertama: Penyesalan Saat Sakaratul Maut</strong><br />
Sakarat bisa diartikan sebagai mabuk akal atau hilang segala-galanya. Nabi berpesan, “Perbanyaklah ingat kepada yang memutuskan kelezatan dunia, yakni kematian”. Sakaratul maut pasti benar adanya, ia akan menghampiri setiap manusia. Banyak sebab terjadinya kematian, namun cuma satu yang pasti yakni sakaratul maut. Saat peristiwa ini, bertautanlah kedua betis pelakunya karena meregang nyawa akan dahsyatnya sakaratul maut.<br />
Saat sakaratul maut tiba, terekamlah seluruh jejak perbuatan manusia, yakni perbuatan baik dan buruk. Bila yang muncul rekaman kebaikan, pelaku tidak akan merasakan takut, bahkan menyambut bahagia, karena akan mendapatkan pahala. Namun sebaliknya, bila yang muncul rekaman keburukan, baginya dihadapkan dengan kesengsaraan yang mengerikan. Ia pun akan menyesal dan berkata <em>“Kembalikanlah aku, supaya aku bisa beramal sholeh dan bersedekah”</em>. Namun sayang, penyesalan ini tiada berguna, azal tidak bisa ditunda dan dimajukan. Karena itulah, akhir segalanya.<br />
<strong>Penyesalan Kedua: Penyesalan Saat Melihat Kawan Dekat Disiksa di Neraka</strong><br />
Sebagai makhlus sosial, setiap insan tidak lepas dari pertemanan dengan orang lain. Bahkan, karakter dan kepribadian seseorang tergantung dari teman / lingkungan dimana ia berada. Untuk itu, dianjurkan untuk berhati-hatilah saat mencari teman. Agama seseorang akan mengikuti agama teman dekatnya.<br />
Baik buruknya pertemanan di dunia akan terekam jelas di akhirat kelak. Pertemanan yang didasari ketaatan dan kataqwaaan, akan memberikan bantuan / pertolongan satu sama lain. Namun sebaliknya, pertemanan yang dijalin atas dasar kedurhakaan, akan menjadikannya permusuhan. Satu sama lain akan saling menuding sebagai penyebab masuknya ke neraka. Kelompok manusia ini akan menyesal dengan berkata, “Ampunilah dosa-dosa kami ya Rabb!”. Dalam QS: Azzuhruf 67, Alloh mengatakan <em>“<span>Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”</span></em><br />
<span> </span><br />
<strong>P</strong><strong>enyesalan Ketiga: Penyesalan Saat Diperlihatkan Buku Catatan Amal</strong><br />
Setiap kita, didampingi dua malaikat yang bertugas mencatat seluruh amal kita, kapan dan dimana kita berada. Catatan ini akan terekam dalam buku catatan pribadi yang akan dibagikan di akhirat kelak. Mereka yang menerima catatan dengan rekam jejak yang buruk, akan merasa kaget, terbelalak dan menyesal. Mereka berkata, Apa-apaan ini? Kenapa semua tercatat? Kok saya pernah melakukan dosa ini? Padahal saya sudah tidak ingat lagi. Mereka lupa bahwa semua perbuatan di dunia sekecil apapun tercatat oleh Alloh SWT yang tercermin dalam catatan pribadi. Mereka pun menyesal, dan menginginkan kembali ke dunia untuk berbuat amal sholeh. Dan lagi-lagi, penyesalan ini sudah terlambat dan tiada berguna.<br />
<strong>Bagaimana Menghindari Penyesalan Itu?</strong><br />
Peristiwa di atas adalah gambaran masa depan yang sudah diinformasikan kepada setiap manusia yang hidup di dunia. Pelajarannya, bagaimana agar kita tidak mengalami penyesalan itu. Solusinya, bertaubatlah selama masih diberi kesempatan hidup di dunia dan kembali ke pada ajaran islam. Orang yang hidup dalam suatu kebiasaan, maka ia akan dimatikan dalam kebiasaan itu, dan dibangkitkan dalam kebiasan itu. Jika kita membiasakan diri dalam nilai islam, maka kita akan dimatikan dan dibangkitkan dalam keadaan islam.<br />
Begitu pun dalam mencari teman dan lingkungan, carilah yang bisa mengajak ke jalan Alloh sehingga bisa menyelamatkan diri di akhirat kelak. Selanjutnya perbanyak beramal sholeh agar catatan pribadi yang diterima kelak hasilnya baik dan menyenangkan.<br />
</div>Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-81644121341991203832011-05-16T15:34:00.001-07:002011-05-16T15:34:24.354-07:00Meneladani Keluhuran Akhlaq RosulullohKita tentu mengetahui, bahwa sesungguhnya akhlaq rosul adalah puncak segala akhlaq manusia. Bahkan Alloh SWT pun menyatakan pujian-Nya dalam al-Quran, <em>“Sesungguhnya engkau mempunyai akhlaq yang sangat hebat”.</em> Kehebatan akhlaq rosul ini tercermin dari sikap, pergaulan, dan perangainya. Jika kita membuka kitab-kitab hadits, maka akhlaq rosul akan menjadi bidang ilmu tersendiri yang perlu ditelaah dengan seksama dan dalam waktu yang cukup lama. Namun, meskipun begitu tidak salahnya jika kita mengambil secuil ilmunya, untuk dipelajari dan diamalkan dalam hidup keseharian.<br />
<span id="more-1110"></span>Dalam salah satu haditsnya, rosul bersabda, “<em>Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq”.</em> Berdasarkan hadits ini, kita bisa menyatakan bahwa akhlaq yang mulia terdapat pada diri rosululloh saw. Contoh keluhuran akhlaqnya tercermin dari sikap amanahnya. Kaum kafir quraisy yang notabene musuh secara aqidah, mempercayai rosul untuk dititipkan barang-barang berharga. Saat rosululloh harus hijrah, dan yang menggantikan tempat tidurnya adalah Ali bin Abi Thalib, rosul berpesan, <em>“Wahai Ali, di bawah tempat tidur ada barang-barang titipan kaum quraisy, engkau harus jaga dan kembalikan”.</em><br />
Saat kita mengaku umat nabi Muhamad, harusnya sangat peduli terhadap akhlaq. Dalam kenyataanya, kadang terpisah antara kecintaan kepada nabi dan keteladaan terhadap sikap dan akhlaqnya. Akhlaq dan ibadah kadang tidak selamanya selaras. Ada kalanya seseorang bagus dalam ibadahnya, namun kurang bagus dalam akhlaqnya. Sebaliknya, ada orang yang bagus dalam akhlaqnya, namun kurang bagus dalam ibadahnya. Yang kita harapkan, adalah seimbang antara ibadah dan akhlaq. Bagusnya ibadah diwujudkan dalam akhlaq yang baik.<br />
Dalam hadits lainnya, nabi bersabda, <em>“Iman orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaqnya”.</em> Mengacu pada hadits ini, sesunguhnya iman itu bertingkat-tingkat. Dan tingkatan iman yang paling tinggi adalah mereka yang memiliki akhlaq yang baik. Jadi, secara teoritis, ajaran islam sangat menanamkan akhlaq terhadap pemeluknya. Dan menjadi tantangan bagi kita, bagaimana teori itu bisa diwujudkan dalam praktek keseharian <em>(culture).</em><br />
Lanjut lebih lanjut lagi nabi bersabda, <em>“Orang terbaik diantara kamu, adalah yang paling baik kepada keluarganya”.</em> Jadi, tolak ukur / parameter baiknya akhlaq seseorang cukup jelas, bukanlah mereka yang baik secara ‘basa-basi’, melainkan mereka yang baik terhadap keluarganya. Dan dengan terangnya nabi mengatakan bahwa <em>“Akulah yang paling baik diantara kamu terhadap keluarga”.</em><br />
Wujud nyata untuk menggapai kebaikan akhlaq keluarga tersebut adalah dengan memberikan keseimbangan dalam memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Di satu sisi harus memberikan kenyamanan dengan materi, namun di sisi lain memberikan pengajaran tentang Alloh dan agama-Nya. Jangan sampai ada anggota keluargaberagama lemah karena tidak pernah diajari.<br />
Sejarah menceritakan nabi adalah pribadi mandiri di rumahnya. Beliau mengerjakan semua pekerjaan istrinya mulai dari mengepel, menyuci, strika, memasak, menjahit baju, dan lain-lain. Dalam fiqh madhab syafii, ada pendapat yang mengatakan semua pekerjaan rumah aslinya adalah tugas suami. Sementara tugas istri, adalah mendidik anak, dan ‘melayani’ suami.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-51092346757001474952011-05-16T15:33:00.001-07:002011-05-16T15:33:21.965-07:00Menghadirkan Dzikir Dalam KeseharianSetiap kita, tentu telah mengetahui bahwasanya Islam menganjurkan pemeluknya untuk berdzikir kepada Alloh SWT dimana dan kapan pun berada. Agar kita diberikan keringanan untuk mengamalkan dzikir tersebut, mari kita pahami sedikit ilmu seputar dzikir.<br />
Kata ‘dzikir’ memiliki banyak arti tergantung dari media yang digunakan. Media tersebut bisa berupa hati/pikiran, lisan, atau perbuatan. Saat hati/pikiran yang dijadikan media, maka dzikir bermakna mengingat Alloh SWT. Saat lidah yang dijadikan media, maka dzikir bermakna menyebut nama dan sifat yang indah/terpuji serta kalimat-kalimat dzikir lainnya yang ada dalam al-quran dan hadits. Sementara itu, kalau anggota tubuh yang dijadikan media, maka dzikir berarti ketaatan terhadap Alloh dan rosulnya.<br />
<span id="more-1114"></span>Setiap media tersebut, kalau dilakukan dengan penuh keikhlasan, maka darinya akan mendapatkan kebaikan. Namun yang lebih utama adalah mengintegrasikan ketiga media tersebut, yakni hati/pikiran dan lisan serta bermuara pada ketaatan yang konsisten. Saat keseharian hidup kita difokuskan untuk mengerjakan ketaatan, maka secara tidak langsung kita sedang mengingat-Nya (dzikir). Rosululloh bersabda, “<em>Barang siapa yang taat kepada Alloh, maka sungguh ia sedang dzikir kepada Alloh”.</em><br />
Banyak kalimat dzikir yang diajarkan dalam islam misalnya <em>Subhanalloh, Alhamdulilah, Allohu akbar, Laa ilaha illalloh</em> dan lain sebagainya. Kalimat ini sangatlah ringan diperbuat namun banyak menuai pahala.<br />
Saat kita berdzikir, sesungguhnya kita tidak melakukannya sendirian. Melainkan ditemani semua makhluq yang di alam semesta. Dikatakan dalam al-quran, semua makhluq memuji kebesaran tuhan, akan tetapi kita tidak memahami bahasa yang mereka gunakan. Salah seorang ulama mengatakan, boleh jadi saat kita membuka pintu dan terdengar suara pintu. Itu adalah bagian cara dia bertasbih kepada Alloh. Begitu pula dengan suara kilat, petir, sungai, awan, angin, dan lain sebagainya.<br />
Saat kita berdzikir dengan lidah, maka hati dan pikiran haruslah mengawalnya. Agar dzikir yang dilakukan tidak kosong atau ngelantur. Berusahalah konsentrasi dan fokus untuk mengawal perjalanan dikir yang kita lakukan, dan yakinlah Alloh maha mendengar dan akan merespon apa yang diucapkan.<br />
Dzikir utama yang diajarkan Islam adalah membaca alquran. Al-Quran akan datang memberikan pertolongan kepada orang yang membacanya. Untuk itu berkomitmenlah untuk tidak melewatkan sehari semalam tanpa membaca al-Quran meskipun minimal satu ayat. Al-Quran adalah penawar hati dan pikiran, serta obat secara fisik. Ia memberi kesembuhan sekaligus rahmat bagi orang muslim.<br />
Dengan memperbanyak dzikir kepada Alloh, maka kelak di yaumul akhir kita akan mendapatkan syafa’at karenanya. Saat berada di padang mahsyar, manusia akan berada dalam rasa panik dan mencari perlindungan. Pertama tama manusia ’mengemis’ kepada nabi nuh untuk meminta sya’faat. Namun, nabi Nuh tidak bisa memberikannya, malah ia menganjurkan meminta kepada nabi Ibrahin.<br />
Saat menemui Nabi Ibrahim, beliau pun tidak bisa memberikan syafa’at, dan menganjurkan meminta kepada nabi Musa. Begitu pula nabi Musa. Ia tidak bisa memberikan syafa’at dan menganjurkan meminta kepada Isa. Seperti halnya nabi sebelumnya, nabi Isa pun tidak bisa memberikan syafa’at dan dia menyarankan meminta kepada nabi Muhammad.<br />
Sampailah manusia menemui nabi Muhammad, dan beliau bersabda, <em>“Saya tidak berhak memberi pertolongan kecuali atas izin Alloh”</em>. Selanjutnya Alloh berfirman, <em>“Berikan syafa’at kepada siapapun yang berhak mendapatkannya, kecuali orang yang rajin membaca Laa ilahaillalloh, karena Aku-lah yang langsung memberi syafa’at kepadanya”.</em>Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-87905553797901214122011-05-16T15:32:00.001-07:002011-05-16T15:32:27.800-07:00Kiat Memenangi Pertarungan Melawan SyetanSungguh, kehidupan tidak lepas dari pertarungan melawan syetan. Pertarungan yang tiada henti sampai azal menjemput. Pertarungan yang berlaku bagi seluruh manusia tanpa pandang bulu. Hasilnya, manusia bisa menang atau kalah. Syetan pada dasarnya lemah, namun mereka memiliki peluang mengalahkan manusia, andai manusia lebih lemah daripada syetan. Sebaliknya, manusia bisa menang, manakala ia memiliki senjata yang sangat ampuh, yakni senjata IMAN.<br />
<span id="more-1119"></span>Sangatlah berbahaya jika manusia tidak berbekal senjata IMAN. Karena kenyataannya, perang melawan syetan tidaklah berimbang. Syetan dari golongan jin bisa melihat manusia dan mereka saling bekerja sama (bergerombol) satu sama lain. Lalu, adakah kiat agar mampu memenangi pertarungan itu?. Kiatnya adalah sebagiai berikut:<br />
<strong>#1. Selalu Memperbaharui Iman kapan dan dimana saja berada.</strong><br />
Sungguh syetan bersemayam dalam hati manusia. Saat manusia berdzikir kepada Alloh, syetan akan berlari. Namun, saat manusia lupa berdzikir, syetan datang kembali membisiki ke jalan kejahatan. Nabi memerintahkan untuk senantiasa memperbaharui iman. Sahabat bertanya bagaimana caranya? Nabi menjawab, perbanyaklah membaca, memahami dan mengamalkan <em>laa ilaha illalloh.</em><br />
Rosul dan sahabat saja, yang paling benar imannya, selalu memperbaharui iman mereka dengan berbagai cara. Misalnya berzikir, pengajian, sholat jamaah, jihad, dan lain sebagainya. Tidak ada waktu yang tersisa, untuk memberikan kesempatan syetan menjegal kehidupan kita. Hadirkanlah selalu iman kapan dan dimana kita berada. Iman tidak hanya hadir di mesjid, namun ia hadir dimana-mana dalam aspek kehidupan.<br />
Kita patut belajar dari kisah dialog antara pengembala kambing dengan Umar bin Khatab. Seorang pengembala sapi yang notabene memiliki tingkat intelektual yang relatif rendah, namun memiliki nuansa keimanan yang sangat tinggi. Saat pengembala dites keimananannya oleh sahabat Umar bin Khatam untuk dibeli kambingnya. Umar berkata, <em>“Bilang saja kepada majikanmu, kambing dimakan serigala”</em>. Pengembala pun berkata, <em>“Dimana Alloh?”</em>. Mendengar jawaban ini, Umar pun menangis.<br />
<strong>2.Mentadabburi al-Quran</strong><br />
Kiat kedua untuk memenangi pertarungan dengan syetan adalah mentadabrui al-Quran. Dalam berbagai ayat al-Quran, dikatakan bahwa merenungi dan menghayati al-Quran akan berkorelasi dengan penambahan iman dan otomatis syetan akan menjauh. Ketika berinteraksi dengan al-Quran, maka iman akan bertambah. Dan inilah yang membedakan antara orang beriman dengan munafiq. Orang iman akan bertambah imannya, sementara orang munafik bertambah penyakit nifaqnya, sampai mati dalam keadaan kafir.<br />
Attaubah 124.<br />
<em>“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafiq) ada yang berkata, “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira”.</em><br />
Jadi, merenungi al-Quran merupakan kebutuhan yang lebih besar dibandingkan makan dan minum. Saat tidak makan, bahaya ektrimnya adalah sakit. Sementara, kalau tidak tadabur al-Quran, konsekwensinya bukan hanya mati secara fisik namun juga hati nurani. Hati akan terkunci untuk menerima nasehat dan akhirnya mati dalam keadaan kafir. Qs Muhammad 24, <em>“Maka tidaklah mereka menghayati al-Quran, ataukah hati mereka sudah terkunci?”</em><br />
Dalam kondisi hidup yang penuh dengan fitnah, diharuskan kita selalu mentadaburi al-Quran. Karena inilah sumber energi yang akan hadir untuk mengalahkan syetan. Imam Ahmad bin Hambal, seorang sholeh, saat diminta bantuan merukyah seseorang yang kesurupan jin. Sang Imam tidak bersedia datang. Ia cukup mengirimkan sandalnya. Dan syetan pun langsung lari.<br />
<strong>3. Komitmen untuk Selalu Berjamaah dengan Orang-orang yang Benar dan Jujur</strong><br />
Kiat ketiga adalah berkomitem untuk selalu berjamaah dengan orang benar dan jujur dalam aqidah, ibadah dan akhlaq. Sebagaimana tercantum dalam QS at-taubah 119. <em>“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar”</em><br />
Orang yang sendirian akan relatif mudah terperangkap tipu daya syetan dan tenggelam dalam perbuatan haram. Awalnya coba-coba namun akhirnya menjadi kebiasaan. Saat syetan menggoda manusia, sebagian mereka saling mendukung kelompok lainnya, sehingga kalau manusia sendirian, maka syetan akan mudah menjadi pemenang.<br />
Dalam islam, apa saja yang berjamaah, memiliki pahala yang besar, misalnya sholat berjamaah, makan berjamaah, bepergian berjamaah, dan lain-lain. Berjamaah akan memberikan kekuatan dan sinergi satu sama lain. Seorang mukmin akan kuat karena disebabkan saudaranya. Jangan bingung memilih ‘label’ jamaah. Karena dasar pemilihan jamaah berdasar tuntutan al-Quran dan Hadits bukan atas dasar label, namun berdasarkan kriteria yakni mereka yang <strong>benar dan jujur</strong>.<br />
<strong>#4. Memahami Islam secara Mendalam</strong><br />
Kita keempat adalah memahami islam dengan mendalam. Tidak mungkin orang bodoh akan memiliki iman kuat sehingga memenangi pertempuran dengan syetan. Dalam sebuah hadits, <em>“Barangsiapa dikehendaki Alloh baik, maka ia diberi pemahaman islam baik”</em>. Syetan akan menyerah saat berhadapan orang yang berilmu (paham), karena seorang faqih akan mengetahui tipu daya syetan.<br />
Ayat pertama al-quran yang turun menyeru tentang pemahaman (ilmu) bukan solan jihad, sholat, dan ibadah lainnya. Karena semua ibadah tidak akan diterima Alloh SWT kalau tidak didasari ilmu yang dimiliki. Jadi jangan mengikuti sesuatu yang kita tidak mengetahuinya.<br />
Jangan pernah bosan memahami islam, sebagai modal melawan syetan yang tidak pernah berhenti menggoda manusia sampai qiamat. Perbanyak kajian yang didasari kesadaran diri bahwa pertarungan dengan syetan tidak akan pernah berhenti. Dan semoga kita dimudahkan mencintai ilmu al-Quran, Sunah dan bersama orang-orang yang sholeh.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-69451209925779552772011-05-16T15:30:00.001-07:002011-05-16T15:30:58.960-07:00Jangan Takut Hadapi MatiSaat bicara kematian, biasanya, merupakan topik yang kurang disenangi dan diminati bagi sebagian orang. Kenapa? Karena, pada dasarnya, naluri manusia menginginkan hidup lama, bahkan kalau bisa hidup seribu tahun lamanya. Alloh SWT menyatakan dalam QS Al-Baqoroh 96, bahwasanya ada segolongan manusia yang ingin hidup seribu tahun lamanya.<br />
<em>“…masing-masing mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu tidak akan menjauhkan mereka dari azab. Dan Alloh maha melihat apa yang mereka kerjakan</em>”<br />
<span id="more-1122"></span>Naluri ingin hidup lama, tidak hanya ada pada kita sekarang, namun sejak nabi Adam sekalipun. Ia ingin menetap di surga selama-lamanya. Sehingga dengannya, nabi Adam berhasil digoda tipu daya syetan. Melalui pintu ingin hidup panjang, syetan membisikan nabi Adam, agar melanggar larangan Alloh memakan buah khuldi. Sebagaimana tercantum dalam QS Thoha 120.<br />
<em>“Kemudian syetan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya dengan berkata,”wahai adam! Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa?”</em><br />
Banyak faktor yang menyebabkan orang takut atau cemas saat bicara kematian, merujuk pendapat DR. Quraisy Syihab, faktor tersebut adalah sebagai berikut: <em>1) Tidak mengetahui apa yang akan dihadapi setelah kematian 2) Menduga bahwa apa yang dimiliki sekarang jauh lebih baik dengan apa yang dimiliki nanti 3) Membayangkan betapa sulitnya pengalaman mati 4) Khawatir memikirkan terhadap keluarga yang ditinggalkan, dan 5) Tidak mengetahui makna kehidupan dan kematian.</em><br />
Jika manusia cemas menghadapi kematian karena membayangkan sulitnya pengalaman mati, sebenarnya tidak pada tempatnya. Memang dalam al-Quran dan Hadits disebutkan bahwa ada kematian yang sangat menyakitkan, namun perlu diingat juga, ada kematian yang sangat indah dan menyenangkan. Dalam QS Annazi’at 1-2, Alloh SWT berfirman,<br />
<em>Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras.</em><br />
<em>Demi (malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut.</em><br />
Dalam kedua ayat ini, Alloh menggambarkan dua karakteristik manusia saat dicabut nyawanya, yakni dicabut dengan keras dan dicabut dengan lemah lembut. Dicabut nyawa dengan keras merupakan pengalaman kematian yang menyakitkan. Untuk kondisi ini, rosul mengumpamakan seperti duri yang ada dikapas, lalu duri tersebut ditarik dengan cepat sehingga kapas-kapas terbawa karena kerasnya tarikan. Ini, menjelaskan nyawa dicabut dari badan dengan cepat, keras, paksa dan menyakitkan.<br />
Sementara itu, kondisi dicabut nyawa dengan lemah lembut, adalah proses kematian secara perlahan-lahan. Untuk kasus ini, diibaratkan seseorang yang ngantuk, lalu rebahan, lalu hilang kesadaran sampai ia tertidur lelap dan indah.<br />
Faktor utama yang menentukan apakah manusia mengalami kondisi pertama atau kedua, tidak lain adalah keimanan dan amal sholeh. Saat manusia berlaku jahat, dosa dan maksiat bisa jadi ia akan merasakan kematian yang sakit, dipaksa dan cepat. Sementara bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, kematian sebagai hal yang lezat dan indah<br />
Dalam haditnya nabi bersabda, seorang beriman, saat menjelang kematian akan didatangi malaikat yang menyampaikan berita atau visualisasi tempat tinggal dan fasilitas apa yang akan dihadapi nanti. Bisa jadi istana atau bidadari. Maka tidak ada yang paling disenanginya, kecuali segera bertemu dan dicabut nyawanya.Sementara orang kafir, saat mati menjelang ia akan meraskana ketakutan untuk bertemu dengan tuhannya.<br />
Jadi, bagi kita orang yang beriman, janganlah terlalu cemas mengadapi kematian. Yang paling utama adalah melakukan usaha terbaik mengumpulkan bekal menghadapi kematian. Kita siap kapan dan mana pun kematian menjemput. Jadikan kematian sebagai media untuk menumbuhkan semangat pengabdian kepada Alloh, dengannya kita tidak santai-santai untuk beribadah kepada Alloh.<br />
Jadikan dunia sebagai sarana menuju kehidupam akhirat yang sempurna. Sebagaimana Alloh SWT berfirman dalam Attaubah 38.<em> </em><br />
<em>“…Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit.”</em><br />
Dan terakhir jadikanlah kematian sebagai proses kelahiran kedua. Kematian merupakan proses evolusi menuju kesempurnaan hidup yang hikiki. Perpindahan dari satu negeri ke negeri lain sampai kita menetap di sana selama-lamanya.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-68329326225007129752011-03-28T17:39:00.001-07:002011-03-28T17:39:57.086-07:00Kabupaten Batanghari<div id="bodyContent"> <div id="siteSub"><br />
</div><div id="contentSub"><div class="flaggedrevs_short plainlinks noprint" id="mw-fr-revisiontag"><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan:Validasi_halaman" title="Bantuan:Validasi halaman"><br />
</a></b></div></div><br />
<div class="dablink noprint">Untuk kegunaan lain dari Batang Hari, lihat <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Batang_Hari">Batang Hari</a>.</div><table class="infobox geography vcard" style="float: right; margin-bottom: 1ex; margin-left: 1em; width: 310px;"><caption style="font-size: large; margin-bottom: 0.4em; margin-top: 0pt;">Kabupaten Batanghari</caption> <tbody>
<tr class="hiddenStructure[[Berkas:Lambang Kabupaten Batang Hari.gif|110px]]"> <td colspan="2" style="border-bottom: 3px solid gray; text-align: center;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Lambang_Kabupaten_Batang_Hari.gif"><img alt="Lambang Kabupaten Batang Hari.gif" height="137" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/23/Lambang_Kabupaten_Batang_Hari.gif/110px-Lambang_Kabupaten_Batang_Hari.gif" width="110" /></a><br />
<small>Lambang Kabupaten Batanghari</small> <br />
</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure"> <td colspan="2" style="border-bottom: 3px solid gray; text-align: center;"><br />
</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure[[Berkas:Lokasi Jambi Kabupaten Batanghari.svg|300px]]"> <td colspan="2" style="border-bottom: 3px solid gray; text-align: center;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Lokasi_Jambi_Kabupaten_Batanghari.svg"><img alt="Lokasi Jambi Kabupaten Batanghari.svg" height="200" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/65/Lokasi_Jambi_Kabupaten_Batanghari.svg/300px-Lokasi_Jambi_Kabupaten_Batanghari.svg.png" width="300" /></a><br />
<small>Peta lokasi Kabupaten Batanghari<br />
<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_koordinat_geografi" title="Sistem koordinat geografi">Koordinat</a> : 1°15'-2°2' <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Lintang_Selatan" title="Lintang Selatan">LS</a><br />
102°30'-104°30' <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bujur_Timur" title="Bujur Timur">BT</a></small></td> </tr>
<tr class="hiddenStructure'''Serentak Bak Regam'''" valign="top"> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Motto">Motto</a></td> <td><i><b>Serentak Bak Regam</b></i></td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td>Semboyan</td> <td>'</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td>Slogan pariwisata</td> <td>'</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_julukan_kota_di_Indonesia" title="Daftar julukan kota di Indonesia">Julukan</a></td> <td><br />
</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Demonim">Demonim</a></td> <td>'</td> </tr>
<tr> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Provinsi">Provinsi</a></b></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jambi">Jambi</a></td> </tr>
<tr class="hiddenStructure[[Muara Bulian, Batanghari|Muara Bulian]]" valign="top"> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Ibu_kota">Ibu kota</a></b></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Muara_Bulian,_Batanghari" title="Muara Bulian, Batanghari">Muara Bulian</a></td> </tr>
<tr> <td><b>Luas</b></td> <td>5.180,35 km²</td> </tr>
<tr> <td><b>Penduduk</b></td> <td> </td> </tr>
<tr> <td> · Jumlah</td> <td>225.583 jiwa (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/2008">2008</a>)</td> </tr>
<tr> <td> · Kepadatan</td> <td>38 jiwa/km²</td> </tr>
<tr> <td><b>Pembagian administratif</b></td> <td> </td> </tr>
<tr> <td> · <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kecamatan">Kecamatan</a></td> <td>8</td> </tr>
<tr> <td> · <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Desa">Desa</a>/<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kelurahan">kelurahan</a></td> <td>96 / 13</td> </tr>
<tr valign="top"> <td><b>Dasar hukum</b></td> <td><small>Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi Nomor 81/Kom/U</small></td> </tr>
<tr class="hiddenStructure[[1 Desember]] [[1948]]" valign="top"> <td><b>Tanggal</b></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1_Desember">1 Desember</a> <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/1948">1948</a></td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b>Hari jadi</b></td> <td>{{{hari jadi}}}</td> </tr>
<tr class="hiddenStructureBupati" valign="top"> <td><b>Bupati</b></td> <td>Ir. Syahirsah, SY</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kode_telepon_di_Indonesia" title="Daftar kode telepon di Indonesia">Kode area telepon</a></b></td> <td><br />
</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Daerah" title="Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah">APBD</a></b></td> <td>{{{apbd}}}</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Dana_Alokasi_Umum" title="Dana Alokasi Umum">DAU</a></b></td> <td><br />
</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa" title="Suku bangsa">Suku bangsa</a></b></td> <td>{{{suku bangsa}}}</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa">Bahasa</a></b></td> <td>{{{bahasa}}}</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Agama">Agama</a></b></td> <td>{{{agama}}}</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Flora" title="Flora">Flora resmi</a></b></td> <td>{{{flora}}}</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Fauna" title="Fauna">Fauna resmi</a></b></td> <td>{{{fauna}}}</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Zona_waktu">Zona waktu</a></b></td> <td>{{{zona waktu}}}</td> </tr>
<tr class="hiddenStructure" valign="top"> <td><b><a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara" title="Bandar Udara">Bandar udara</a></b></td> <td>{{{bandar udara}}}</td> </tr>
<tr> <td colspan="2" style="text-align: center;"> <hr /> <small>Situs web resmi: <a class="external free" href="http://www.batangharikab.go.id/" rel="nofollow">http://www.batangharikab.go.id/</a> <a class="external free" href="http://www.batanghari.go.id/" rel="nofollow">http://www.batanghari.go.id/</a></small><br />
</td> </tr>
</tbody></table><b>Kabupaten Batanghari</b> adalah salah satu <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten">kabupaten</a> di bagian timur <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jambi" title="Jambi">Provinsi Jambi</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia">Indonesia</a>. Ibu kotanya ialah <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Muara_Bulian,_Batanghari" title="Muara Bulian, Batanghari">Muara Bulian</a>.<br />
<table class="toc" id="toc"><tbody>
<tr> <td> <div id="toctitle"> <h2>Daftar isi</h2></div><ul><li class="toclevel-1 tocsection-1"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Batanghari#Geografi"><span class="tocnumber">1</span> <span class="toctext">Geografi</span></a> <ul><li class="toclevel-2 tocsection-2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Batanghari#Batas-batas_wilayah"><span class="tocnumber">1.1</span> <span class="toctext">Batas-batas wilayah</span></a></li>
<li class="toclevel-2 tocsection-3"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Batanghari#Topografi"><span class="tocnumber">1.2</span> <span class="toctext">Topografi</span></a></li>
</ul></li>
<li class="toclevel-1 tocsection-4"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Batanghari#Sejarah"><span class="tocnumber">2</span> <span class="toctext">Sejarah</span></a> <ul><li class="toclevel-2 tocsection-5"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Batanghari#Pemekaran_pertama"><span class="tocnumber">2.1</span> <span class="toctext">Pemekaran pertama</span></a></li>
<li class="toclevel-2 tocsection-6"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Batanghari#Pemekaran_kedua"><span class="tocnumber">2.2</span> <span class="toctext">Pemekaran kedua</span></a></li>
</ul></li>
<li class="toclevel-1 tocsection-7"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Batanghari#Lihat_pula"><span class="tocnumber">3</span> <span class="toctext">Lihat pula</span></a></li>
</ul></td> </tr>
</tbody></table><h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Batanghari&action=edit&section=1" title="Sunting bagian: Geografi">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Geografi">Geografi</span></h2><h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Batanghari&action=edit&section=2" title="Sunting bagian: Batas-batas wilayah">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Batas-batas_wilayah">Batas-batas wilayah</span></h3><table class="wikitable"><tbody>
<tr> <td bgcolor="#f2f2f2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Utara">Utara</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Muaro_Jambi">Kabupaten Muaro Jambi</a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tebo">Kabupaten Tebo</a></td> </tr>
<tr> <td bgcolor="#f2f2f2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Selatan">Selatan</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Selatan" title="Sumatera Selatan">Provinsi Sumatera Selatan</a> (<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sarolangun">Kabupaten Sarolangun</a>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Muaro_Jambi">Kabupaten Muaro Jambi</a> dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Musi_Banyuasin">Kabupaten Musi Banyuasin</a>)</td> </tr>
<tr> <td bgcolor="#f2f2f2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Barat">Barat</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tebo">Kabupaten Tebo</a></td> </tr>
<tr> <td bgcolor="#f2f2f2"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Timur">Timur</a></td> <td><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Muaro_Jambi">Kabupaten Muaro Jambi</a></td> </tr>
</tbody></table><h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Batanghari&action=edit&section=3" title="Sunting bagian: Topografi">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Topografi">Topografi</span></h3>Secara topografis Kabupaten Batanghari merupakan wilayah dataran rendah dan rawa yang dibelah <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sungai_Batanghari&action=edit&redlink=1" title="Sungai Batanghari (halaman belum tersedia)">Sungai Batanghari</a> dan sepanjang tahun tergenang air, di mana menurut elevasinya daerah ini terdiri dari:<br />
<ul><li>0-10 meter dari permukaan laut (11,80 %),</li>
<li>11-100 meter dari permukaan laut (83,70 %),</li>
<li>4,50 % wilayahnya berada pada ketinggian 101-500 meter dari permukaan laut.</li>
</ul><h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Batanghari&action=edit&section=4" title="Sunting bagian: Sejarah">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Sejarah">Sejarah</span></h2>Kabupaten Batanghari dibentuk pada 1 Desember 1948 melalui Peraturan Komisaris Pemerintah Pusat di Bukit Tinggi Nomor 81/Kom/U, tanggal 30 Nopember 1948 dengan pusat pemerintahannya di Kota Jambi. Pada tahun 1963, pusat pemerintahan daerah ini dipindahkan ke Kenali Asam, 10 km dari Kota Jambi. Kemudian pada tahun 1979, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1979, ibu kota kabupaten yang terkenal kaya akan hasil tambang ini pindah dari Kenali Asam ke Muara Bulian, 64 km dari Kota Jambi sampai saat ini.<br />
<h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Batanghari&action=edit&section=5" title="Sunting bagian: Pemekaran pertama">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Pemekaran_pertama">Pemekaran pertama</span></h3>Batanghari yang ada sekarang mengalami dua kali pemekaran, awalnya kabupaten yang berada di Sumatera Bagian Tengah ini berdasarkan UU No. 7 Tahun 1965 dimekarkan menjadi dua daerah Tingkat II yaitu Kabupaten Batanghari yang saat itu ibukotanya Kenali Asam dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tanjung_Jabung">Kabupaten Tanjung Jabung</a> beribukota Kuala Tungkal.<br />
<h3><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Batanghari&action=edit&section=6" title="Sunting bagian: Pemekaran kedua">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Pemekaran_kedua">Pemekaran kedua</span></h3>Dalam perkembangannya, sejalan dengan era reformasi dan tuntutan Otonomi Daerah, kabupaten yang dibelah sungai Batanghari ini sesuai dengan <a class="extiw" href="http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Nomor_54_Tahun_1999" title="s:Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999">UU No. 54 Tahun 1999</a>, kembali dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu <b>Batanghari</b> dengan Ibukota Muara Bulian dan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Muaro_Jambi" title="Kabupaten Muaro Jambi">Muaro Jambi</a> ibukotanya di <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sengeti,_Muaro_Jambi&action=edit&redlink=1" title="Sengeti, Muaro Jambi (halaman belum tersedia)">Sengeti</a>.<br />
<h2><span class="editsection">[<a href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Batanghari&action=edit&section=7" title="Sunting bagian: Lihat pula">sunting</a>]</span> <span class="mw-headline" id="Lihat_pula">Lihat pula</span></h2><ul><li><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tanjung_Jabung">Kabupaten Tanjung Jabung</a></li>
<li><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Muaro_Jambi">Kabupaten Muaro Jambi</a></li>
</ul><table cellspacing="0" class="navbox noprint"><tbody>
<tr> <td style="padding: 2px;"> <table cellspacing="0" class="nowraplinks collapsible autocollapse" style="background: none repeat scroll 0% 0% transparent; color: inherit; width: 100%;"><tbody>
<tr> <th class="navbox-title" colspan="3"> <div style="float: left; text-align: left; width: 6em;"> <div class="noprint plainlinks navbar" style="background: none repeat scroll 0% 0% transparent; border: medium none; font-size: xx-small; font-weight: normal; padding: 0pt;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Templat:Kabupaten_Batanghari" title="Templat:Kabupaten Batanghari"><span style="border: medium none;" title="Lihat templat ini">l</span></a> <span style="font-size: 80%;">•</span> <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembicaraan_Templat:Kabupaten_Batanghari&action=edit&redlink=1" title="Pembicaraan Templat:Kabupaten Batanghari (halaman belum tersedia)"><span style="border: medium none;" title="Bicarakan templat ini">b</span></a> <span style="font-size: 80%;">•</span> <a class="external text" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Templat:Kabupaten_Batanghari&action=edit" rel="nofollow"><span style="border: medium none;" title="Sunting templat ini">s</span></a></div></div><span style="font-size: 110%;"><strong class="selflink">Kabupaten Batanghari</strong>, <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jambi">Jambi</a></span></th> </tr>
<tr style="height: 2px;"> <td><br />
</td> </tr>
<tr> <td class="navbox-group">Kecamatan</td> <td class="navbox-list navbox-odd" style="border-left-style: solid; border-left-width: 2px; padding: 0px; text-align: left; width: 100%;"> <div style="padding: 0em 0.25em;"> <div><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Bajubang,_Batanghari" title="Bajubang, Batanghari">Bajubang</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Batin_XXIV,_Batanghari" title="Batin XXIV, Batanghari">Batin XXIV</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Maro_Sebo_Ilir,_Batanghari" title="Maro Sebo Ilir, Batanghari">Maro Sebo Ilir</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Maro_Sebo_Ulu,_Batanghari" title="Maro Sebo Ulu, Batanghari">Maro Sebo Ulu</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Mersam,_Batanghari" title="Mersam, Batanghari">Mersam</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Muara_Bulian,_Batanghari" title="Muara Bulian, Batanghari">Muara Bulian</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Muara_Tembesi,_Batanghari" title="Muara Tembesi, Batanghari">Muara Tembesi</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pemayung,_Batanghari" title="Pemayung, Batanghari">Pemayung</a></div></div></td> <td rowspan="1" style="padding: 0px 0px 0px 2px; width: 0%;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Lambang_Kabupaten_Batang_Hari.gif" title="Lambang Kabupaten Batang Hari"><img alt="Lambang Kabupaten Batang Hari" height="37" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/23/Lambang_Kabupaten_Batang_Hari.gif/30px-Lambang_Kabupaten_Batang_Hari.gif" width="30" /></a></td> </tr>
</tbody></table></td> </tr>
</tbody></table><table cellspacing="0" class="navbox noprint"><tbody>
<tr> <td style="padding: 2px;"> <table cellspacing="0" class="nowraplinks collapsible autocollapse" style="background: none repeat scroll 0% 0% transparent; color: inherit; width: 100%;"><tbody>
<tr> <th class="navbox-title" colspan="3"> <div style="float: left; text-align: left; width: 6em;"> <div class="noprint plainlinks navbar" style="background: none repeat scroll 0% 0% transparent; border: medium none; font-size: xx-small; font-weight: normal; padding: 0pt;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Templat:Jambi" title="Templat:Jambi"><span style="border: medium none;" title="Lihat templat ini">l</span></a> <span style="font-size: 80%;">•</span> <a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembicaraan_Templat:Jambi&action=edit&redlink=1" title="Pembicaraan Templat:Jambi (halaman belum tersedia)"><span style="border: medium none;" title="Bicarakan templat ini">b</span></a> <span style="font-size: 80%;">•</span> <a class="external text" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Templat:Jambi&action=edit" rel="nofollow"><span style="border: medium none;" title="Sunting templat ini">s</span></a></div></div><span style="font-size: 110%;"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Jambi">Jambi</a></span></th> </tr>
<tr style="height: 2px;"> <td><br />
</td> </tr>
<tr> <td class="navbox-abovebelow" colspan="3"><b>Pusat pemerintahan:</b> <b><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Jambi">Kota Jambi</a></b></td> </tr>
<tr style="height: 2px;"> <td><br />
</td> </tr>
<tr> <td class="navbox-group">Kabupaten</td> <td class="navbox-list navbox-odd" style="border-left-style: solid; border-left-width: 2px; padding: 0px; text-align: left; width: 100%;"> <div style="padding: 0em 0.25em;"> <div><strong class="selflink">Batanghari</strong> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bungo" title="Kabupaten Bungo">Bungo</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kerinci" title="Kabupaten Kerinci">Kerinci</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Merangin" title="Kabupaten Merangin">Merangin</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Muaro_Jambi" title="Kabupaten Muaro Jambi">Muaro Jambi</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sarolangun" title="Kabupaten Sarolangun">Sarolangun</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tanjung_Jabung_Barat" title="Kabupaten Tanjung Jabung Barat">Tanjung Jabung Barat</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tanjung_Jabung_Timur" title="Kabupaten Tanjung Jabung Timur">Tanjung Jabung Timur</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Tebo" title="Kabupaten Tebo">Tebo</a></div></div></td> <td rowspan="3" style="padding: 0px 0px 0px 2px; width: 0%;"><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Jambi_symbol.jpg" title="Lambang Provinsi Jambi"><img alt="Lambang Provinsi Jambi" height="43" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/5/5b/Jambi_symbol.jpg/40px-Jambi_symbol.jpg" width="40" /></a></td> </tr>
<tr style="height: 2px;"> <td><br />
</td> </tr>
<tr> <td class="navbox-group">Kota</td> <td class="navbox-list navbox-even" style="border-left-style: solid; border-left-width: 2px; padding: 0px; text-align: left; width: 100%;"> <div style="padding: 0em 0.25em;"> <div><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Jambi" title="Kota Jambi">Jambi</a> • <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Sungaipenuh" title="Kota Sungaipenuh">Sungaipenuh</a></div></div></td> </tr>
<tr style="height: 2px;"> <td><br />
</td> </tr>
<tr> <td class="navbox-abovebelow" colspan="3">Lihat pula <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabupaten_dan_kota_Indonesia">Daftar kabupaten dan kota Indonesia</a></td> </tr>
</tbody></table></td> </tr>
</tbody></table><table class="plainlinks stub noprint" style="background: none repeat scroll 0% 0% transparent;"><tbody>
<tr> <td><a class="image" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Flag-map_of_Indonesia.png"><img alt="Flag-map of Indonesia.png" height="30" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/6d/Flag-map_of_Indonesia.png/80px-Flag-map_of_Indonesia.png" width="80" /></a> </td> <td valign="top"><i>Artikel bertopik <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Geografi">geografi</a> <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia">Indonesia</a> ini adalah sebuah <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Rintisan" title="Wikipedia:Rintisan">rintisan</a>. Anda dapat membantu Wikipedia dengan <a class="external text" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kabupaten_Batanghari&action=edit" rel="nofollow">mengembangkannya</a>.</i></td> </tr>
</tbody></table><div class="printfooter"> Diperoleh dari "<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Batanghari">http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Batanghari</a>"</div><div class="catlinks" id="catlinks"><div id="mw-normal-catlinks"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Istimewa:Daftar_kategori" title="Istimewa:Daftar kategori">Kategori</a>: <span dir="ltr"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Kabupaten_di_Jambi" title="Kategori:Kabupaten di Jambi">Kabupaten di Jambi</a></span> | <span dir="ltr"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Kabupaten_di_Indonesia" title="Kategori:Kabupaten di Indonesia">Kabupaten di Indonesia</a></span> | <span dir="ltr"><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Kabupaten_Batanghari" title="Kategori:Kabupaten Batanghari">Kabupaten Batanghari</a></span></div></div></div>Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-82746583064821645572011-03-27T08:12:00.001-07:002011-03-27T08:12:54.361-07:00Batas Waktu Shalat Isya<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Verdana","sans-serif";">Ada yang bilang kalau Sholai Isya itu batas waktunya hanya sampai tengah malam dan bila sudah lewat tengah malam, maka itu adalah saat pengerjaan sholat lail. Apakah itu benar? Mohon diberi penjelasan. Terima kasih.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Verdana","sans-serif";">Jawaban:</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Verdana","sans-serif";">Assalamu‘alaikum Wr. Wb. Ada beberapa pendapat dari para ulama yang menyatakan tentang akhir sholat isya: </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><strong><span style="font-family: "Verdana","sans-serif";">Pendapat pertama</span></strong><span style="font-family: "Verdana","sans-serif";"> menyatakan bahwa batas akhir sholat isya adalah terbitnya Fajar yang kedua (awal sholat shubuh) mereka berlandaskan dalil yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Rasulullah SAW: <em>“Bahwa tidur bukanlah sikap tafhrith (menyepelekan) tetapi yang dimaksud dengan tafhrith adalah orang yang belum melaksanakan sholat sampai datang sholat yang lain.”</em> (HR Muslim 681) <strong>Pendapat kedua</strong> menyatakan bahwa batas akhir sholat isya adalah sepertiga malam yang pertama. <strong>Pendapat ketiga</strong> menyatakan bahwa batas akhir sholat isya adalah pertengahan malam. Hal ini berdasrkan hadits dari Abdulloh bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: <em>“Waktu sholat dzuhur mulai dari tergelincirnya matahari dan bayangan sesesorang sesuai dengan panjang aslinya, selama belum masuk waktu sholat ashar, dan waktu sholat ashr selama matahari belum berwarna kuning dan waktu sholat maghrib selama belum hilang lembayung dan waktu sholat isya sampai pertengahan malam dan waktu sholat shubuh dari terbitnya fajr sampai terbitnya matahari dan apabila matahari telah terbit maka janganlah kamu sholat karena ia terbit di antara dua tanduk syaitan”</em> (HR Muslim 612) </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Verdana","sans-serif";">Kalau melihat dali-dalil dari ketiga pendapat tersebut, pendapat ketiga lah yang paling kuat dikarenakan beberapa hal: </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Verdana","sans-serif";">1. Hadits yang menjadi landasan pendapat yang pertama bukanlah dalil untuk menguatkan pendapat tersebut karena didalamnya tidak ada penjelasan tentang batasan waktu sholat. Akan tetapi hadits tersebut menjelaskan tentang dosa orang yang mengakhirkan sholat dengan sengaja sehingga melebihi/keluar dari waktu yang ditetapkan. Baik diikuti oleh waktu sholat yang lain seperti ashar dan maghrib, ataupun tidak seperti shubuh dan dzuhur. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Verdana","sans-serif";">2. Pendapat ini diperkuat dengan surat yang ditulis oleh Umar bin Khotob kepada Abu Musa Al-Asyari, antara lain beliau berkata: <em>“Dan hendaklah kamu melakukan sholat isya sampai batas sepertiga malam, dan jika kamu ingin mengakhirkannya maka batasannya sampai pertengahan malam dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.</em>” (HR Malik, At-thohawy) </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Verdana","sans-serif";">Oleh karena itu, batasan akhir sholat isya yang paling utama adalah sampai pertengahan malam dan itu juga waktu yang paling utama untuk pelaksanaannya. Wallahu a‘lam bishshowab. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.</span></div>Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-73757259259278816042011-03-27T07:36:00.000-07:002011-03-27T07:36:29.825-07:00Sekilas Tentang Kasus Video Pornoada dua buah hadits yang setidaknya membantu untuk memahami kasus pidio porno mirip artis. Hadits tersebut adalah :<br />
<strong>Pertama:</strong> Dari Yazid bin Nu’aim bin Hazzal dari Bapaknya ia berkata, “Ma’iz bin Malik adalah seorang anak yatim yang diasuh oleh bapakku. Dan ia pernah berzina dengan seorang budak wanita dari suatu kampung. Bapakku lalu berkata kepadanya, “Datanglah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kabarkan kepada beliau dengan apa yang telah engkau lakukan, semoga saja beliau mau memintakan ampun untukmu.” Hanyasanya ayahku menginginkan hal itu agar Maiz mendapatkan jalan keluar, lalu ia bergegas menemui Rasulullah.<br />
Ma’iz lantas berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!”<br />
Beliau berpaling darinya. Maka Ma’iz mengulangi lagi, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!” Beliau berpaling. Ma’iz mengulanginya lagi, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina, maka laksanakanlah hukum Kitabullah terhadapku!” Ia ulangi hal itu hingga empat kali. <span id="more-437"></span><br />
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bersabda: “Engkau telah mengatakannya hingga empat kali, lalu dengan siapa kamu melakukannya?” Ma’iz menjawab, “Dengan Fulanah.” Beliau bertanya lagi: “Apakah menidurinya?” Ma’iz menjawab, “Ya.” beliau bertanya lagi: “Apakah kamu menyentuhnya?” Ma’iz menjawab, “Ya.” beliau bertanya lagi: “Apakah kamu menyetubuhinya?” Ma’iz menjawab, “Ya.” Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk merajamnya. Ma’iz lantas dibawa ke padang pasir, maka ketika ia sedang dirajam dan mulai merasakan sakitnya terkena lemparan batu, ia tidak tahan dan lari dengan kencang. Namun ia bertemu dengan Abdullah bin Unais, orang-orang yang merajam Ma’iz sudah tidak sanggup lagi (lelah), maka Abdullah mendorongnya dengan tulang unta, ia melempari Ma’iz dengan tulang tersebut hingga tewas.<br />
Kemudian Abdullah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyebutkan kejadian tersebut, beliau bersabda:<em><strong> “Kenapa kalian tidak membiarkannya, siapa tahu ia bertaubat dan Allah menerima taubatnya.” </strong></em><br />
<strong>Kedua:</strong> Dari Buraidah r.a: “Suatu ketika ada seorang wanita Ghamidiyah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, diriku telah berzina, oleh karena itu sucikanlah diriku.”<br />
Tetapi untuk pertama kalinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menghiraukan bahkan menolak pengakuan wanita tersebut. Keesokan harinya wanita tersebut datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa anda menolak pengakuanku? Sepertinya anda menolak pengakuan aku sebagaimana pengakuan Ma’iz. Demi Allah, sekarang ini aku sedang mengandung bayi dari hasil hubungan gelap itu.”<br />
<img alt="garden of the gods" height="375" src="http://farm1.static.flickr.com/46/175560648_f186ef7a29.jpg" width="500" /><br />
Mendengar pengakuan itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sekiranya kamu ingin tetap bertaubat, maka pulanglah sampai kamu melahirkan.” Setelah melahirkan, wanita itu datang lagi kepada beliau sambil menggendong bayinya yang dibungkus dengan kain, dia berkata, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan.” Beliau lalu bersabda: “Kembali dan susuilah bayimu sampai kamu menyapihnya.” Setelah mamasuki masa sapihannya, wanita itu datang lagi dengan membawa bayinya, sementara di tangan bayi tersebut ada sekerat roti, lalu wanita itu berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi kecil ini telah aku sapih, dan dia sudah dapat menikmati makanannya sendiri.” Kemudian beliau memberikan bayi tersebut kepada laki-laki muslim, dan memerintahkan untuk melaksanakan hukuman rajam.<br />
Akhirnya wanita itu ditanam dalam tanah hingga sebatas dada. Setelah itu beliau memerintahkan orang-orang supaya melemparinya dengan batu.<br />
<img alt="sunken gardens" height="357" src="http://farm1.static.flickr.com/212/493233276_655b95d375.jpg" width="500" /><br />
Sementara itu, Khalid bin Walid ikut serta melempari kepala wanita tersebut dengan batu, tiba-tiba percikan darahnya mengenai wajah Khalid, seketika itu dia mencaci maki wanita tersebut. Ketika mendengar makian Khalid, Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: <strong><em>“Tenangkanlah dirimu wahai Khalid, demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang pelaku dosa besar niscaya dosanya akan diampuni.”</em></strong> Setelah itu beliau memerintahkan untuk menshalati jenazahnya dan menguburkannya.”<br />
Dua buah hadits tersebut shahih, dikeluarkan oleh Imam Muslim dan Abu Dawud.<br />
Dalam kasus perzinahan, hukuman ditegakkan dikarenakan adanya 4 orang saksi yang melaporkan kesaksian tindakan zina. Atau jika tidak ada saksi, hukuman ditegakkan apabila ada pengakuan dari si pelaku. Atau jika pelaku tidak mengaku, hukuman ditegakkan karena adanya kehamilan si wanita yang diketahui tak bersuami yang syah.<br />
Dalam hal kasus pidio porno mirip wajah artis, ada 2 sudut pandang pembahasan. Pertama dari sudut pandang syariah. Kedua dari sudut pandang hukum negara.<br />
Dari sudut pandang syariah, walaupun ada rekaman pidionya, namun tetap dibutuhkan setidaknya 4 saksi yang disumpah berani maju dan mengklaim bahwa itu adalah <strong>benar-benar</strong> si artis. Jadi bukan hanya ‘klaim’ mirip saja. Jika tidak dapat menghadirkan setidaknya 4 saksi, maka tidak ada hak untuk tetap melemparkan tuduhan zina. Karena penuduh zina tanpa saksi, sanksi hukumnya ada. Sehingga jika sudah begini yang ditunggu adalah ‘pengakuan’ si pelaku.<br />
Dalam hal pengakuan si Pelaku, jika kita menyimak 2 buah hadits perihal pengakuan pezina, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri seperti enggan menerima pengakuan si pelaku. Bahkan jika pelaku mengambil keputusan untuk tidak mengaku dan cukup bertaubat kepada Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengijinkannya. Jadi tidak malah <strong>memaksa dan mendesak si pelaku untuk mengakui </strong>sebagaimana yang dilakukan kebanyakan orang, yang bahkan termasuk tokoh Islam sekalipun.<br />
Namun jika pelaku benar-benar pingin taubat dengan menjalani hukumannya, ya tentu saja difasilitasi, tetapi tetap dengan menjaga kehormatan si pelaku zina. Jadi tidak boleh diejek atau dilecehkan dalam prosesnya.<br />
Dari sudut pandang hukum negara, apa yang dilakukan di pidio porno tersebut tidak melanggar hukum negara selama tidak ada aduan dari pihak isteri atau suami yang bersangkutan. Adapun yang dianggap melanggar hukum adalah peredaran pidio tersebut ke khalayak ramai. Maka jika si artis dipanggil ke Mabes, yang ditanyakan bukan “Itu sampeyan apa bukan sih?”. Karena pertanyaan seperti itu hanyalah untuk level inpotainmen. Namun yang ditanyakan polisi adalah, “Sampeyan mengedarkan pidio itu apa tidak?”<br />
Agar tidak salah paham, simbah menulis ini semata-mata sekedar upaya tawashaubil haqqi, tawashau bish shobri. Agar kita tidak gampang-gampang melemparkan tuduhan zina, atau memaksa dan mendesak orang untuk mengaku zina yang sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh suri tauladan kita.<br />
Adapun bagi artis yang disangka pelaku zina, jika sampeyan tidak melakukan perbuatan zina tersebut, bersabarlah atas musibah yang menimpa sampeyan. Berhubunganlah dengan lawan jenis secara syar’i. Dan jangan runtang-runtung gak karuan yang melanggar aturan Allah.<br />
Namun jika sampeyan benar-benar melakukan perbuatan zina tersebut, bertobatlah kepada Allah. Juga bagi para artis yang lain dan para pejabat yang juga masih gemar berzina hanya saja tak direkam dan tak diedarkan, bertobat jugalah kalian. Jangan menunggu dipermalukan baru mau bertobat.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-76836305099488474782011-03-10T06:13:00.000-08:002011-03-10T06:13:32.210-08:00Aku Bersaksi Sebenar-Benarnya<div style="text-align: justify;">Ketika kamu sentiasa sedar akan Allah dalam setiap saat kehidupan kamu, kamu akan benar-benar berasa “tiada daya dan kekuatan melainkan daya yang dialirkan oleh Allah SWT kepadamu sahaja”.</div><div style="text-align: justify;">Dan ketika ini kamu benar dengan jelas dan nyata hanya MENYAKSIkan daya dan kekuatan Allah lalu terpancul dari jiwamu…. <strong>“aku bersaksikan tiada Tuhan melainkan Allah SWT”.</strong></div><div style="text-align: justify;">Setiap waktu.. aku lakukan apa yang ingin aku lakukan bersama sedar ke Allah. Dan aku sentiasa melihat apa yang berlaku saat ini..’now’… oh! ini yang Allah hendak. oh! ini yang terjadi. oh! ini…. oh! itu… aku menyaksikan.</div><div style="text-align: justify;">Menyaksikan adalah sebuah perbuatan… dan jiwaku merasainya lalu bersaksi.. sebuah rasa… yg tidak mungkin mampu diterangkan tapi jika kau melakukan.. kau akan merasai dan memahami sendiri.</div><div style="text-align: justify;">Lalu sedarilah Allah… sedarilah… Nanti persoalanmu tentang kehendak Tuhan akan kamu memahaminya sendiri. Itulah sebuah keadaan di mana kamu sedang bersaksi… sebuah keadaan rasa yang tiada tulisan dan bahasa. Namn kamu rasai dan sedari….</div><div style="text-align: justify;">Seandainya tidak lagi lakukan… tidak lagi sedar ke Allah… kamu terus dibelenggu dengan persoalan demi persoalan… sehinggakan Allah sendiri menegur kamu dengan….</div><div style="text-align: justify;">Maka dengan perkataan manakah lagi mereka akan beriman sesudah (kalam) Allah dan keterangan-keterangan-Nya.<br />
(QS. Al Jaatsiyah, 45:3-6).</div><div style="text-align: justify;">Ketika aku sakit… oh! ini yang Allah inginkan. Oh! ini rasanya…<br />
Tiada protes… hanya menerima…</div><div style="text-align: justify;">dan ketika aku di bawa berjumpa doktor…<br />
<em> oh! ini yang Allah aturkan.<br />
oh! ini klinik yang Allah hendak aku pergi.<br />
oh! ini doktornya yang Allah ingin aku jumpa….</em></div><div style="text-align: justify;">ketika aku makan…<br />
<em> oh! di sini Allah ingin aku makan. oh! ini lauknya…</em></div><div style="text-align: justify;">ketika aku bahagia..<br />
<em> oh! ini yang Allah berikan padaku ketika ini. oh! ini rasanya…</em></div><div style="text-align: justify;">ketika aku lakukan apa sahaja… aku sentiasa menyedari Allah… lalu aku berkomunikasi dengan Allah … kerana aku sedar adanya Allah yang sangat dekat denganku.</div><div style="text-align: justify;">aku hanya menyaksikan apa jua yang berlaku dalam setiap saat kehidupanku…. dan aku bersaksi..</div><div style="text-align: justify;">Aku hanya sekadar menyaksikan dan bersaksi apa yang aku saksikan…</div><div style="text-align: justify;">Aku faham atau tidak dengan apa yang aku saksikan… aku tidak memaksa untuk fikirkan. Tapi aku siap untuk difikirkan…</div><div style="text-align: justify;">Aku hanya mengikut kehendak Allah samada memberikan aku kefahaman atas sesebuah kejadian atau tidak.</div><div style="text-align: justify;">Aku lakukan… aku bekerja.. aku beraktiviti… apa yang aku diilhamkan..difahamkan…difikirkan.. malah aku sebenarnya digerakkan..dikerjakan..diaktivitikan.</div><div style="text-align: justify;">Semuanya ini ditahap manusiawinya akan lihat akulah yang berfikir.. aku bergerak dengan kehendakku… aku yang cuba memahamkan… akulah yang ingin beraktiviti.</div><div style="text-align: justify;">namun hakikatnya bukan seperti fikiran tahap manusiawi. Allah segala-galanya.</div><div style="text-align: justify;">Ketika aku memuji seseorang… aku harus menyaksikan diri, sifat dan sikap seseorang itu dahulu. Pujian itu pasti hadir ketika aku sedar bahawa dia seorang yang baik hati.</div><div style="text-align: justify;">Lalu ketika itu dan seterusnya.. aku bersaksi bahawa dia seorang yang baik hati selagi dia baik hati.</div><div style="text-align: justify;">ketika aku memuji Allah… aku menyaksikan dzat (tidak boleh melihat dgn mata kasar namun sedar jelas dan nyata wujudnya), sifat dan perbuatan Allah itu dahulu. Pujian itu pasti hadir ketika aku sedar bahawa Allah yang menggerakkan… menentukan.. menjadikan… dan Allah itu ada dekat.. meliputi segala sesuatu…</div><div style="text-align: justify;">Ketika itu dan seterusnya aku bersaksi (sebuah rasa di dalam jiwa) bahawa Allah Yang Berkuasa… lalu jiwaku, lidahku, perbuatanku benar-benar bersaksi bahawa Tiada Tuhan melainkan Allah….. dengan keyakinan yang muktamad.</div>Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-62741297436356912592011-03-10T06:07:00.001-08:002011-03-10T06:07:44.425-08:00Hadirlah Jiwa Kepada Allah SWT<div style="text-align: center;"><em><span style="color: blue;">Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman [sama saja bagi Allah]. Sesungguhnya orang-<span style="text-decoration: underline;">orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud,</span> dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. <span style="text-decoration: underline;">Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’</span>.<br />
(Quran: Al-Israa’ 17:107-109)</span></em></div>Hadirlah jiwa kepada Allah.<br />
Sudah sekian lama dirimu sekadar berkata-kata di bibir.<br />
Namun jiwa masih tetap tidak mahu sedar akan Allah SWT.<br />
Lalu dirimu tidak mampu memahami apa yang Allah SWT ajarkan kepadamu.<br />
Jika dirimu tidak mampu memahami ilham yang sentiasa Allah SWT berikan kepadamu, hadirlah selalu.<br />
Kau akan mula memahami ilham yang diturunkan.<br />
Ilham yang mengajar dirimu akan hidupmu.<br />
Ilham yang kau sentiasa inginkan di dalam solatmu ketika dirimu memohon…<br />
<em>“ya Allah tunjukilah aku jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepada mereka. Jalan yang bukan Engkau murkai dan bukan jalan yang sesat.”</em><br />
<em> </em><br />
<span id="more-2736"></span>Dirimu sering memohon.<br />
Setiap hari.<br />
Setiap waktu.<br />
Namun dirimu tidak pernah hadir kepadaNya.<br />
Lalu mana mungkin Engkau mampu memahami apa yang Allah ajarkan kepadamu.<br />
Lebih malang apabila kamu menuduh Allah tidak pernah membantumu.<br />
Menyelesaikan masalahmu.<br />
Sedangkan setiap saat Allah SWT mengilhamkan kamu jalan-jalanNya.<br />
Dirimu yang tidak mampu memahami.<br />
Kerana kamu lebih suka mengikut fikiran dan emosimu.<br />
Sentiasa memiliki persepsi buruk kepada sesuatu.<br />
Kepada sesiapa sahaja.<br />
Kepada keadaan.<br />
Kamu menghijab sendiri dirimu.<br />
Menghalang dirimu datang ke Allah.<br />
Untuk memahami apa yang Allah ajarkan kepadamu.<br />
Dirimu enggan hadir.<br />
Kerana dirimu berasa dirimu hebat.<br />
Hebat dengan ilmumu yang dihafal.<br />
Hebat dengan ilmu agamamu yang tersekat di syariat.<br />
Tidak pernah mencecah hakikat dan rasa.<br />
Hebat dengan jawatanmu yang tidak ke mana.<br />
Hebat dengan kejayaanmu yang membuatkan kamu semakin jauh daripadaNya.<br />
Hebat dengan persepsimu sendiri.<br />
Hebat dengan kekayaanmu yang sering dibanggakan.<br />
<strong>Cukuplah wahai teman.</strong><br />
Hadirlah kepada Allah SWT saat ini.<br />
Hadirlah sebenar-benarnya.<br />
Allah SWT tidak mahu kehebatanmu.<br />
Allah SWT hanya ingin kamu datang kepadaNya.<br />
Berserah, rela dan pasrah kepadaNya.<br />
Nanti akan diajarkan kamu tentang hidupmu.<br />
<span style="color: red;"><strong>* (lakukan terus praktikal ini)</strong></span><br />
Diamkan dirimu.<br />
Pasrahlah untuk mengikut kehendak Allah SWT.<br />
Relakan dirimu kepadaNya.<br />
Allah itu Tuhan.<br />
Benar….Allah itu Tuhan.<br />
Tiada Tuhan melainkan Allah.<br />
Allah itu Rabbmu.<br />
Bukan kawan-kawan.<br />
Bukan saudara mara.<br />
Bukan ibu bapa.<br />
Allah itu Tuhan wahai kawanku.<br />
Allah itu Tuhan.<br />
Datanglah kepada Allah.<br />
Datanglah dengan tenang.<br />
Panggillah Tuhanmu dengan penuh akhlak.<br />
Dengan jiwa yang tunduk.<br />
<strong> Jangan sekat kehendak dirimu untuk hadir kepadaNya</strong>.<br />
Lepaskan dari fikiran dan emosimu yang selalu menghalang dirimu hadir kepadaNya.<br />
Panggillah…<br />
ya Allah….aku datang ya Allah…aku datang.<br />
Diam dan rasailah Allah memanggilmu kembali.<br />
Kamu hanya mampu merasakan dengan jiwamu.<br />
Rasakan getarannya…<br />
Panggillah terus.<br />
Datanglah terus tanpa henti.<br />
Ya Allah….<br />
Diam…rasailah jawapan Allah SWT….<br />
Panggillah lagi….panggillah.<br />
Ya Allah…<br />
Datanglah ke Allah dengan rela…<br />
Datang dengan bersungguh-sungguh…<br />
Ya Allah….<br />
Kini kamu mula merasa apa yang difirman oleh Allah SWT. (Quran: Al-Israa’ 17:107-109)<br />
Allahuakbar…Allahuakbar…Allahuakbar.<br />
Alhamdulillah. Subhanallah.<br />
Terima kasih ya Allah..terima kasih.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-8174077947817942572011-02-15T18:23:00.000-08:002011-02-15T18:23:13.924-08:00JALAN ISLAM YANG TERBUKASalah satu slogan yang paling khas dari zaman kita ini adalah "menaklukkan ruang". Alat-alat perhubungan telah dikembangkan jauh melampaui impian generasi-generasi sebelumnya; dan alat-alat baru ini telah menggerakkan peralihan barang-barang yang jauh lebih cepat dan jauh lebih luas daripada yang pernah dikenal dalam sejarah ummat manusia sebelumnya. Perkembangan ini menyebabkan saling bergantungnya bangsa-bangsa dalam bidang perekonomian. Tidak ada satu bangsa atau satu golongan sekarang yang dapat bertahan untuk tetap terpencil dari bagian dunia lainnya. Perkembangan ekonomi tidak lagi terbatas secara lokal; sifatnya telah menjadi seluas dunia. Sekurang-kurangnya dalam kecenderungannya mengabaikan batas-batas politik dan jarak-jarak geografis. Ini membawa dengan sendirinya --dan boleh jadi ini bahkan lebih penting daripada, segi material masalah itu-- keperluan yang terus bertambah dari suatu penyaluran bukan saja barang-barang dagangan tetapi juga pikiran dan nilai-nilai kultural. Tetapi sementara kedua kekuatan itu, kekuatan ekonomik dan kultural, sering berjalan bergandengan, ada perbedaan dalam hukum dinamikanya. Hukum-hukum dasar ekonomi menuntut bahwa pertukaran barang antara bangsa-bangsa berlaku timbal balik; ini berarti bahwa tidak ada satu bangsa yang dapat berlaku sebagai pembeli saja sedang bangsa-bangsa lain tetap sebagai penjual; lambat laun masing-masing dari bangsa itu harus melakukan dua peranan sekaligus, saling memberi dan menerima, baik secara langsung atau melalui perantaraan pelaku-pelaku lain dalam panggung kekuatan-kekuatan ekonomik. Tetapi dalam bidang kultural hukum besi pertukaran ini tidak mesti berlaku, sekurang-kurangnya tidak selalu tampak; ini berarti bahwa <i>penyaluran idea-idea dan pengaruh-pengaruh kultural tidak mesti berdasar di atas prinsip memberi dan menerima</i>. Adalah berhubungan dengan sifat manusia bahwa bangsa-bangsa dan peradaban yang secara politik dan ekonomi lebih kuat menjadi suatu penarik yang kuat atas golongan yang lebih lemah atau kurang aktif dan mempengaruhinya dalam bidang intelektual dan kemasyarakatan, sedang yang kuat itu sendiri tidak terpengaruh. Demikianlah keadaan sekarang mengenai perhubungan antara Barat dan dunia Islam.<br />
Dari sudut pandangan peninjau historik pengaruh yang kuat dan sepihak yang dilakukan peradaban Barat atas dunia Islam pada saat ini sama sekali tidak mengherankan, karena ini merupakan hasil suatu proses sejarah yang panjang; untuk itu kami berikan beberapa analogi di bagian lain. Tetapi sementara ahli sejarah itu mungkin puas sekedar itu, bagi sebagian kita masalah ini tetap tidak terpecahkan. Bagi kita yang bukan hanya sekedar penonton-penonton yang tertarik tetapi merupakan pelaku-pelaku yang sebenarnya dari drama ini, bagi kita yang memandang diri kita sebagai pengikut-pengikut Nabi Muhammad saw., masalah ini sebenarnya mulai dari sini. <i>Kita percaya bahwa Islam, tidak seperti agama-agama lain, Islam bukan hanya sikap spiritual, daripada jiwa yang dapat diterapkan pada berbagai-bagai bingkai kultural yang berbeda-beda, tetapi merupakan satu orbit yang lengkap dan satu sistem kemasyarakatan dengan pandangan-pandangan yang mempunyai batasan yang terang</i>. Apabila, seperti halnya sekarang, suatu peradaban asing meluaskan pengaruhnya ke tengah-tengah kita dan menyebabkan perubahan-perubahan tertentu dalam tubuh kultural kita sendiri, kita wajib menerangkan pada diri kita apakah pengaruh asing itu berjalan ke arah kemungkinan-kemungkinan kultural kita sendiri atau bertentangan; apakah pengaruh asing itu berperan sebagai serum yang menguatkan tubuh kultur Islam atau sebagai racun.<br />
Jawaban atas pertanyaan ini hanya dapat diperoleh melalui analisa. Kita harus menemukan kekuatan-kekuatan dasar dari kedua peradaban ini --peradaban Islam dan Barat modern-- dan kemudian menyelidiki sejauh mana kerja sama antara keduanya dapat dilaksanakan. Dan karena peradaban Islam pada hakekatnya adalah peradaban agama, pertama-tama kita harus berusaha memberikan definisi pengaruh umum agama dalam kehidupan manusia.<br />
Apa yang kita namakan "sikap agamawi" adalah akibat alami dari konstitusi intelektual dan biologik. Manusia tidak sanggup menerangkan pada dirinya sendiri rahasia hidup, rahasia lahir dan mati, rahasia ketidakterbatasan dan keabadian. Pemikirannya terhenti di hadapan dinding-dinding yang tak tertembus. Oleh karena itu ia hanya dapat melakukan dua hal. Yang satu adalah meninggalkan segala usaha untuk memahami hidup secara keseluruhan. Dalam hal ini manusia akan bersandar atas bukti pengalaman-pengalaman lahir saja dan akan membatasi kesimpulan-kesimpulannya pada bidangnya. Dengan demikian ia hanya sanggup mengerti fragmen-fragmen tunggal daripada hidup, yang mungkin bertambah jumlahnya dan bertambah jelasnya secepat atau selambat pertambahan pengetahuan manusia tentang alam, tetapi bagaimanapun juga selalu hanya akan tetap tinggal fragmen-fragmen --cakupan dari keseluruhannya tetap di luar perlengkapan metodik pemikiran manusia. Inilah jalan yang ditempuh ilmu-ilmu pengetahuan alam. Kemungkinan lainnya --yang mungkin bergandengan dengan jalan ilmiah-- adalah jalan agama. <i>Agama membimbing manusia dengan jalan pengalaman batin, kebanyakan secara intuitif, kepada penerimaan keterangan yang seragam tentang hidup pada umumnya atas dasar pandangan bahwa ada satu Kuasa Kreatif yang maha tinggi yang mengatur alam semesta menurut suatu rencana sebelumnya di atas dan di luar kesanggupan pengertian manusia</i>. Seperti baru dikatakan, konsepsi ini tidak perlu menjauhkan manusia dari penyelidikan tentang fakta-fakta dan fragmen-fragmen hidup seperti yang dapat disaksikan dengan peninjauan lahir. Tidak mesti ada suatu antagonisme antara pengertian lahir yang ilmiah dan penerimaan pengertian batin yang religius. Tetapi yang disebut penerimaan pengertian religius dalam kenyataannya adalah satu-satunya kemungkinan pemikiran untuk memahami seluruh hidup sebagai kesatuan esensi dan kekuatan dasar; singkatnya, sebagai satu keseluruhan yang berimbang, yang harmonis. Kata "harmonis" walaupun sudah sangat sering disalahgunakan, adalah sangat penting dalam hubungan ini karena ia mencakup sikap yang bersangkutan dalam manusia sendiri. Orang religius tahu bahwa segala apa yang terjadi padanya dan dalam dirinya tidak pernah dapat merupakan hasil permainan buta dari kekuatan-kekuatan tanpa kesadaran-kesadaran dan tujuan; ia percaya bahwa itu datang dari kehendak Tuhan yang sadar semata-mata dan oleh karena itu secara organik terpadu dengan rencana semesta alam. Dalam jalan ini manusia diberi kesanggupan untuk memecahkan pertentangan pahit antara wujud manusia --self-- dan dunia obyektif tentang fakta-fakta dan wajah-wajah lahir yang disebut alam. Makhluk manusia dengan segala mekanisma jiwanya yang rumit, dengan segala hasrat-hasrat dan ketakutan-ketakutannya, perasaan-perasaan dan ketidakpastian spekulatifnya, melihat dirinya dihadapkan pada suatu alam di mana kemurahan dan kekejaman, bahaya dan ketenteraman, tercampur aduk dalam satu cara yang dahsyat yang tak teruraikan dan seperti bekerja atas garis-garis yang tampaknya berbeda dari metoda-metoda dan struktur pikiran manusia. <i>Falsafah intelektual murni atau ilmu pengetahuan eksperimental melulu tidak pernah sanggup memecahkan konflik ini</i>. Inilah justeru titik di mana agama melangkah masuk.<br />
Dalam sinar persepsi religius dan pengalaman, wujud manusia yang sadar-diri dan alam yang bisu yang tampaknya tampaknya tidak bertanggungjawab dibawa ke dalam satu hubungan harmonis spiritual: karena keduanya, kesadaran <i>individu manusia dan alam yang melingkungi dia serta yang ada dalam dirinya, tidaklah lain daripada manifestasi-manifestasi yang setara, kalaupun berbeda, dari Kehendak Kreatif yang Satu dan sama</i>. Maka manfaat besar yang diberikan agama seperti itu atas manusia adalah penyadaran bahwa ia selalu, dan tidak pernah dapat terlepas, dari satu kesatuan yang terencana baik dari gerak abadi Pencipta: suatu bagian tertentu dalam organisme yang tidak terbatas dari bagan Rencana Universal. Konsekuensi psikologik dari konsepsi ini adalah suatu perasaan yang dalam dari kepastian spiritual --yang berimbang antara harap dan takut yang membedakan manusia religius yang positif -apapun agamanya- dari manusia tidak religius.<br />
Posisi dasar ini sama-sama terdapat pada seluruh agama-agama besar, apapun doktrin-doktrin spesifiknya; dan yang sama pula bagi semua agama-agama besar itu adalah panggilan moral kepada manusia untuk menyerahkan dirinya kepada Kehendak Tuhan yang nyata itu. Tetapi Islam, dan hanya Islam saja, melampaui penerangan dan dorongan teoritik ini. Islam tidak saja mengajarkan kepada kita bahwa <i>hidup pada keseluruhannya adalah satu dalam hakekatnya</i> --karena berasal dari Tuhan Yang Maha Esa-- tetapi Islam pun menunjukkan kepada kita jalan praktis betapa setiap orang dari kita dapat berkembang, dalam batas-batas individualnya, kesatuan pikiran dan tindakan, baik dalam wujudnya maupun dalam kesadarannya. Untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi itu, dalam Islam, <i>manusia tidak dipaksa untuk menyangkali dunia</i>; tidak ada kekerasan dituntut untuk membuka pintu rahasia menuju pemurnian spiritual, <i>tidak ada penekanan atas pikiran untuk percaya pada dogma-dogma yang tak dapat dimengerti</i> untuk menjamin penyelamatan. Hal-hal semacam itu sama sekali asing bagi Islam karena Islam bukanlah doktrin mistik dan bukan pula falsafah. Islam adalah program hidup sesuai dengan hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Allah atas penciptaan-Nya; dan hasil capaiannya yang paling tinggi ialah koordinasi yang sempurna daripada aspek-aspek spiritual dan material kehidupan insani. Dalam ajaran-ajaran Islam kedua aspek ini bukan saja "dipertemukan" satu sama lain dalam pengertian tidak meninggalkan konflik yang menempel antara kehidupan jasadi dan moral manusia, tetapi kenyataan dari kerjasamanya dan paduannya yang tak dapat dipisahkan ditekankan sebagai basis hidup yang alami.<br />
Ini, saya pikir, adalah hikmah dari bentuk shalat yang khas dalam Islam, dimana konsentrasi spiritual dan gerak jasmani tertentu saling terkordinasi. Kritikus-kritikus yang bersifat bermusuhan terhadap Islam selalu menilik cara shalat itu sebagai bukti atas tuduhan mereka bahwa Islam adalah agama formalisma dan lahiriah. Dan dalam kenyataannya ummat agama lain, yang memisahkan "rohani" dan "jasadi" hampir dalam cara yang sama sebagai tukang susu memisahkan krim dari susu, tidak mudah memahami bahwa dalam susu Islam asli, yang tidak dicedok, kedua unsur itu walaupun berbeda dalam konstitusinya, namun sama-sama hidup secara harmonis dan sama menyatakan dirinya. Dalam kata-kata lain shalat dalam Islam terdiri dari konsentrasi mental dan gerak-gerik jasadi karena kehidupan insani sendiri adalah paduan semacam itu, dan karena kita diharapkan untuk mendekati Allah melalui keseluruhan dari segala karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita.<br />
Suatu gambaran lebih lanjut dari sikap ini dapat dilihat dalam ibadah thawaf, upacara mengelilingi Ka'bah di Makkah. Karena upacara itu termasuk dalam upacara wajib bagi setiap orang yang menjalankan ibadah haji ke kota suci itu tujuh kali mengelilingi Ka'bah, dan karena pelaksanaan ibadah ini adalah satu dari ketiga pokok terpenting dari ibadah haji, maka patutlah kita bertanya: Apa hikmahnya ini? Apakah perlu kita menyatakan pengabdian kita dalam cara formal semacam itu?<br />
Jawabannya sangat jelas. Apabila kita bergerak mengikuti satu lingkaran, maka dengan begitu kita menempatkan obyek itu sebagai titik pusat tindakan kita. Ka'bah, ke mana setiap Muslim menghadapkan mukanya setiap shalat, melambangkan keesaan Tuhan. Gerak jasadi orang-orang yang menjalankan ibadah haji dalam thawaf itu melambangkan aktivitas hidup manusia, bukan saja pikiran-pikiran pengabdian kita tetapi juga kehidupan praktek kita, tindakan dan usaha-usaha kita, harus mengandung idea tentang Allah dan keesaan-Nya sebagai pusatnya --sesuai dengan kata-kata al-Qur'an:<br />
<blockquote>"Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Qur'an Suci, 51: 56).</blockquote>Jadi konsepsi-konsepsi ibadah dalam Islam berbeda dari konsepsi agama-agama lain. Di sini konsepsi ibadah itu tidak dibatasi pada praktek-praktek yang bersifat ibadah murni seperti shalat, puasa, tetapi juga mencakup seluruh praktek kehidupan manusia. Apabila tujuan hidup kita adalah mengabdi kepada Allah maka perlulah kita memandang hidup ini, dalam keseluruhan aspek-aspeknya, sebagai satu tanggung jawab moral yang kompleks. Maka seluruh tindakan kita, bahkan yang tampaknya kecil, harus dilakukan sebagai tindakan pengabdian, yaitu dilakukan dengan sadar sebagai bagian dari rencana universal Tuhan. Hal-hal semacam ini merupakan suatu ideal jauh bagi manusia yang berkesanggupan biasa; tetapi bukankah tujuan agama adalah memberikan ideal-ideal kedalam kehidupan nyata?<br />
Posisi Islam dalam pandangan ini tidak mungkin keliru. Islam pertama-tama mengajarkan kepada kita bahwa pengabdian permanen kepada Allah dalam segala tindakan yang aneka ragam dari kehidupan manusia adalah maksud sesungguhnya daripada hidup ini; dan kedua, bahwa maksud ini tetap tidak akan mungkin tercapai selama kita membagi hidup kita dalam dua bagian, yaitu yang spiritual dan material: keduanya harus terpadu bersama-sama dalam kesadaran dan tindakan kita, kedalam satu keseluruhannya yang harmonis. Pengertian kita tentang keesaan Allah harus direfleksikan kedalam perjuangan kita ke arah kordinasi dan penyeragaman dari berbagai aspek kehidupan kita.<br />
Suatu konsekuensi logis dari sikap ini adalah perbedaan selanjutnya antara Islam dan semua sistem agama yang dikenal lainnya. Ini akan diperoleh dalam kenyataan bahwa Islam, sebagai satu ajaran, menjamin untuk memberi batasan bukan saja hubungan metafisik antara manusia dan Penciptanya tetapi juga --dan dengan tekanan yang hampir tidak kurang kuatnya-- hubungan duniawi antara individual dan lingkungan masyarakatnya. Kehidupan duniawi tidaklah hanya dianggap sebagai kulit kerang kosong, sebagai bayangan tidak berarti dari hari akhirat yang akan datang, tetapi sebagai satu keseluruhan positif yang padu. Allah sendiri adalah Satu dan Esa, bukan saja dalam hakekat tetapi juga dalam tujuan; dan oleh karena itu ciptaan-ciptaan-Nya adalah satu kesatuan, mungkin dalam hakekatnya, tetapi pasti dalam tujuannya.<br />
Ibadah kepada Allah dalam pengertian yang luas yang diterangkan di atas, menurut Islam, memberi arti hidup manusia. Dan konsepsi ini saja yang menunjukkan kepada kita kemungkinan bagi manusia mencapai kesempurnaan dalam kehidupan duniawi manusia individual. Dari segala sistem agama hanya Islam saja yang menyatakan bahwa kesempurnaan individual dapat dicapai dalam kehidupan duniawi kita. Islam tidak menangguhkan menepati ini hingga sesudah penindasan apa yang disebut hasrat-hasrat 'jasadi' seperti ajaran Kristen; tidak pula Islam menjanjikan suatu rangkaian belenggu reinkarnasi atas tingkat yang terus menaik seperti dalam Hinduisme; tidak pula Islam setuju dengan ajaran Budhisme yang mengajarkan bahwa penyempurnaan dan penyelamatan hanya dapat dicapai melalui pemusnahan wujud individual dan hubungan emosionalnya dengan dunia. Tidak, Islam memberi tekanan dalam penegasan bahwa manusia dapat mencapai kesempurnaan dalam kehidupan duniawi individualnya dan dengan membuat kegunaan penuh dari segala kemungkinan-kemungkinan duniawi dari hidupnya.<br />
Untuk menjauhkan salah pengertian, kata "sempurna" harus diberi batasan dalam pengertian yang dipergunakan di sini. Sejauh berhubungan dengan makhluk manusia, yang terbatas secara biologik, kita tidak dapat memandang idea kesempurnaan yang "mutlak" karena segala yang mutlak hanya termasuk milik sifat Allah saja. Kesempurnaan manusia dalam pengertian psikologik dan moral harus mengandung arti relatif dan individual. "Sempurna" di sini tidak berarti memiliki segala sifat-sifat yang dapat dibayangkan, bahkan tidak pula mengandung arti pengambilan secara progresif akan sifat-sifat baru dari luar, tetapi semata-mata pengembangan sifat-sifat dari individual yang telah ada dan positif dalam cara demikian rupa sehingga membangkitkan kekuatan-kekuatan yang ada dalam dirinya yang apabila tidak demikian akan tetap tidur. Berhubung dengan aneka ragam yang alami dari gejala-gejala hidup, sifat-sifat asli manusia berbeda dalam setiap diri individual. Oleh karena itu maka akan keliru apabila kita menganggp bahwa seluruh makhluk manusia harus atau bahkan dapat berjuang ke arah tipe kesempurnaan yang satu dan sama --tepat sebagaimana akan keliru untuk mengharapkan seekor kuda pacuan sempurna dan seekor kuda beban sempurna akan memiliki sifat-sifat yang sama. Keduanya mungkin sempurna dan memuaskan secara individual, tetapi keduanya akan berbeda, karena karakter aslinya berbeda.<br />
Demikian pula halnya dengan makhluk manusia. Apabila kesempurnaan harus diberi ukuran dalam tipe tertentu --seperti Kristen memberi ukuran dalam tipe pertapa suci-- manusia akan harus menyerah atau mengubah atau menindas perbedaan-perbedaan individual mereka. Tetapi ini jelas akan memperkosa hukum Ilahi tentang aneka ragam individual yang menempati segala kehidupan di atas muka bumi ini. Oleh karena itu Islam, yang bukan agama penindasan, memberikan kepada manusia, suatu wilayah yang sangat luas dalam kehidupan perorangan dan kemasyarakatan, sehingga sifat-sifat yang aneka ragam itu, tabiat-tabiat dan kecenderungan psikologik dari individu-individu yang berbeda-beda akan mendapatkan jalannya ke arah perkembangan positif sesuai dengan pembawaan individualnya masing-masing. Dengan demikian seseorang mungkin bersifat pertapa, atau ia boleh menikmati ukuran penuh dari kemungkinan-kemungkinan penyaluran nafsunya dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum; ia mungkin seorang pengembara di padang-padang gurun tanpa bekal makanan untuk hari esok atau seorang kaya yang dikelilingi harta kekayaannya. Selama ia secara jujur dan sadar patuh pada hukum-hukum perintah dan larangan Allah, ia bebas membentuk hidup individualnya ke arah bentuk apa yang diarahkan oleh alam insaninya. Kewajibannya adalah membuat dirinya sebaik mungkin sehingga ia dapat menghormati anugerah hidup yang dikaruniakan Penciptanya kepadanya, dan menolong hidup sesamanya dengan jalan perkembangan dirinya sendiri, dalam usaha-usaha spiritual, sosial dan material mereka. Tentang bentuk dari kehidupan individualnya sekali-kali tidak dipastikan oleh suatu ukuran. Ia bebas membuat pilihannya dari antara segala kemungkinan-kemungkinan halal yang tidak terbatas yang terbuka baginya.<br />
Basis dari "liberalisme" ini dalam Islam terdapat dalam konsepsi bahwa alam insani asli pada hakekatnya baik, berlawanan dengan idea Kristen bahwa manusia dilahirkan dengan dosa, atau ajaran Hindu bahwa manusia asalnya rendah dan tidak suci dan terpaksa dengan pahitnya melalui rantai transmigrasi-transmigrasi reinkarnasi yang panjang menuju tujuan terakhir kesempurnaan, ajaran Islam menegaskan bahwa manusia dilahirkan suci dan --dalam pengertian yang diterangkan di atas-- sempurna secara potensial. Ini dikatakan dalam al-Qur'an:<br />
<blockquote>"Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dalam struktur yang sebaik-baiknya,"</blockquote>tetapi dalam nafas yang sama ayat itu dilanjutkan:<br />
<blockquote>"dan kemudian kami turunkan dia pada kerendahan yang serendah-rendahnya; kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh …" (Qur'an Suci, 95: 4-6).</blockquote>Dalam ayat ini dilahirkan doktrin bahwa manusia pada aslinya baik dan suci dan dinyatakan pula bahwa ketiadaan iman kepada Allah dan tidak adanya amal baik akan menghancurkan kesempurnaan aslinya. Sebaliknya manusia dapat mempertahankan atau memperoleh lagi kesempurnaan asli individual itu apabila ia menyadari dengan insaf akan keesaan Allah dan berserah diri pada Hukum-hukum Ilahi. Jadi menurut Islam kejahatan itu sama sekali bukan hakiki atau asli; kejahatan itu adalah akibat yang diperoleh dari kehidupan manusia kemudiannya, dan disebabkan oleh penyalahgunaan sifat-sifat asli dan positif yang telah dikaruniakan Allah pada setiap individu makhluk manusia. Sifat-sifat itu adalah, seperti telah dikatakan lebih dahulu, berbeda dalam diri setiap diri individu tetapi selalu sempurna secara potensial dalam diri sendiri; dan perkembangannya yang penuh adalah mungkin dalam jangka waktu kehidupan manusia individu di muka bumi ini. Kita memang membenarkan bahwa kehidupan sesudah mati, berhubung dengan kondisinya yang diubah tentang perasaan-perasaan kesadaran, akan memberikan pada kita sifat-sifat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang sama sekali baru yang masih memungkinkan suatu kemajuan baru bagi jiwa manusia, tetapi ini hanya menyangkut kita dalam kehidupan kita di hari kemudian saja. Dalam kehidupan di dunia ini juga, ajaran Islam secara definitifif menegaskan, bahwa kita --setiap orang dari kita-- dapat mencapai ukuran kesempurnaan yang penuh dengan jalan mengembangkan sifat-sifat yang secara positif memang telah ada, yang membentuk individualitas-individualitas.<br />
Dari segala agama hanya Islam yang memberikan kemungkinan bagi manusia untuk menikmati ukuran sepenuhnya kehidupan duniawinya tanpa sekejap pun meninggalkan tujuan spiritualnya. Betapa berbeda hal ini dari konsepsi Kristen. Menurut konsepsi Kristen, manusia jungkir balik dalam belenggu dosa warisan yang dilakukan oleh Adam dan Hawa dan oleh karena itu seluruh hidup dianggap --sekurang-kurangnya dalam teori dogmatik-- sebagai lembah sengsara dan kesedihan. Hidup merupakan medan pertempuran dua kekuatan: kejahatan yang diwakili oleh setan, dan kebaikan yang diwakili oleh Yesus Kristus. Setan berusaha dengan segala godaan-godaan jasadi untuk menghalang kemajuan jiwa menuju terang abadi; jiwa adalah milik Kristus sedang jasad adalah lapangan tempat pengaruh setan. Orang dapat menerangkan dengan cara lain: dunia materi pada hakekatnya adalah jahat sedang dunia ruh adalah Ilahi dan baik. Segala sesuatu dalam alam insani yang material, --atau "carnal", seperti istilah yang lebih disukai dalam theologia Kristen-- adalah hasil langsung dari penyerahan Adam kepada nasihat Pangeran Gelap dan Jasadi dari neraka. Oleh karena itu maka untuk memperoleh keselamatannya manusia harus memalingkan hatinya dari dunia daging ini ke arah hari kemudian, dunia spiritual, dimana "dosa manusia" ditebus oleh pengorbanan Kristus di tiang salib.<br />
Sekalipun umpamanya dogma ini tidak ditaati dalam prakteknya --dan tidak pernah dipraktekkan-- adanya ajaran ini saja cenderung untuk menghasilkan suatu perasaan permanen dari kesadaran buruk dalam diri orang yang punya kecenderungan religius. Ia dilemparkan kedalam suatu gelanggang perjuangan antara panggilan penting untuk meninggalkan dunia dan desakan alami dari hatinya untuk menikmati hidup ini. Idea tentang dosa yang tak terelakkan karena diwariskan, dan tentang penebusan dosa --yang tidak dapat dipahami oleh pikiran umum-- melalui penderitaan Yesus di tiang salib, menegakkan tembok pemisah antara hasrat spiritual manusia dan hasratnya yang sejati untuk hidup.<br />
Dalam Islam kita tidak mengenal dosa warisan; kita memandang hal itu tidak sesuai dengan idea keadilan Allah. Allah tidak membuat seorang anak bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan ayahnya dan betapa Ia akan membuat generasi-generasi ummat manusia yang tak terhitung jumlahnya akan bertanggungjawab atas dosa karena pelanggaran yang dilakukan oleh nenek moyangnya yang jauh? Tidaklah diragukan bahwa tidak mungkin menyusun keterangan falsafah tentang anggapan aneh ini, tetapi bagi pikiran yang menjangkau jauh hal itu akan tetap sebagai hal yang dibuat-buat dan tidak akan memuaskan seperti konsepsi tentang Tritunggal itu sendiri. Dan karena tidak ada dosa warisan maka tidak ada pula penebusan dosa universal dalam ajaran Islam. Setiap Muslim adalah penebus dosanya sendiri; ia memiliki segala kemungkinan-kemungkinan sukses dan kegagalan spiritual dalam dirinya sendiri.<br />
Dikatakan dalam al-Qur'an tentang keperibadian manusia:<br />
<blockquote>"Bagi dia apa yang telah diterimanya, dan terhadap dia kejahatan yang dilakukannya." (Qur'an Suci, 2: 286)</blockquote>Ayat lainnya mengatakan:<br />
<blockquote>"Tidak ada yang akan diperhitungkan bagi manusia, selain yang telah diusahakannya." (Qur'an Suci, 53:39).</blockquote>Tetapi apabila Islam tidak memiliki aspek hidup yang suram seperti yang dilahirkan oleh Kristen, betapapun juga Islam tidak mengajarkan kepada kita untuk memberikan pada kehidupan duniawi nilai yang dilebih-lebihkan seperti yang diberikan oleh peradaban Barat modern. Sementara pandangan Kristen mengandung pengertian bahwa kehidupan duniawi adalah buruk, Barat modern --seperti dibedakan dari Kristen-- memuja hidup dalam cara tepat sama seperti si rakus memuja makannya; ia menelannya tetapi ia tidak punya respek terhadapnya. Sebaliknya Islam memandang kehidupan duniawi dengan tenang dan dengan respek. Ia tidak memujanya, tetapi memandangnya sebagai suatu tangga dalam perjalanan menuju kehidupan yang lebih tinggi. Tetapi justru karena ia adalah tangga, dan tangga yang perlu pula, manusia tidak berhak untuk menghinanya atau bahkan menganggap remeh nilai kehidupan duniawinya. Perjalanan kita melintasi dunia ini adalah satu bagian yang pasti dan positif dalam rencana Allah. Oleh karena itu kehidupan manusia bernilai sangat tinggi sekali; tetapi ia tidak boleh melupakan bahwa itu hanyalah nilai instrumental, sebagai alat saja. Bagi Islam tidak ada tempat bagi optimisme materialistik Barat modern yang mengatakan "Kerajaanku hanya di dunia ini saja" --tidak pula ada tempat bagi sikap benci pada hidup seperti ucapan Kristen: "Kerajaanku bukanlah daripada dunia ini." Islam menempuh jalan tengah; al-Qur'an mengajarkan manusia berdoa:<br />
<blockquote>"Tuhan kami, berikanlah kiranya kepada kami kebaikan di dunia ini dan kebaikan di akhirat." (Quran Suci, 2:201)</blockquote>Demikianlah penilaian penuh tentang dunia ini dan kebaikannya sama sekali bukan merupakan halangan bagi usaha-usaha spiritual kita. Harta benda dikehendaki tetapi bukan merupakan tujuan itu sendiri. Tujuan dari segala kegiatan praktek kita selalu harus berupa penciptaan dan pemeliharaan syarat-syarat perorangan dan sosial yang dapat bermanfaat bagi perkembangan tingkat moral dalam diri manusia. Sesuai dengan prinsip ini Islam membimbing manusia ke arah kesadaran tanggung jawab moral dalam segala hal yang dilakukannya, besar ataupun kecil. Perintah "Injil" yang terkenal: "Berikan kepada Kaisar kepunyaan Kaisar dan berikan kepada Tuhan kepunyaan Tuhan" tidak ada tempatnya dalam struktur agama Islam, karena Islam tidak mengakui adanya konflik antara tuntutan-tuntutan moral dalam kehidupan kita. Dalam segala hal hanya ada satu pilihan: pilihan antara benar dan salah, tidak ada lain. Dari situlah datangnya desakan kuat atas perbuatan sebagai satu unsur moralitas yang tidak dapat dilepaskan.<br />
Setiap individu Muslim harus memandang dirinya secara pribadi bertanggungjawab atas segala sesuatu yang terjadi di sekitar dia dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan memberantas kejahatan pada setiap saat dan pada setiap arah. Dasar atas sikap ini terdapat dalam ayat al-Qur'an:<br />
<blockquote>"Kamu adalah ummat terbaik yang telah dilahirkan kepada ummat manusia: kamu menganjurkan kebenaran dan mencegah kemungkaran, dan kamu beriman kepada Allah." (Qur'an Suci, 3:110).</blockquote>Inilah pembenaran moral terhadap peperangan Islam, suatu pembenaran terhadap penaklukan-penaklukan Islam dan tentang apa yang sering ditunjukkan sebagai "imperialisme". Islam adalah "imperialisme" apabila anda akan memaksakan istilah itu; tetapi "imperialisme" semacam ini tidak terdorong oleh cinta akan kekuasaan, tidak ada hubungan dengan egoisme ekonomi dan egoisme nasional, tidak ada sangkut paut dengan keserakahan untuk memperbesar kesenangan kaum Muslimin atas kerugian orang lain; tidak pula itu dimaksudkan sebagai pemaksaan atas orang-orang tidak beriman ke dalam rangkulan Islam. Sebagaimana halnya, itu hanya dimaksudkan untuk pembangunan dunia demi perkembangan spiritual manusia sebaik mungkin. Karena menurut ajaran Islam, pengetahuan moral secara otomatis memaksakan tanggung jawab moral atas manusia. Pemisahan platonik melulu antara baik dan buruk tanpa desakan untuk mengangkat kebaikan dan memberantas keburukan adalah immoralitas kasar dalam sendirinya. Dalam Islam moralitas hidup dan mati bersama perjuangan manusia untuk menegakkan kejayaan moralitas itu di muka bumiY@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-12676177070700438832011-02-15T18:19:00.000-08:002011-02-15T18:19:10.379-08:00HAL-HAL YANG MENGURANGI ATAU MERUSAK SIKAP TAUHIDKarena sikap tawhid ini merupakan sikap mental (hati), hati yang kurang stabil akan menyebabkan sikap ini: mudah berubah-ubah. Oleh karena itu do'a yang dianjurkan agar selalu dibaca ialah: "Wahai Pembolak-balik hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu, dan atas ta'at akan Dikau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku ini termasuk orang yang menzhalimi diriku."<br />
<h3><a href="" name="Ria"></a>1. Penyakit Ria</h3>Sangatlah perlu kita sadari beberapa kelemahan yang ada dalam diri kita sendiri. Dengan mengetahui serta menyadari adanya kelemahan dalam diri kita ini semoga kita dapat lebih mudah mengatasi dan mengontrolnya. Kelemahan-kelemahan ini pun disinyalir oleh Allah sendiri dalam al-Qur'an sebagai peringatan bagi manusia. Contohnya:<br />
<blockquote>"Sesungguhnya proses terjadinya manusia (membuatnya) tak stabil. Bila mendapat kegagalan lekas berputus asa. Bila mendapat kemenangan cepat menepuk dada." (Q.70:19.21)</blockquote>Ciri manusia seperti yang dikatakan al-Qur'an ini membuat manusia senantiasa merasa cemas akan wujud dirinya. Hal ini bisa difahami jika kita suka mengenang kembali Asal-usul kejadian kita. Setiap manusia berasal dari air mani yang ditumpahkan oleh ayahnya ke dalam rahim ibunya.<br />
Menurut ilmu kedokteran, setiap cc (centim.eter cubic) air mani ini mengandung seratus juta bibit manusia yang bernama spermatozoa, yang bentuknya seperti jarum pentul dengan kepala yang besar dan berekor panjang yang dapat digerak-gerakkan untuk berenang. Dalam setiap kali bersenggama seorang laki-laki yang sehat rata-rata mengeluarkan sebanyak dua setengah cc air mani atau sebanyak 250 juta spermatozoa.<br />
Setiap ekor spermatozoa ini mempunyai sejumlah gene yang mengandung tabi'at dan sifat serta bakat serta jenis kelamin masing-masing. Sedang di dalam rahim ibu biasanya hanya menunggu sebuah sel telur (ovum). Maka setiap manusia pada dasarnya berasal dari satu sel telur, yang menunggu di dalam rahim ketika suami isteri bersenggama, dari salah satu dari 250 juta spermatozoa tadi.<br />
Jadi menurut teori kemungkinan, maka kemungkinan terjadinya seseorang sebagai pribadi dengan bakat dan watak tertentu ialah 1/250 juta, yang dalam ilmu pasti biasanya dianggap sama dengan nol.<br />
Keseluruh spermatozoa yang 250 juta ini harus berjuang mati-matian berenang dari mulut rahim menuju tempat sel telur yang menunggu di mulut pipa fallopi. Pipa fallopi<br />
(Fallopian tube) ialah pipa yang menghubungkan sarang telur dengan rahim. Yang paling dulu sampai dan masuk ke dalam sel telur itulah yang menjadi embryo manusia. Spermatozoa lainnya (yang 250 juta kurang satu) akan terbuang dan mati tanpa meninggalkan bekas dan makna. Padahal jika ketika itu sedang ada dua atau tiga sel telur di dalam rahim itu, maka akan terjadi dua atau tiga bayi yang kembar.<br />
Maka yang terbuang karena terlambat sampai tadi, hilang, tak pernah disebut-sebut, padahal setiap ekornya sudah punya potensi dan bakat serta pribadi masing-masing. Inilah barangkali yang dimaksudkan Allah agar kita mencoba merenungkan dan mcnilai kehadiran kita di dunia ini dengan firman-Nya:<br />
<blockquote>"Bukankah telah berlalu bagi manusia suatu masa, bahwa wujudnya tiada bernilai untuk disebut-sebut? Sesungguhnya telah kami jadikan manusia itu dari setetes mani campuran, untuk mengujinya; lalu Kami anugerahi pendengaran dan penglihatan." (Q.76:1,2)</blockquote>Dari proses ini dapatlah difahami betapa manusia menurut asal-usulnya tiada bernilai sama sekali, bahkan kepastian wujudnya pun hampir nol (satu per dua ratus lima puluh juta). Padahal, dengan kehendak Allah SWT manusia telah diangkat menjadi wakil atau khalifah-Nya di muka bumi. Kedua kenyataan ini telah membuat manusia merasa tidak pasti akan dirinya, karena merasa berada di tengah-tengah antara keduanya.<br />
Kenyataan yang pertama berupa kehinaan (insignificance = tidak berarti), sedangkan kenyataan kedua berupa kemuliaan, yang bagi sebahagian besar manusia baru merupakan harapan, yang masih perlu diperjuangkan. Jarak antara hakikat (kenyataan) dan hasrat asli manusia ini menyebabkan ketidak stabilan watak (sikap mental) manusia. Semakin jauh jarak ini semakin tidak stabil wataknya; sebaliknya semakin dekat jarak ini semakin stabillah wataknya.<br />
Mereka yang tidak stabil akan sangat membutuhkan pengakuan dan pujian atau penghargaan. Dengan perkataan lain, pada dasarnya setiap manusia sangat senang, bahkan akan berbuat apa saja yang mungkin sekadar untuk mendapat penghargaan dan pengakuan (approval and recognition). Inilah pokok pangkal dari sifat ria (ingin dipuji). RasuluLlah memperingatkan, bahwa ria ini syirik khafi (syirik kecil). Tapi syirik kecil ini akan mudah menjadi besar jika lepas dari kontrol.<br />
Pada mulanya sikap ini timbul sebagai 'ujub, yang artinya heran atau kagum, yaitu heran atau kagum akan kebolehan atau kehebatan diri. Sikap ini biasanya timbul ketika orang baru selesai melakukan sesuatu yang mendapat perhatian dan kekaguman orang banyak. Di dalam hati akan timbul perasaan: "Wah, pintar juga saya ini". Inilah yang dinamakan 'ujub, dan sikap inilah ibarat "bunga"-nya.<br />
Jika dalam keadaan masih "bunga" ini tidak segera dihapuskan, maka ia akan tumbuh menjadi "putik" nya, yaitu "ria". Jika ria tadi dibiarkan tumbuh terus, maka ia akan menjadi "buah", yang dinamai "kibir" atau "takabur" yang artinya membesarkan diri atau sombong. Inilah sifat Namrud dan Fir'aun yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Oleh karena itu RasuluLlah pun pernah bersabda:<br />
<blockquote>"Tidak mungkin masuk surga seseorang yang punya penyakit kibir walaupun sebesar zarah." (Muslim dan Tirmidzhi).</blockquote>Cara mengontrol sikap ria ini ialah dengan berusaha senantiasa mengenang (zikir akan) Allah SWT, dan terus menerus menyadarkan diri, bahwa yang berhak mendapat pujian dan pujaan hanyalah Allah semata. Bacaan tahmid (AlhamduliLlah = segala puji hanya bagi Allah) hendaklah dibiasakan, terutama di saat-saat yang menggembirakan, ketika mendapat berita yang baik maupun ketika mendapat sesuatu yang menyenangkan hati terutama ketika dihargai atau dipujikan orang. Tahmid yang keluar dari hati yang ikhlash pasti akan mempertebal rasa tawhid dan menipiskan sifat ria.<br />
Saidina 'Ali RA pernah agak marah kepada seseorang yang suka memuji beliau dengan mengatakan: "Ana a'lamu bimaa fii nafsii", yang artinya: "Aku lebih mengetahui tentang diriku". Dengan teguran itu beliau telah menyatakan, bahwa beliau tak perlu dipuji, karena pujian itu hanya hak Allah SWT. Lagi pula pujian itu mungkin akan merusak mental yang dipuji.<br />
<br />
<h3>2. Penyakit Ananiah (Egoisme)</h3>Kemungkinan kedua bagi mereka yang belum stabil sikap pribadinya, selain sikap ria tadi, ialah manusia menempuh jalan pintas. Rasa tidak pasti tadi diatasinya dengan mementingkan diri. Sikap mementingkan diri ini memang sudah ada benihnya pada setiap pribadi. Sikap ini tumbuh di dalam perjuangan "to be or not to be", atau perebutan hidup atau mati ketika manusia masih berbentuk spermatozoa yang memperebutkan satu-satunya ovum yang tersedia di dalam rahim ibu tadi.<br />
Memang tidak bisa disangkal, bahwa manusia tidak akan mungkin lahir ke muka bumi ini jika ia tidak mendahulukan dirinya dari yang lain. Demi mendapatkan wujudnya, spermatozoa tadi telah terpaksa mendahulukan dirinya ketimbang sperma lain, yang seyogianya akan menjadi saudara kembarnya sedarah sedaging seandainya di rahim ibu ketika itu tersedia lebih dari satu ovum. Namun situasi telah memaksanya mendahulukan dirinya, jika tidak maka ia akan hilang tanpa dikenang (lam yakun syaian mazkuuran Q. 76:1), sebagaimana telah diterangkan di atas (lihat E.1).<br />
Memanglah manusia ini dilahirkan sebagai individu yang bebas dan unique. Perangai mendahulukan diri terhadap orang lain ini kenyataannya memang perlu, jika manusia ingin terus wujud di dunia ini. Hak mendahulukan diri ini pun diakui dan dibenarkan oleh Allah SWT, namun ada tempat dan batasnya. Hak ini, yang biasa disebut hak-hak pribadi (privacy), jelas diakui sepenuhnya oleh Allah SWT.<br />
Hak mementingkan atau mendahulukan kepentingan diri ini dianjurkan Allah agar disalurkan kepada usaha lebih mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) dengan 'ibadah yang lebih banyak dan lebih ikhlash. Usaha meningkatkan kualitas iman sedemikian sehingga mencapai tingkat taqwa yang istiqamah sangatlah digalakkan oleh RasuluLlah SAW, dan diulang-ulang di dalam al-Qur'an.<br />
Di samping itu kita pun diwajibkan pula menghormati hak individu orang lain. Misalnya di dalam al-Qur'an diterangkan, bahwa jika akan berkunjung ke rumah orang lain, maka kita diharamkan memasuki rumah orang itu sebelum mendapat izin terlebih dahulu dari penghuni rumah. Caranya minta izin itu ialah dengan memberi salam, dan menunggu jawaban. Jika sesudah tiga kali memberi salam tidak juga mendapat jawaban, maka itu tanda bahwa kita tidak diterima oleh yang punya rumah, maka kita wajib membatalkan niat akan berkunjung itu. Ini salah satu hukum yang menjamin kemerdekaan dan hak individu.<br />
<blockquote>"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu masuki rumah yang bukan rumahmu, kecuali sesudah mendapat izin dari, dan sesudah mengucapkan salaam kepada penghuninya. Hal ini terbaik bagi kamu jika kamu mengerti. Sekiranya tidak Kamu dapati seorang pria pun di dalamnya, maka jangan kamu masuki sampai kamu mendapat izin, dan jika dikatakan kepadamu 'pergilah' maka hendaklah kamu pergi; yang demikian itu lebih bersih buat kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tindak tandukmu." (Q. 24 : 27,28).</blockquote>Kenyataan lain yang harus pula diakui oleh manusia ialah, bahwa ia tak mungkin hidup sendiri di muka bumi ini. Setiap orang membutuhkan yang lainnya. Oleh karena itu Allah telah rnenciptakan hukum yang menentukan batas-batas antara pemenuhan kepentingan diri terhadap kepentingan bersama (masyarakat) secara seimbang dan serasi (harmonis).<br />
Kita lahir sebagai individu, dan akan mati sebagai individu. Di dalam masa hidup yang kita tempuh di antara lahir dan mati itu kita akan terikat oleh ketentuan-ketentuan bermasyarakat, yang tak mungkin pula kita abaikan demi kelestarian hidup bersama itu. Batas-batas antara kedua kepentingan ini akan sangat sukar jika harus ditentukan oleh manusia sendiri, karena setiap diri akan cenderung lebih mendahulukan kepentingan dirinya terhadap kepentingan orang lain. Setiap orang cenderung akan berpikir subjective apabila menyangkut kepentingan dirinya. Oleh karena itulah, maka peranan hukum Allah, Yang Maha Mengetahui akan lekak-liku jiwa manusia, dalam hal ini muthlak perlu.<br />
Orang yang belum stabil sikap pribadinya cenderung mengabaikan ketentuan Allah ini, karena kurang yakinnya ia akan keperluannya. Maka ia menempuh jalan pintas, yang berupa ananiah tadi, demi memenuhi kebutuhannya akan kestabilan pribadi. Namun di sini pulalah terletak kegagalannya. Sikap ananiah ini akan mendorongnya ke arah ekstreem, sehingga mempertuhankan dirinya sendiri, maka hancur-leburlah tawhidnya oleh karenanya. Ia lantas membesarkan, bahkan mengagungkan dirinya terhadap orang lain sekitarnya. Maka terkenallah ia sebagai orang yang sombong dan angkuh, sehingga dibenci oleh masyarakatnya.<br />
Oleh karena itu, sikap ananiah ini dikutuk Allah dengan tajam sekali. Tokoh sejarah yang pernah besar dan kemudian dihancurkan Allah, karena sikap ini, banyak diceritakan di dalam al-Qur'an. Antara lain Fir'aun, Namrud, Samiri, Abu Lahab dan lain-lain.<br />
Obatnya ialah 'ibadah yang ihsan dan khusyu', sehingga kita betul-betul bisa merasa ridha menerima ketentuan Allah terhadap diri kita masing-masing. 'Ibadah yang ihsan ini berfungsi membersihkan pribadi ini dari sikap ananiah ini. 'Ibadah yang ihsan telah diterangkan oleh RasuluLlah sebagai merasakan bahwa kita melihat Allah dalam 'Ibadah itu, karena walaupun tak mungkin melihat-Nya, tapi kita dapat merasakan, bahwa Allah senantiasa melihat dan memperhatikan perangai kita. 'Ibadah yang ihsan ini akan menumbuhkan rasa dekat dan mesra dengan Allah, sehingga menimbulkan rasa cinta kepada-Nya.<br />
Rasa cinta ini akan menumbuhkan percaya diri yang sangat tinggi di dalam pribadi kita, sehingga rasa ketidak-stabilan oleh karena ketidak-pastian tadi menjadi sirna sama sekali, maka bersihlah diri dari sikap was-was atau ragu akan kasih sayang Allah, sebagaimana difirmankan Allah di dalam al-Qur'an:<br />
<blockquote>"Demi pribadi dan penyempurnaannya; yang berpotensi sesat dan bertaqwa. Sungguh menanglah mereka yang mensucikannya; Sungguh rugilah mereka yang mengotorinya." (Q.91 : 7-10)</blockquote>Dengan demikian ananiah atau jalan pintas untuk mengatasi rasa ketidak-pastian tadi tidak akan tumbuh di dalam pribadi yang mau ber'ibadah ihsan dan khusyu'. Berdasarkan ayat-ayat ini, jelaslah bagi mereka yang sadar, bahwa pensucian pribadi melalui 'ibadah yang ihsan dan khusyu' bukanlah sekadar kewajiban pribadi, tapi lebih merupakan suatu kebutuhan muthlak, yang tak mungkin diabaikan.<br />
<br />
<br />
3. Penyakit Takut dan Bimbang Penyakit yang sering bercokol dalam hati manusia ialah penyakit takut dan bimbang. Penyakit ini pun biasanya timbul akibat rasa ketidak-pastian yang telah diterangkan di atas. Kedua penyakit ini tumbuh akibat kurang yakinnya seseorang akan kemutlakan kekuasaan Allah SWT. Kurang yakinnya seseorang akan kemutlakan Allah ini menyebabkan ia kurang pasrah dalam mewakilkan nasibnya kepada Allah. Di dalam bahasa al-Qur'an dikatakan orang ini tidak tawakkal.<br />
Tawakkal 'ala Allah artinya mewakilkan nasib diri kepada Allah semata. Kelemahan diri manusia akibat dari proses kejadiannya itu (lihat E.1.) telah menyebabkan manusia senantiasa merasa tergantung kepada sesuatu yang lain. Jika ia yakin akan kekuasaan mutlak Allah SWT, maka ia akan puas dengan ketergantungannya kepada Allah saja. Jika ia kurang yakin akan kemutlakan kekuasaan Allah SWT, maka kebimbangan segera timbul. Kebimbangan ini kemudian akan berkembang menjadi rasa takut.<br />
Rasa takut itu biasanya timbul terhadap perkara yang akan datang yang belum tentu akan terjadi. Misalkanlah perkirkiraan yang wajar menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya perkara itu dan akan berakibat jelek terhadap kita 50%. Biasanya dengan pengandaian yang dilebih-lebihkan dibayangkan seolah-olah kemungkinannya jauh lebih besar dari 50%, maka kita pun ketakutan.<br />
Padahal, jika kita sadar, bahwa kita boleh saja mengandaikan sebaliknya, yaitu lebih kecil dari 50% bukankah kita tak perlu takut. Dalam keadaan tidak takut kita dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk mengatasi akibat yang akan mungkin terjadi itu. Biasanya di bawah tekanan rasa takut orang sudah tidak dapat lagi berpikir wajar, bahkan bagi setengah orang bisa menjadi panik dan berhenti berpikir sama sekali.<br />
Namun di atas semua itu, keyakinan akan seluruh sifat-sifat (attribute) Allah yang mutlak pasti akan menentukan dan memelihara kemantapan hati seseorang. Bukankah Allah SWT telah mcnjamin, bahwa "tidak akan mengenai suatu kejadian akan kita, kecuali jika memang telah ditetapkan Allah bagi kita." Dalam firman-Nya:<br />
<blockquote>"Katakanlah: 'Takkan ada apapun yang akan menimpa kami, kecuali yang telah ditetapkan Allah; Dialah Pelindung kami, maka hanya kepada-Nya-lah si Mu 'min mewakilkan urusan mereka' . " (Q. 9: 51).</blockquote>Takut dan bimbang adalah gejala jiwa yang kurang bertawhid. Dengan perkataan lain takut dan bimbang ialah pertanda syirik. Dr. Muhammad Iqbal, pujangga Islam terkemuka dalam abad ini telah menyatakan syirik setiap luapan takut dan bimbang dalam salah satu sajaknya yang bcrjudul: "Laa Takhaf Wa Laa Tahzan".<br />
<blockquote> <blockquote><br />
<dl><dt><b>Laa Takhaf Wa Laa Tahzan</b> </dt>
<dt><br />
</dt>
<dt>Wahai kau yang dibelenggu rantai takut dan gelisah </dt>
<dt>Pelajarilah mutu kata Nabawi: "Laa Tahzan" </dt>
<dt>Jangan takut tak berketentuan </dt>
<dt>Jika adalah padamu Tuhan Yang Maha Kuasa </dt>
<dt>Lemparkanlah jauh-jauh segala takut dan bimbang </dt>
<dt>Lemparkan cita untung dan rugi </dt>
<dt>Kuatkan iman sekuat tenaga </dt>
<dt>Dan kesankanlah berkali-kali dalam jiwamu: "La Khaufun 'Alaihim" </dt>
<dt>Tiada resah dan gentar pada mereka bagi zaman 'kan datang </dt>
<dt>Bila Musa pergi kepada Fir'aun </dt>
<dt>Hatinya membaja oleh mutu kata: </dt>
<dt>"Laa Takhaf, janganlah takut dan bimbang" </dt>
<dt>Siapa yang telah mempunyai semangat al-Musthafa </dt>
<dt>Melihat syirik dalam setiap denyut dan luapan takut bimbang. </dt>
</dl></blockquote></blockquote>Cara mengatasi rasa takut ialah dengan tawakkal 'ala Allah, artinya mewakilkan perkara yang kita takuti itu kepada Allah SWT, maka Allah akan memberikan pemecahan masalah tersebut. Di samping itu kita mempersiapkan diri seperlunya untuk mengatasi kemungkinan akibat buruk dari perkara tersebut bila terjadi.<br />
Andai kata perkara itu terjadi benar-benar, maka kita tidak akan terkejut lagi, sehingga dapat lebih tenang mengatasinya. Betapapun jelek akibat terjadinya perkara tersebut atas diri kita, maka dengan bertawakkal 'ala Allah itu kita akan siap menerimanya sebagai kehendak Allah, Yang sedang menguji kita. Maka jika kita berhasil keluar dari peristiwa itu biasanya kita akan punya iman yang lebih menebal. Itulah yang dialami para nabi dan rasul dalam meningkatkan iman dan tawhid mereka.<br />
Nabi Musa AS, umpamanya, telah mengalami segala macam ujian Allah yang berat-berat demi meningkatkan iman dan tawhid beliau. Musa AS mematuhi segala yang telah diperintahkan Allah kepadanya sepenuhnya. Kadang-kadang beliau juga merasa bimbang dan ragu, dan perasaan ini dijelaskan beliau kepada Allah, dan Allah memberikan bantuan seperlunya. Pada saat beliau, karena mematuhi perintah Allah, membawa seluruh orang Yahudi pindah keluar dari tanah Mesir, maka beliau dihadapkan dengan cabaran Allah yang cukup berat.<br />
Ketika rombongan yang besar itu sampai ke pantai laut Merah kelihatan di belakang lasykar Fir'aun, yang siap akan menghancurkan mereka, datang mengejar. Maka, Musa AS dihadapkan dengan jalan buntu. Padahal beliau sampai ke situasi ini bukan karena kehendak beliau sendiri; beliau sampai ke situasi ini hanya karena mematuhi perintah Allah, maka ketika beliau mewakilkan perkara ini kepada Allah, maka Allah SWT segera memberikan pemecahan masalahnya, dan dengan demikian Musa menjadi lebih matang. Inilah yang digambarkan oleh sajak berikut ini:<br />
<blockquote> <blockquote><br />
<dl><dt>Have you ever been to the Red Sea shore in your life, </dt>
<dt>Where inspite of everything you can do, </dt>
<dt>There is no way back, there is no way out, </dt>
<dt>There is no other way but through. </dt>
<dt>Jika diterjemahkan kira-kira: </dt>
<dt>Pernahkah dalam hidup ini anda terbuntu di Laut Merah, </dt>
<dt>Yang walau apapun anda boleh buat dan rancang, </dt>
<dt>Namun anda tak mungkin mundur konon pula menyerah, </dt>
<dt>Satu-satunya jalan hanyalah terus 'nyeberang. </dt>
</dl></blockquote></blockquote>Musa AS tawakkal 'ala Allah atas perkara yang sedang dialaminya akibat patuhnya beliau kepada perintah Allah, maka Allah SWT tak mungkin mengecewakan hamba-Nya yang memenuhi seluruh kehendak-Nya.<br />
<blockquote>"Wahai orang yang beriman, jika kamu menolong (melaksanakan semua perintah) Allah, maka Ia akan menolong kamu dan memantapkan langkah-langkahmu." (Q. 47:7)</blockquote>Maka dengan kehendak Allah laut Mcrah menyibakkan airnya dan memberikan rombongan Musa AS jalan untuk lewat menyeberang. Sementara itu barisan lasykar Fir'aun dihadang oleh api besar sampai rombongan Musa AS hampir selesai menyeberang. Sesudah api besar itu reda, lasykar Fir'aun mengejar menyeberangi laut yang masih terbuka itu sampai ke tengah, maka laut itu pun menelan mereka seluruhnya. Inilah kekuatan pengaruh tawhid yang bagi seorang Rasul seperti Musa AS telah berubah menjadi apa yang dinamakan mu'jizat.<br />
Ummat Muhammad SAW telah mendapat karunia khas berupa mu'jizat yang tidak saja diajarkan oleh beliau, bahkan telah dipusakakan beliau kepada ummat yang sangat dicintai beliau ini. Kehebatan sikap tawhid ini akan selalu terbukti seandainya ummat ini bersedia menghargai dan mengamalkannya. Sayang, kebanyakan ummat kita masih terlalu tebal kemusyrikannya, sehingga terhadap ilah yang berupa rokok saja pun kebanyakan ummat kita masih takluk tak berkutik, termasuk sebahagian pemimpin dan ulamanya! AstaghfiruLlah . Ya Allah, ampuni dan tunjukilah kami semuanya dalam mencapai ridha-Mu ...!!!<br />
<br />
<h3>4. Penyakit Zhalim</h3>Zhalim adalah lawan dari 'adil. Zhalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya atau melakukan sesuatu yang tidak semestinya. Lawannya 'adil, yang artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya atau melakukan sesuatu yang pantas. Jadi kalau seseorang membunuh ular karena ia akan membela nasib seekor tikus yang akan diterkam dan dimakan ular itu, maka tindakannya itu tidak bisa dikatakan 'adil, karena sudah taqdir Allah SWT, bahwa tikus itu memang makanan ular. <br />
Demikian pula sikap orang-orang vegetarian yang tak mau makan daging, karena katanya manusia tidak pantas berwatak kejam membunuh binatang yang akan dimakannya. Dengan bersikap demikian mereka menganggap kehidupan mereka penuh dengan kasih sayang sesama makhluk Tuhan. Padahal Allah SWT telah berfirman, bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini dan segala yang ada di langit diciptakan Allah untuk melayani kebutuhan manusia.<br />
<blockquote>"Dan Ia telah menyediakan bagi kamu segala sesuatu yang ada di langit dan apa yang di bumi seluruhnya dari pada-Nya, sesungguhnya dalam hal ini terdapat beberapa tanda bagi kaum yang mau berfikir." (Q. 45:13).</blockquote>Dari ayat ini dan beberapa ayat lain yang senada (lihat juga Q. 14:32-33; 16:12,14; 22:65; 31:20,29; dan sebagainya), maka membunuh binatang yang memang diciptakan Allah untuk kepentingan kesejahteraan manusia tidaklah termasuk zhalim atau kejam asalkan kita memenuhi segala persyaratan yang berkenaan dengan itu seperti harus dengan pisau yang tajam dan langsung memotong urat leher tertentu agar darahnya segera tanpa tertahan keluar dengan lancar, dan sebagainya.<br />
Dari ulasan ini dapatlah diketahui, bahwa kezhaliman bisa terjadi jika seseorang melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kewajaran. Sesuatu yang tidak wajar itu biasanya bertentangan dengan hukum atau sunnah Allah SWT. Jadi zhalim dengan tegas berarti melakukan sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Allah SWT. Bedanya dengan kufur hanyalah dalam i'tiqadnya.<br />
Seorang kafir menolak sunnatuLlah dengan hati dan perbuatannya, sedangkan seorang Muslim yang bertindak berlawanan dengan sunnatuLlah dikatakan zhalim, walaupun ia masih tetap seorang Muslim. Namun kebiasaan berperilaku zhalim akan merusak mentalnya, karena dengan perilaku ini ia telah merendahkan atau meremehkan sunnatuLlah yang pasti menimbulkan akibat negatif bagi dirinya dan lingkungannya. Sikap meremehkan sunnatuLlah ini termasuk atau mendekati sikap sombong yang telah dibicarakan di atas. Pada akhirnya jika pen-zhalim tidak segera taubat maka ia akan menjadi kufur juga akhirnya. Oleh karena itu sikap zhalim dibenci oleh Allah.<br />
Selain dari pada itu zhalim terhadap makhluk lain, terutama terhadap manusia berarti merendahkan derajat manusia yang dizhalimi. Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah haram direndahkan. Bertindak zhalim sama dengan mendekatkan diri dengan kekufuran, karena denqan tindakan itu pen-zhalim telah menandingi hak Allah sebagai Satu-satunya Yang Berhak bertindak menurut iradah-Nya tanpa perlu menenggang yang lain. Tindakan menandingi hak Allah inilah yang berlawanan dengan tawhid. Dengan perkataan lain, zhalim pada dasarnya akan mendekatkan diri seseorang kepada syirik.<br />
Bertindak zhalim terhadap makhluk selain manusia pun bisa mendekatkan diri kepada kufur, karena telah melawan sunnah Allah. Umpamanya, membunuh binatang yang tak akan dimakan, tapi hanya sebagai permainan atau hobby. Juga, perbuatan-perbuatan yang menimbulkan pencemaran pada lingkungan seperti menebang kayu yang tak akan dimanfaatkan, atau dengan cara yang berlebih-lebihan karena didorong oleh sifat thama' untuk mendapatkan keuntungan yang berlebihan, sehingga menimbulkan ketidak-seimbangan ecology. Perbuatan zhalim seperti ini sama dengan "berlagak tuhan", yang boleh berkemauan seenaknya sendiri tanpa menenggang kepentingan orang atau makhluk lain. Hal ini jelas akhirnya akan termasuk syirik atau paling tidak menjauhkan diri seseorang dari sikap tawhid yang istiqamah. <br />
<h3><a href="" name="Dengki"></a>5. Penyakit Hasad atau Dengki</h3>Hasad tumbuh di hati seseorang apabila ia tidak senang kepada keberhasilan orang lain. Sikap ini biasanya didahului oleh sikap yang menganggap diri paling hebat dan paling berhak mendapatkan segala yang terbaik, sehingga jika melihat ada orang lain yang kebetulan lebih beruntung, maka ia merasa disaingi. Jadi pada dasarnya hasad ini juga berasal dari sikap membesarkan (kibir) diri atau sombong.<br />
Sikap tawhid pasti akan membuahkan hal yang sebaliknya, karena dengan mentawhidkan Allah seseorang pasti bisa merasakan, bahwa semua makhluk Allah sama kedudukan dan haknya masing-masing di hadapan Allah SWT. Hanya Allah sendiri yang pantas dianggap lebih dari semua yang ada. Adapun manusia punya hak yang sama di sisi Allah. Jika ada manusia yang lebih dimuliakan Allah dari yang lainnya, maka hanya Allah sendiri yang berhak menentukan apa kriterianya, dan bagaimana cara mengukurnya. Di dalam al-Qur'an dikatakan, bahwa kelebihan seseorang manusia terhadap yang lain hanyalah ditentukan oleh ketaqwaan manusia tersebut.<br />
<blockquote>"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu ialah yang paling bertaqwa, sesungguhnya hanya Allah Yang Maha Mengetahui, Maha Sadar." (Q. 49:13)</blockquote>Namun taqwa ini merupakan kwalitas hati, yang tidak mungkin diketahui oleh manusia ukurannya. "Taqwa-meter" tak pernah dan tak mungkin dibuat oleh manusia. Oleh karena itu hanya Allah SWT yang mengetahui derajat ketaqwaan seseorang, dan hanya Allah yang Maha Sadar (Khabiir = absolutely well informed) akan nilai setiap orang, maka hanya Allah yang bisa menilai kelebihan seseorang terhadap yang lain.<br />
Memang dalam pergaulan sesama manusia sering diperlukan suatu metoda tertentu untuk menilai mutu seseorang misalnya setiap guru atau dosen harus menilai murid atau mahasiswanya untuk mengetahui apakah ia pantas dinaikkan atau diluluskan. Di dalam suatu perusahaan, seorang manajer personalia harus mengadakan penilaian (performance appraisal) terhadap bawahannya, namun penilaian itu hanyalah bersifat lahiriah, yaitu yang dinilai ialah hasil prestasi, sama sekali bukan nilai moral atau motivasi bawahan tersebut. <br />
Oleh karena itu penilaian prestasi (performance appraisal) yang dilakukan oleh seorang manager personalia yang Islami haruslah berdasarkan persetujuan antara si penilai dan orang yang dinilai, dan kedua orang ini haruslah menandatangani laporan hasil penilaian tersebut. Aturan yang sudah biasa dilakukan di kalangan manajer yang modern ini dibuat demi menghasilkan penilaian yang lebih mendekati keobjektifan, namun semua pakar manajemen masih mengakui, bahwa penilaian yang objektif seratus persen tidak akan pernah dicapai manusia, jadi tepat sebagaimana difirmankan Allah SWT:<br />
<blockquote>"Katakanlah: 'Setiap kamu berkarya menurut bakat masing-masing, hanya Allah, Tuhanmu yang paling mengetahui siapa yang benar-benar mendapat petunjuk di jalan yang ditempuhnya'..." (Q.17:84)</blockquote>Ayat ini tegas menyatakan, bahwa selain Allah tidak ada yang mampu memberikan penilaian yang betul-betul objektif. Oleh karena itu, sikap dengki yang biasanya didahului oleh penilaian yang subjektif terhadap diri orang lain pasti mendekatkan seseorang kepada syirik, karena menilai secara subjektif itu pada hakikatnya sudah berarti menandingi hak Allah SWT. Wallahu a'lam bishawab.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-74182429951682205352011-02-15T18:12:00.001-08:002011-02-15T18:17:46.201-08:00SYIRIK dan MUSYRIKDalam kenyataannya, kebanyakan manusia di dunia ini bertuhan lebih dari satu. Al-Qur'an menamakan mereka ini musyrik, yaitu orang yang syirik. Kata syirik ini berasal dari kata "syaraka" yang berarti "mencampurkan dua atau lebih benda/hal yang tidak sama menjadi seolah-olah sama", misalnya mencampurkan beras kelas dua ke dalam beras kelas satu. Campuran itu dinamakan beras isyrak. Orang yang mencampurkannya disebut musyrik.<br />
Lawan "syaraka" ialah "khalasha" artinya memurnikan. Beras kelas satu yang masih murni, tidak bercampur sebutir pun dengan beras jenis lain disebut beras yang "Khalish". Jadi orang yang ikhlash bertuhankan hanya Allah ialah orang yang benar-benar bertawhid. Inilah konsep yang paling sentral di dalam ajaran Islam.<br />
Mentawhidkan Allah ini tidaklah semudah percaya akan wujudnya Allah. Mentawhidkan Allah dengan ikhlash menghendaki suatu perjuangan yang sangat berat.Mentawhidkan Allah adalah suatu jihad yang terbesar di dalam hidup ini.<br />
Kenyataannya, orang-orang yang sudah mengaku Islam pun, bahkan mereka yang sudah rajin bershalat, berpuasa dan ber'ibadah yang lain pun, di dalam kehidupan mereka sehari-hari masih bersikap, bahkan bertingkah laku seolah-olah mereka masih syirik (bertuhan lain di samping Tuhan Yang Sebenarnya). Mereka masih mencampurkan (mensyirikkan) pengabdian mereka kepada Allah itu dengan pengabdian kepada sesuatu "ilah" yang lain. Pengabdian sampingan itu biasanya ialah di dalam bentuk "rasa ketergantungan" kepada ilah yang lain itu. Oleh karena itu, al-Qur'an mengingatkan setiap Muslim, bahwa dosa terbesar yang tak akan terampunkan oleh Allah ialah syirik ini (LihatQ.4:48 dan 116):<br />
Artinya kira-kira: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampunkan orang-orang yang mensyirikkan-Nya, tapi Ia akan mengampuni kesalahan lain bagi siapa yang diperkenankan-Nya. Barangsiapa yang mensyirikkan Allah, sesungguhnyalah ia telah berdosa yang sangat besar."<br />
RasuluLlah pun pernah mengatakan, bahwa pokok pangkal setiap dosa ialah syirik ini, jadi senada dengan peringatan yang disampaikan al-Qur'an. Dapat difahami, bahwa setiap orang yang akan melakukan sesuatu dosa, apalagi buat pertama kali, akan merasakan, bahwa hati nuraninya akan memberontak. Detak jantungnya akan bertambah cepat, timbul rasa malu kalau-kalau perbuatannya itu akan dilihat orang lain, terutama kenalannya, maka pada saat itu ia lebih takut (malu) kepada orang (ilah lain) dari pada kepada Allah, Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Maka pada saat itu ia sudah syirik sebelum melaksanakan keinginan hawa nafsunya itu.<br />
Peringatan al-Qur'an dan ucapan Rasul itu disampaikan karena Allah sendiri tahu, bahwa memang tidak mudah mencapai tingkat tawhid yang ikhlash itu. Sangat banyak kendala dan halangan yang harus diatasi jika orang ingin mencapai tingkat tawhid yang murni ini.<br />
<h3><a href="" name="Alihatun"></a>1. Alihatun atau Tuhan-tuhan yang Populer</h3><h4>a. Harta atau Duit Sebagai Ilah</h4>Tuhan lain atau "tuhan tandingan", yang paling populer di zaman modern ini ialah duit, karena ternyata memang duit ini termasuk "ilah" yang paling berkuasa di dunia ini. Di kalangan orang Amerika terkenal istilah "The Almighty Dollar" (Dollar yang maha kuasa). Memang telah ternyata di dunia, bahwa hampir semua yang ada di dalam hidup ini dapat diperoleh dengan duit, bahkan dalam banyak hal harga diri manusia pun bisa dibeli dengan duit.<br />
Cobalah lihat sekitar kita sekarang ini, hampir semuanya ada "harga''-nya, jadi bisa "dibeli" dengan duit. Manusia tidak malu lagi melakukan apa saja demi untuk mendapat duit, pada hal malu itu salah satu bahagian terpenting dari iman. Betapa banyak orang yang sampai hati menggadaikan negeri dan bangsanya sendiri demi mendapat duit. Memanglah "tuhan" yang berbentuk duit ini sangat banyak menentukan jalan kehidupan manusia di zaman modern ini.<br />
Pada mulanya manusia menciptakan duit hanyalah sebagai alat tukar untuk memudahkan serta mempercepat terjadinya perniagaan. Maka duit bisa ditukarkan dengan barang-barang atau jasa dalam berbagai bentuk. Oleh karena itu, duit juga disebut sebagai "harta cair" (liquid commodity). Kemudian, fungsi duit sebagai alat tukar ini menjadi demikian efektifnya, sehingga di zaman ini, terutama di negeri-negeri yang berlandaskan materialisme dan kapitalisme, duit juga dipakai sebagai alat ukur bagi status seseorang di dalam masyarakat.<br />
Kekuasaan, pengaruh, bahkan nilai pribadi seseorang diukur dengan jumlah kekayaan (asset)-nya. Prestasi pribadi seseorang pun telah diukur dengan umur semuda berapa ia menjadi jutawan. Semakin muda seseorang mendapat duit sejumlah sejuta dollar dianggap semakin tinggi nilai pribadinya. Umpamanya, ketika penulis sedang mengetik naskah edisi baru ini (di Ames, Iowa, USA, awal Ramadhan 1406/ May 1986), di dalam siaran TV diumumkan, bahwa Michael Jackson mendapat piagam kehormatan tertinggi (Golden Award) sebagai "seniman" penyanyi termuda (di bawah 30 tahun) yang terhebat, karena ia berhasil mendapat kontrak sejumlah 15 juta dollar untuk menyanyikan lagu "Pepsi Cola" di dalam siaran-siaran TV dan radio selama tiga tahun. Jadi ia berpenghasilan 5 juta dollar setahun dalam masa tiga tahun mendatang ini; kira-kira 20 x gaji presiden Amerika Serikat (Ronald Reagen) pada masa yang sama. Kehidupan dan gaya hidup orang-orang yang banyak duit ini di USA sengaja ditonjolkan melalui program yang periodik di TV (The Lifestyles of the Rich and Famous).<br />
<h4>b. Takhta Sebagai Ilah</h4>"Tuhan tandingan" kedua yang paling populer ialah pangkat atau takhta, karena pangkat ini erat sekali hubungannya dengan duit tadi, terutama di negeri-negeri yang sedang berkembang. Pangkat atau takhta bisa dengan mudah dipakai sebagai alat untuk mendapat duit atau harta, terutama di negeri-negeri di mana kebanyakan rakyatnya masih berwatak "nrimo", karena belum terdidik dan belum cerdas. Apalagi, kalau di negeri itu kadar kebebasan mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan, masih rendah.<br />
Di negeri-negeri yang rakyatnya sudah cerdas, dan kebebasan mengeluarkan pendapat terjamin penuh oleh undang-undang, memang peranan pangkat dan kedudukan tidak mudah, bahkan tidak mungkin dipakai untuk mendapatkan duit/harta. Oleh karena itu, orang-orang yang ikut aktif di dalam perebutan kedudukan yang bersifat politis di negeri- negeri yang sudah maju ini biasanya orang-orang yang sudah kaya lebih dahulu. Mendiang presiden Kennedy, umpamanya, menolak pembayaran gajinya sebagai presiden yang jumlahnya ketika itu 125 ribu dollar setahun, karena ia sudah jutawan sebelum jadi presiden. Ia merebut kedudukan kepresidenan dengan mengalahkan Nixon, ketika itu, karena dorongan rasa patriotiknya, atau mungkin juga demi menjunjung tinggi nama dan kehormatan keluarganya, namun bukan karena menginginkan kekayaan yang mungkin diperoleh dari kepresidenan itu.<br />
Jadi, nyata benar bedanya dengan bekas presiden Marcos dan isterinya Imelda, umpamanya, yang telah menjadi kaya raya akibat kedudukannya, karena itu mereka telah bersikeras terus mempertahankan kedudukan itu, walaupun rakyat sudah menyatakan ketidak-senangan mereka kepadanya. Hal ini bisa terjadi di negeri Marcos, karena kecerdasan dan kebebasan rakyatnya masih jauh di bawah kecerdasan dan kebebasan rakyat Amerika Serikat.<br />
Contoh-contoh seperti Marcos dan Imelda ini banyak sekali terjadi di negeri-negeri yang sedang berkembang, seperti Tahiti dengan Duvalier-nya, Iran dengan mendiang Syah-nya, dan lain-lain...!<br />
Suatu hal yang sangat menarik, karena berhubungan dengan masalah ini, ialah, bahwa Al-Qur'an sudah mengajarkan kepada para Muslim yang benar-benar bertawhid (beriman) agar mereka memilih pemimpin, selain Allah dan Rasul-Nya, hanyalah "orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan membayarkan zakat seraya tundak hanya kepada Allah." Ayat selengkapnya berbunyi:<br />
<blockquote>"Sungguh, pemimpinmu (yang sejati) hanyalah Allah dan Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan MEMBAYARKAN ZAKAT, seraya tunduk (patuh kepada Allah)." (Q.5:55)</blockquote>Bukankah yang diwajibkan membayar zakat ini ialah orang yang kaya, atau paling tidak orang yang sudah berkecukupan. Orang yang miskin, dan karena itu tidak mampu membayarkan zakat, walaupun sudah ta'at melakukan sembahyang, belum memenuhi syarat untuk dipilih sebagai pemimpin. Akan terlalu berat baginya mengatasi keinginan melepaskan diri dari tekanan kemiskinan itu, sehingga mungkin ia akan lebih mudah tergoda untuk memperkaya dirinya dahulu, sebelum atau sambil menjalankan tugasnya sebagai pemimpin itu.<br />
Sungguh, sangat tinggi hikmah yang terkandung di dalam ayat ini, terutama mengenai masalah memilih atau menentukan pemimpin. Sangat sayang, bahwa kebanyakan ummat Islam pada saat ini belum sempat mencapai tingkat kecerdasan yang memadai untuk memahami dan menghayati kandungan ayat suci ini. Oleh karena itu, ummat ini belum juga berhasil memilih pemimpin mereka sesuai dengan kandungan ajaran Allah ini. Akibatnya, ummat Islam belum mampu mencapai tingkat kemerdekaan (tawhid) yang minimal menurut standard yang dikehendaki al-Qur'an. Benar juga kiranya, jika ada yang mengatakan, bahwa "al-Qur'an masih terlalu tinggi bagi kebanyakan ummat Islam pada masa ini". Dengan perkataan lain, ummat Islam pada masa ini masih terlalu rendah mutunya, sehingga belum pantas untuk menerima al-Qur'an yang mulia itu.<br />
Oleh karena itu, kita tak perlu heran jika nilai-nilai dasar dan pokok yang diajarkan di dalam al-Qur'an masih lebih mudah terlihat dipraktekkan di negeri-negeri, yang justru mayoritas penduduknya resmi belum beragama Islam.<br />
<h4>c. Syahwat Sebagai Ilah</h4>Tuhan ketiga yang paling populer pada setiap zaman ialah syahwat (sex). Demi memenuhi keinginan akan sex ini banyak orang yang tega melakukan apa saja yang dia rasa perlu. Orang yang sudah terlanjur mempertuhankan sex tidak akan bisa lagi melihat batas-batas kewajaran, sehingga ia akan melakukan apa saja demi kepuasan sex-nya.<br />
Contoh-contoh dalam sejarah mengenai hal ini cukup banyak, sehingga Allah mewahyukan riwayat yang sangat rinci tentang nabi Yusuf yang telah berjaya menaklukkan godaan sex ini. Nabi Yusuf dipujikan dalam al-Qur'an sebagai seorang yang telah berhasil menentukan pilihan yang tepat ketika dihadapkan dengan alternatif: pilih hidayah iman atau kemerdekaan. Beliau memilih ni'mat Allah yang pertama, yaitu hidayah iman. Dengan mengorbankan kemerdekaannya beliau memilih masuk penjara daripada mengorbankan imannya dengan tunduk kepada godaan keinginan syahwat isteri menteri, majikan beliau.<br />
<blockquote>"Dia (Yusuf) berkata: "Hai Tuhanku! Penjara itu lebih kusukai dari pada mengikuti keinginan (syahwat) mereka, dan jika tidak Engkau jauhkan dari padaku tipu daya mereka, niscaya aku pun akan tergoda oleh mereka, sehingga aku menjadi orang-orang yang jahil." (Q. 12:33).</blockquote>Dari ayat ini jelas betapa hebat tekanan sex pada seseorang yang sehat dan masih remaja seperti Yusuf ketika digoda oleh isteri majikan beliau yang cantik jelita, namun dengan tawhid yang mantap beliau tidak sampai terjatuh ke lembah kehinaan.<br />
Sajak "Aku" nya Chairil Anwar yang sudah dikoreksi kiranya dapat dipakai untuk melukiskan pribadi Yusuf AS ini sebagai berikut:<br />
<blockquote> <blockquote><b>AKU</b><br />
<dl><dt>Bila sampai waktuku </dt>
<dt>'Kumau tak seorang 'kan merayu </dt>
<dt>Tidak juga 'kau. </dt>
<dt>Tak perlu sedu sedan itu </dt>
<dt>Aku ini hamba Allah </dt>
<dt>Dari gumpalan darah </dt>
<dt>Merah </dt>
<dt>Biar peluru menembus kulitku </dt>
<dt>'Ku 'kan terus mengabdi </dt>
<dt>Mengabdi dan mengabdi </dt>
<dt>Hanya kepada-Mu </dt>
<dt>Ilahi Rabbi </dt>
</dl></blockquote></blockquote><h3>2. Tuhan-tuhan Triple "Ta"</h3>Ketiga macam "tuhan-tuhan" tersebut di atas sebenarnya sangat dekat hubungannya satu sama lain, karena yang satu akan lebih mudah didapat dengan memperalat yang lainnya, sehingga tepat jika dikatakan "trinita tuhan-tuhan" atau "Tuhan-tuhan tiga ta: harta, takhta, dan wanita". Ketiga "ta" ini adalah tuhan-tandingan yang selalu"disembah manusia dari zaman awal kejadiannya sehingga zaman nanti.<br />
Manusia yang telah memperkembang potensi 'aqal dan rasanya secara seimbang, sehingga mencapai tingkat minimal yang dikehendaki al-Qur'an akan mampu melihat dengan mata dan hatinya, bahwa ketiga "tuhan" tersebut di atas selain mempunyai sifat "kuasa" dan "menyenangkan" juga bersifat mengikat atau membatasi kemerdekaan manusia.<br />
Manusia dengan tingkat kearifan seperti ini, terutama jika jiwanya telah matang dalam mentawhidkan Allah, bisa juga melihat kenyataan, bahwa tuhan tandingan seperti duit, pangkat, dan syahwat itu memang besar sekali manfaatnya, karena bisa menjamin banyak macam kebutuhan manusia. Namun, ia juga menyadari sepenuhnya, bahwa semua tuhan-tuhan tandingan ini tiada yang mutlak nilai kekuasaan dan pengaruhnya.<br />
Secara sederhana bisa terlihat olehnya di dalam kenyataan hidupnya, bahwa banyak pula hal yang sangat penting bagi kebahagiaan manusia yang sejati tidak mungkin diperoleh dengan duit itu. Walaupun duit bisa membeli makanan yang enak-enak, umpamanya, namun duit tak mungkin membeli selera untuk seseorang yang memang sedang patah seleranya akibat sesuatu penyakit.<br />
Duit memang bisa membeli obat, tapi bukan kesehatan. Duit memang bisa dipakai untuk membeli rumah yang indah bagaikan istana, namun tidak akan mampu membeli kebahagiaan suatu rumah tangga yang sakinah (rukun damai). Duit boleh dipakai untuk membeli buku sebanyak sebuah perpustakaan, namun duit tidak akan bisa membuat si pembeli buku menjadi tahu ('alim) akan isi buku-buku itu. Duit memang bisa dipakai untuk membeli perhiasan mewah dan permainan, namun ia tak berdaya menjadikan si pembeli cantik dan gembira oleh perhiasan dan permainan itu.<br />
Pendek kata, hampir semua yang menyebabkan manusia bisa berbahagia, dalam arti kata yang sebenarnya, tidak dapat dibeli dengan duit itu. Oleh karena itu, sejarah kemanusiaan selalu membuktikan bahwa kebanyakan orang kaya (harta) mati dalam kesedihan, terutama jika hatinya tetap gelap tanpa sinaran iman.<br />
Sajak di bawah ini sangat tepat menggambarkan kenyataan tersebut<br />
<blockquote> <blockquote><br />
<dl><dt><b>$$$</b> </dt>
<dt> </dt>
<dt>What money will buy: </dt>
<dt>A bed but not sleep </dt>
<dt>Books but not brains </dt>
<dt>Food but not appetite </dt>
<dt>Finery but not beauty </dt>
<dt>A house but not a home </dt>
<dt>Medicine but not health </dt>
<dt>Luxuries but not culture </dt>
<dt>Amusements but not happiness </dt>
<dt>Religion but not salvation </dt>
</dl></blockquote></blockquote><h3><a href="" name="Takhta"></a>3. Takhta dan Penyalahgunaannya</h3>Demikian pula halnya orang yang berpangkat tinggi, karena pangkat itu selalu sebanding dengan kekuasaan atau pengaruh. Apabila kekuasaan yang mengiringi pangkat itu tidak seimbang dengan kekuasaan pengawalnya (control), yang biasanya disebabkan oleh terjadinya hubung-singkat antara kepemimpinan politik dengan kepemimpinan militer, akan mudah sekali menyebabkan pemegang pangkat tersebut menjadi musyrik. Dalam sejarah kemanusiaan sering terbukti, bahwa pemimpin yang mengalami hal tersebut akan menganggap pangkat yang diperolehnya adalah prestasi pribadinya semata, maka mulailah ia mempertuhankan dirinya sendiri. Rakyat yang seyogyanya dipimpinnya, serta negara yang dipercayakan kepadanya akan dianggapnya milik pribadinya. Ingatlah kaisar Perancis, Louis ke-XIV, yang berani berkata: "L'etat, c'est Moi" (Negara, itulah Aku). Louis telah menganggap negara sebagai milik pribadinya.<br />
Tokoh yang sangat populer dalam hal ini dari sejarah kuno, sehingga berulang kali diceritakan di dalam al-Qur'an ialah Fir'aun dari Mesir, dan Namrud dari Mesopotamia. Fir'aun, yang oleh kegagahannya dan keberhasilannya dalam menjayakan negeri Mesir semasa Nabi Musa dilahirkan, telah berani menganggap dirinya paling berkuasa. Rakyat, yang pada mulanya terbius oleh kekaguman akan pemimpin hebat ini menerima saja segala tuntutan Fir'aun.<br />
Akhirnya, Fir'aun menobatkan dirinya menjadi tuhan, atau maharaja, pembuat dan penentu hukum, maka semua keinginan dan titahnya menjadi undang-undang kerajaan Mesir ketika itu. Rakyat akhirnya ditindas oleh Fir'aun, yang sudah mulai menganggap dirinya tidak pernah bersalah. Sesuai dengan "penyakit iblis" yang sangat mudah ditularkan itu, maka rakyat Mesir pun mulai menilai diri mereka sebagai manusia yang lebih mulia dari manusia lain, karena asal usul dan darah mereka. Maka dengan sendirinya, jika ada yang lebih mulia tentu ada pula lawannya, yaitu yang kurang derajatnya.<br />
Orang-orang Yahudi, yang dibawa oleh Nabi Yusuf dan para saudaranya, keturunan Nabi Ya'qub ke Mesir beberapa generasi sebelumnya, telah berkembang dengan subur dan makmur di bawah kebijaksanaan pemerintah raja-raja sebelumnya. Maka rasa iri dan hasad yang timbul di kalangan bangsa Mesir asli menyebabkan mereka tega menindas bangsa Yahudi ini.<br />
Segala pekerjaan yang kotor dan berat ditugaskan hanya untuk dilakukan oleh Yahudi. Bahkan mereka dijadikan hamba bangsa Mesir, yang mesti bekerja tanpa upah. Maka bentuk sosial dan ekonomi Mesir pun berubah menjadi masyarakat yang berkelas-kelas. Akhirnya, Fir'aun dengan dukungan rakyat Mesir asli telah mcngangkat dirinya menjadi tuhan (pembuat dan penentu hukum) bagi negeri Mesir.<br />
Allah melahirkan Musa AS di kalangan bangsa Yahudi, yang sedang tertindas itu. Musa sempat mengecap pendidikan tertinggi ketika itu, yaitu dibesarkan dan diasuh di dalam istana Fir'aun sendiri. Ketika Musa, sesudah menerima wahyu, menyatakan kepada Fir'aun, bahwa tuhan satu-satunya yang benar dan paling berkuasa ialah Allah Pencipta seluruh alam, maka Fir'aun dengan bangganya menjawab: "Aku tidak menyangka, bahwa kalian masih punya tuhan selain diriku." (Q. 28:38).<br />
Pada hakikatnya Fir'aun bukan tidak percaya akan adanya Allah Maha Pencipta langit dan bumi. Ia hanya kejangkitan penyakit, yang sengaja ditularkan oleh iblis, yaitu sombong atau bangga akan keturunan, yang sudah kita kupas dalam bab yang lalu. Fir'aun sebenarnya percaya akan adanya Allah Maha Pencipta, tapi di samping itu ia ingin mempertahankan statusnya sebagai satu-satunya pembuat dan penentu undang-undang (ilah) bagi negeri dan rakyat Mesir, yang sudah berjaya dibangun oleh ayahnya dan dikembangkan olehnya sendiri, dengan menindas dan menghisap darah kaum Yahudi sebagai penyedia tenaga buruh (budak) yang gratis.<br />
Oleh karena itu, konsep TAWHID yang ditawarkan Musa demi menegakkan kembali hak asasi manusia bagi kaum Yahudi ini telah dicemoohkan Fir'aun dan ditolaknya mentah-mentah sampai ia akhirnya ditenggelamkan Allah SWT di laut Merah, ketika sedang mengejar pengungsi Yahudi yang dipimpin Musa AS ini.<br />
Penyakit jiwa yang sama telah dialami juga oleh Namrud ketika ditantang Nabi Ibrahim AS. Namrud juga sempat mengagungkan dirinya sebagai pencipta dan penentu undang-undang, yang bisa dipaksakannya kepada rakyatnya, karena kebetulan rakyat berwatak suka berpikir di dalam bentuk simbol-simbol dan slogan-slogan. Rakyat, yang terdidik berpikir simbolistis dan karenanya mudah percaya kepada tahyul dan klenik ini, diperas oleh Namrud dengan menyediakan patung-patung ciptaan seniman pemahat yang paling unggul, yaitu Azar.<br />
Setiap patung ini menyatakan simbul keagungan bangsa, yang sebenarnya tiada lain melainkan keagungan dan kemegahan (baca: impian) Namrud sendiri. Oleh karena itu, semua patung-patung ini harus diagungkan oleh rakyat dengan menyatakan kepatuhan mereka kepada negara, yang sudah diidentikkan dengan Namrud sendiri. Dengan demikian ia berhasil memakmurkan negerinya dengan memanfa'atkan tenaga rakyat yang murah, sehingga ia bisa menumpuk harta kekayaan yang berlimpah-limpah. Maka tegaklah kekuasaan Namrud yang mutlak, sebagai satu-satunya pembuat dan penentu undang-undang bagi bangsanya.<br />
Allah telah mentaqdirkan Ibrahim AS justru lahir sebagai anak kandung Azar sendiri. Ibrahim AS, sesudah mendapat wahyu dari Allah SWT, mulai mendidik rakyat dengan mendemonstrasikan betapa tidak masuk akalnya penyembahan akan patung-patung yang merupakan simbul keinginan-keinginan Namrud ini. Beliau memenggal kepala patung-patung ini kecuali yang terbesar, dan meletakkan kampak yang dipakainya di tangan patung yang terbesar ini.<br />
Ketika Ibrahim AS diinterogasi di hadapan orang ramai siapa yang memenggal kepala patung-patung itu, maka sambil tersenyum beliau mengatakan: "Kukira si patung besar itu, bukankah di tangannya ada kampak; tanyakanlah kepadanya!" Mendengar jawaban yang cerdik ini rakyat kecil mulai terbuka pikiran mereka, bahwa patung-patung itu sebenarnya tiada berdaya apa-apa, bahkan tak dapat membela dirinya dengan mendustakan tuduhan yang dilemparkan Ibrahim kepadanya. Mereka segera menyatakan: "bukankah dia tidak bisa bicara?"<br />
Tapi justru inilah yang paling ditakuti oleh setiap diktator, yaitu: RAKYAT YANG BISA BERPIKIR DAN BERANI BERBICARA. Maka Namrud merasa rahasia "kesaktiannya", yang selama ini diagungkan oleh rakyat, akan terbuka, jika dialog antara rakyat --yang sudah mulai berpikir dan berbicara ini-- dengan Ibrahim AS diteruskan.<br />
Maka demi menyelamatkan wibawa dan kedudukannya, tanpa memberikan kesempatan akan berlanjutnya dialog antara Ibrahim AS dengan rakyat ini, Namrud segera menjatuhkan hukum dibakar hidup-hidup bagi Ibrahim AS, yang dianggap telah merendahkan wibawa tuhan-tuhan (baca: Namrud dan keluarganya) nan sakti.<br />
Di dalam sejarah kemanusiaan selanjutnya terbukti, bahwa setiap diktator dan maha diraja selalu meletakkan takhtanya di atas segala-galanya. Karena itu nyawa rakyat tidak menjadi perhitungan sama sekali, kecuali jika bersangkutan langsung dengan kelestarian takhta itu. Maka setiap diktator harus mempunyai barisan tentara dan pengawal yang paling kuat serta sangat terlatih dalam menumpas setiap orang yang dianggap akan menyaingi atau menandingi kewibawaannya.<br />
Seorang diktator tidak pernah bisa mentolerir hadirnya penanding wibawanya di dekatnya. Penanding-penanding ini pasti akan disingkirkan atau dimusnahkan sama sekali. Karena itu, ia akan dikelilingi hanya oleh "pendukung-pendukung (penjilat) setia". Pendukung-pendukung ini biasanya mendapatkan imbalan yang lumayan. Imbalan ini biasanya berbentuk bahagian-bahagian kecil dari takhta (atau wewenang yang terbatas) tadi ditambah dengan jumlah yang lumayan dari dua jenis "tuhan" lainnya (harta dan wanita).<br />
<br />
<br />
Namun sejarah juga telah berkali-kali membuktikan, bahwa akhirnya setiap diktator itu hancur oleh kekuasaan yang telah dibinanya sendiri. Lihat Hitler, Mussolini, Syah Iran, Marcos, Duvalier, dan lain-lain.<br />
Maka setiap manusia yang 'arif pasti akan bisa merasakan, bahwa semua "tuhan" yang populer tadi itu bersifat membelenggu serta membatasi kemerdekaannya. Kemerdekaan, yang merupakan ni'mat Allah satu-satunya yang telah membedakan manusia dengan makhluk lainnya ini, sangatlah mahal jika harus dikorbankan demi mendapatkan "tuhan- tuhan" yang sangat relatfp kekuasaannya ini. Kemerdekaan, bagi manusia seperti ini, merupakan nilai dan hak asasi yang paling mahal. Oleh karena itu, setiap orang yang bisa menghargakan serta mensyukuri ni'mat kemerdekaan pasti tidak akan menggadaikannya kupada "tuhan-tuhan" yang tiga tadi, betapapun cemerlang kelihatannya wibawa dan kemegahan yang mengelilingi ketiganya, konon pula kepada tuhan lain yang jauh lebih lemah dan terbatas kemampuannya.<br />
<br />
<table border="0" cellpadding="2"><tbody>
<tr><td> <h3>4. Ilham yang Kejam</h3>Ada pula sebahagian manusia, yang mempertuhankan sesuatu yang sebenarnya tiada manfaat baginya, bahkan merusak kesehatan diri dan lingkungannya, tapi ia sudah terlanjur meng-ilah-kan sesuatu ini. Tuhan yang satu ini demikian mencekam pengaruhnya atas diri manusia yang telah menjadi budaknya itu, sehingga seolah-olah tak terlepaskan dari dirinya.<br />
Inilah rokok, ilah yang paling jahat jika sudah mengenai seseorang. Penulis sering memperhatikan orang yang ber-ilah-kan rokok ini. Bagi mereka rokok ini tak terpisahkan sama sekali dari kehidupannya. Ia bisa lupa makan, bahkan tak merasa perlu tidur jika sedang menghadapi sesuatu yang menegangkan, misalnya jika anaknya sakit keras, atau isteri yang sedang kesakitan hendak melahirkan, dan sebagainya. Namun merokok ia teruskan juga, bahkan semakin banyak.<br />
Memang para ahli ilmu jiwa pun mengatakan, bahwa rokok dan minuman keras biasa dipakai sebagai tempat pelarian bagi mereka yang berwatak escapist (melarikan diri dari kenyataan). Jadi bagi orang ini rokok merupakan tempat pelarian dari kenyataan, tempat bergantung ketika sedang tegang menghadapi suatu mas'alah berat. Dengan perkataan lain, rokok menjadi ilah yang paling penting bagi si pencandu rokok. Sungguh suatu ilah yang paling sial, jika kita ketahui, bahwa para ahli kesehatan seluruh dunia sudah menyatakan, bahwa rokok itu bukan saja berbahaya bagi si perokok (penyebab utama penyakit kanker, jantung, dan lain- lain), tapi juga berbahaya bagi orang yang berada di sekitarnya.<br />
Asap yang keluar dari rokok ini mengandung CO (carbon monoxide), yang sangat berbahaya bagi setiap orang, karena selamanya in status nascendi (artinya CO ini senantiasa akan mengambil O2 yang ada di udara untuk membentuk CO2; padahal kita sangat membutuhkan O2 ini untuk pernafasan kita). Syukurlah, sudah semakin banyak 'ulama yang menyadari hal ini, sehingga mereka sudah mulai sepakat menyatakan, bahwa rokok itu termasuk sesuatu yang diharamkan. Di dalam sidang para 'ulama di awal abad kedua puluh ini, mereka hanya memutuskan, bahwa rokok itu makruh, karena kebanyakan yang hadir ketika itu sudah kecanduan merokok. Padahal jika kita ikuti logika yang kita uraikan di atas, maka para perokok itu tidak bisa lain melainkan musyrik yang paling konyol.<br />
<h3><a href="" name="Tawhid"></a>5. Tawhid Seorang Muslim</h3>Dengan bertuhan hanya kepada Allah SWT, yang kekuasaan-Nya memang muthlak dan benar-benar nyata, pada hakikatnya manusia akan mampu mcni'mati tingkat kemedekaan yang paling tinggi, yang mungkin tercapai oleh manusia. Inilah yang dituju oleh setiap Muslim di dalam hidupnya. Setiap Muslim yang betul-betul beriman adalah manusia yang paling bebas dari segala macam bentuk keterikatan, kecuali keterikatan yang datang dari Allah Penciptanya. Ia menghargakan kemerdekaan itu sedemikian tingginya sehingga tanpa ragu-ragu, jika perlu, ia siap mengorbankan hidupnya sendiri demi mempertahankan kemerdekaan itu. Jika hal ini terjadi, maka ia akan mendapat kehormatan yang paling tinggi dari Allah sendiri. Demikian rupa tinggi kehormatan itu, sehingga ummat Islam dilarang Allah mengatakan orang ini mati, jika ia gugur di dalam mempertahankan haknya ini. Karena walaupun tubuhnya sudah menjadi mayat, namun dalam penilaian Allah SWT orang ini tetap hidup. Apanyakah yanghidup? Tiada lain melainkan KEMANUSIAAN-nya. Bukankah sudah diterangkan di atas, bahwa nilai kemanusiaan seseorang itu sebanding dengan kemerdekaan yang dihayatinya.<br />
Kalau seseorang telah gugur dalam mempertahankan kemerdekaannya, maka pada hakikatnya ia telah mempertahankan nilai kemanusiaannya yang sempurna, karena ia telah meletakkan hak kemerdekaannya, dus kemanusiaannya, lebih penting dari kehidupan jasmaninya. Apalah arti kehidupan jasmaniah jika nilai kemanusiaan sudah tiada. Apalah artinya kehidupan jasmani melulu, jika telah hampa akan nilai kemanusiaan yang mulia. Bukankah kehidupan hampa seperti ini oleh pepatah bangsa kita dinamakan: "bak hidup bercermin bangkai .?" Bunyi pepatah ini selengkapnya ialah: "Lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup bercermin bangkai". Jelas sekali bahwa nilai Islam telah lama meresap ke dalam jiwa bangsa kita, sehingga pepatah kuno ini telah bernafaskan tawhid.<br />
Kemerdekaanlah satu-satunya nilai, yang telah ditaqdirkan Allah berfungsi untuk membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Sungguhlah kehidupan orang yang tidak menghayati kemerdekaan, pada hakikatnya telah menempatkan kehadirannya di dunia yang fana ini serba salah. Dikatakan manusia ia tidak punya nilai kemanusiaan (kemerdekaan), dikatakan bukan manusia tubuh dan bentuknya menggambarkan dia tepat seperti manusia.<br />
Oleh karena itulah, maka mereka yang telah berani membayar nilai kemerdekaannya dengan mengorbankan kelangsungan hidup jasmaniahnya dinilai Allah lebih hidup dari mereka yang sekadar "bercermin bangkai" tadi. Di dalam al-Qur'an mereka yang telah gugur karena mempertahankan kemerdekaannya ini dinamakan "syahid", karena ia telah berani menjadi "saksi" akan kebenaran ajaran Allah SWT, yang mengatakan bahwa nilai kemanusiaan, yang pada hakikatnya abadi itu lebih penting dari kehidupan jasmaniah yang temporer (sementara atau fana) ini. Allah melarang ummat Islam mengatakan mereka mati, karena pada hakikatnya mereka itu hidup. Apanyakah yang masih hidup, padahal batang tubuhnya sudah tergeletak tak bergerak lagi? Mereka tetap hidup di dalam nilai kemanusiaannya (kemerdekaannya) yang abadi. Dalam ayat Allah SWT dikatakan: "Jangan engkau katakan mereka yang telah terbunuh dalam jalan Allah itu mati, karena sesungguhnya mereka itu hidup, tapi engkau tiada mengerti". (Q. 2:154)<br />
Kehidupan yang berma'na ialah kehidupan yang bebas dari segala macam keterikatan yang tak perlu. Namun bebas sepenuhnya tidaklah mungkin bagi setiap manusia. Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa setiap orang mesti memerlukan sesuatu yang dipentingkannya. Oleh karena sifat asli manusia itu haniif (cenderung kepada kebaikan/kebenaran), maka sesuatu yang dipentingkan oleh manusia itu senantiasa berupa sesuatu, yang menurut penilaiannya baik/benar. Dengan demikian maka dapat difahami, bahwa yang dipertuhankan manusia itu biasanya sesuatu yang menurut dia benar/baik.<br />
Jadi, tuhan itu selamanya merupakan suatu kebenaran atau kebaikan bagi yang mempertuhankannya, walaupun relatif atau sementara. Di dalam pengalamannya manusia merasa terikat akan tuhan-tuhan ini sebelum tuhan-tuhan ini diperolehnya. Misalnya, orang yang bersedia bekerja keras belajar sampai kurang tidur, bahkan terlupa makan sebelum menempuh ujian untuk mendapatkan ijazah tertentu. Pada saat itu ijazah inilah yang menjadi tuhannya, karena ijazah ini telah mengatur irama hidupnya. Namun setelah ijazah berada di tangan, maka kcpcntingannya dan nilainya segera jatuh menjadi hampir nol.</td></tr>
<tr> <td width="80"><br />
</td></tr>
</tbody></table>Dari contoh ini ternyata bahwa ketuhanan ijazah ini sangat relatif. Ia mencapai nilainya yang tertinggi pada saat menjelang ia akan diperoleh. Sesudah diperoleh, maka nilainya jatuh menjadi hampir kosong. Contoh-contoh lain bisa terlihat dengan mudah di dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ketika ia sudah mendapat ijazah yang dipentingkannya sebelumnya, maka ia mulai memikirkan bagaimana mendapatkan teman hidup atau isteri. Maka jika ia menemukan seorang gadis yang diingininya, maka ia mulai mencintai dan merindukan gadis itu. Kemanapun ia pergi dan dalam keadaan bagaimanapun ia tetap mengenang gadis kekasihnya ini.<br />
Maka gadis inipun mulai mempengaruhi, bahkan kadang kala turut mengatur irama hidupnya. Dengan lain perkataan, gadis ini berubah menjadi tuhannya. Tingat ketuhanan gadis ini pun meningkat menjelang hari perkawinan mereka sampai kira-kira beberapa hari atau beberapa minggu setelah perkawinan itu terjadi. Sesudah itu nilai "ketuhanan" wanita ini biasanya akan menurun juga. Banyak pula pasangan suami isteri telah mulai bertengkar sebelum bulan madu mereka selesai dijalani, bahkan sampai bercerai.<br />
Manusia memang selalu berpindah dari tuhan yang satu ke tuhan yang lain. Ketika manusia sedang lapar, maka makananlah yang mudah menjadi tuhan. Ketika sakit orang akan mempertuhankan kesehatan, walaupun ketika ia sedang sehat hampir tidak pernah menghargai kesehatan yang sedang dialaminya.<br />
Walaupun demikian, manusia tidak mungkin mengatakan: "tidak ada tuhan", karena mengatakan: "tidak ada tuhan", samalah dengan mengatakan "tidak ada kebenaran". Sedangkan mengatakan "tidak ada kebenaran" sama dengan mengatakan "semuanya salah". Kalau semuanya salah, maka kalimat "semuanya salah" itu pun salah pula. Jadi, kalimat "tidak ada tuhan" itu menafikan dirinya sendiri.<br />
Dari rangkaian logika ini terbukti bahwa kita tak mungkin mengatakan "tidak ada tuhan", walaupun di dalam kenyataannya, sebagaimana diuraikan dalam alinea di atas, bahwa tuhan-tuhan yang dipentingkan manusia itu sangat relatif nilainya, dan sangat tergantung kepada posisi manusia yang bersangkutan terhadapnya. Itulah kiranya alasan mengapa al-Qur'an tidak punya istilah yang artinya identik (sama benar) dengan "atheist" atau "atheisme" (faham yang menafikan adanya tuhan).<br />
Kalimat "tidak ada tuhan" ini tidak mungkin berdiri sendiri. Kalimat itu tidak logis atau tidak dapat diterima aqal atau nonsense alias tidak bermakna. Kalimat itu hanya bisa bermakna jika ia tidak diakhiri dengan titik. Jika kalimat "tidak ada tuhan" ini diakhiri dengan koma dan ditambah menjadi "tidak ada tuhan, kecuali X", maka X menjadi satu-satunya Tuhan yang berbeda sifat dan posisinya terhadap tuhan-tuhan lainnya. Ia mau tak mau mestilah mutlak, tidak lagi relatif seperti tuhan-tuhan yang lain itu.<br />
Karena mutlak, maka Ia mestilah unique. Kalau Ia unique, maka mestilah pula Ia berbeda dengan segala yang mungkin terpikirkan dan terbayangkan oleh manusia, walau apapun yang dinamakan X ini. Di dalam ajaran Islam X inilah yang dinamakan Allah. Perkataan Allah di dalam bahasa 'Arab sudah ada sebelum lahirnya Muhammad SAW. Allah dalam bahasa 'Arab merupakan satu-satunya kata benda (isim atau noun) yang tak punya jama'. Sedangkan kata ilahun punya "ilaahaini" (dua ilah) dan "alihatun" (tiga atau lebih ilah).<br />
Maka ucapan "Laa ilaaha illa Allah" yang berarti "Tiada tuhan kecuali Allah" merupakan deklarasi kemerdekaan yang paling tinggi (The ultimate declaration of independence), tapi masih mungkin dicapai oleh setiap manusia. Deklarasi inilah yang membebaskan setiap manusia, yang mampu menghayatinya dengan istiqaamah (consistent), dari segala macam bentuk perbudakan dan penjajahan, termasuk penjajahan hawa nafsunya sendiri. Manusia yang menghayati deklarasi ini dengan istiqaamah adalah manusia yang paling sempurna nilai kemanusiaannya. Dalam istilah Islam manusia seperti ini dinamai "insan kamiil" atau insan sempurna. Barangkali pribadi seperti ini pulalah yang dimaksud dengan istilah "manusia seutuhnya" oleh GBHN kita.<br />
Seorang yang telah mampu mencapai tingkat tawhid yang istiqaamah, maka seluruh irama hidupnya diatur oleh kehendak Allah SWT. Rasa lapar baginya merupakan cara Allah berkomunikasi dengan dia. Rasa lapar, yang tiada lain dari pada salah satu instinct, di dalam al-Qur'an dipakai istilah "wahyu", walaupun mestinya tidak sama dengan tingkat wahyu yang diterima para nabi dan rasul, Lihat (Q. 16:68). Maka rasa lapar ini diartikan manusia yang bertawhid sebagai signal (wahyu) dari Allah agar ia makan demi mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk berbakti (mengabdi) kepada Allah. Oleh karena itu, makan baginya bukan sekadar mengatasi rasa lapar, tetapi demi memenuhi perintah Allah, maka pasti akan dimulainya dengan membaca basmallah.<br />
RasuluLlah telah menyatakan, bahwa orang yang makan dengan cara ini dinilai telah melakukan 'ibadah. Demikian pula dengan aktivitas lain. Misalnya, jika ia belajar bukanlah karena ingin mendapat gelar sarjana. Ia belajar karena mematuhi perintah Allah dan Rasul-Nya yang telah mewajibkan setiap Muslim dan Muslimat untuk belajar. Maka jiwa tawhid akan merupakan motivator utama baginya untuk bekerja keras dalam menyelesaikan studinya itu, karena belajar itu dirasakannya sama dengan 'ibadah lain yang akan mendapat ganjaran dari Allah SWT di dunia dan di akhirat nanti.<br />
Dengan demikian, maka seorang yang istiqaamah dalam tawhidnya merasakan seluruh hidup dan kegiatan hidupnya tiada lain melainkan 'ibadah yang kontinyu kepada Allah SWT. Manusia seperti ini pasti akan mempunyai sikap dan akhlaq yang lain dari manusia biasa. Ia punya rasa tanggungjawab yang sangat tinggi, jujur, amanah, kreatif, dan berani mengambil resiko, optimis terhadap masa depan, disamping tawakkal 'ala Allah dalam melakukan setiap tugas yang berupa tantangan bagi kemampuan dirinya.'Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-90646956347004083232011-02-15T18:11:00.000-08:002011-02-15T18:11:43.873-08:00Pendahuluan Kuliah Tauhid<h3>1. Pendahuluan</h3>Tawhid, sebagai ilmu, sebetulnya belum ada di zaman Rasulullah SAW, walaupun seluruh 'ulama sependapat, bahwa TAWHID adalah dasar yang paling pokok dalam ajaran Islam.<br />
Sebagai 'ilmu, TAWHID tumbuh, lama sesudah Rasulullah wafat. Semasa hidup Rasulullah SAW, beliau mendidikkan sikap dan watak bertawhid ini dengan memberikan contoh teladan kepada para sahabat-sahabat beliau di dalam kehidupan sehari-hari.<br />
Pribadi Muhammad sebagai Rasulullah memanglah pribadi manusia yang sempurna (insan kamiil), dengan kata lain, beliau adalah manusia bertawhid secara istiqamah (consistent) dan paripurna, karena itu sikap, watak, ucapan dan tindak-tanduk beliau sebagai Rasulullah, terutama di biang 'ibadah merupakan rujukan bagi setiap mu'min.<br />
Sebagaimana yang difirmankan Allah sendiri di dalam kitab-Nya: "Sesungguhnya kamu dapati pada diri Rasulullah itu teladan yang terpuji bagi mereka, yang menaruh harapan kepada Allah, dan yakin akan hari akhirat, dan senantiasa terkenang akan Allah." (QS 33:21).<br />
Karena itu pulalah beberapa tahun sesudah Rasulullah wafat, ketika Siti 'Aisyah RA ditanyai orang tentang akhlaq Rasulullah, Siti 'Aisyah bertanya kembali dan menegaskan: "Tidakkah kau baca Al-Qur'an? Itulah gambaran akhlaq (budipekerti) Rasulullah!" Jadi tepatlah kalau ada yang mengatakan Rasulullah itu "Qur'an yang hidup".<br />
Sesudah Islam berkembang ke segala penjuru, dan ummat Islam telah mampu menaklukkan para maharaja (super power) ketika itu, seperti Parsi di Timur dan Romawi di Barat, maka ummat Islam mendapat kesempatan menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Memang menuntut ilmu ini diwajibkan oleh Allah bagi setiap Muslim, maka sangatlah digalakkan oleh Rasulullah SAW bagi setiap laki-laki maupun perempuan dari buaian sampai ke liang lahad, bahkan kalau perlu dengan pergi merantau sejauh-jauhnya ke negeri Cina sekalipun.<br />
Maka, semua buku-buku yang mereka jumpai di dalam setiap perpustakaan lama di negri-negeri Parsi, Yunani dan lain-lain mereka suruh terjemahkan dan isi buku-buku itu mereka mamah selahap-lahapnya. Pikiran-pikiran ahli falsafah kuno seperti Socrates, Aristoteles, Plato, Pythagoras dan lain-lain semuanya dipelajari mereka dengan bergairah.<br />
Tentu ilmu-ilmu baru ini turut merangsang pengembangan daya pikir mereka sedemikian rupa, sehingga mereka pun menjadi pemikir-pemikir baru yang mampu melahirkan idea-idea baru pula. Namun tidak semua ilmu-ilmu baru ini bersifat positif. Di antaranya ada pula yang bisa menyesatkan, namun dengan semangat kebebasan berfikir yang telah diajarkan oleh Rasul Allah, para intelektual Muslim ketika itu terus maju dan meruak pemikiran-pemikiran baru yang orisinal dan cemerlang.<br />
Tawhid, yang merupakan inti sari ajaran Islam, kemudian menjadi pembahasan di kalangan cendekiawan Muslim, sehingga berkembang menjadi suatu ilmu yang menerangkan bagaimana seharusnya seorang Muslim meng-Esa-kan Tuhannya.<br />
Semangat mencari ilmu yang diwajibkan oleh Allah dan digalakkan oleh Rasulullah ini telah melahirkan banyak pemikir-pemikir Muslim, yang sampai sekarang pun masih dikagumi orang akan mutu intelektualitas mereka. Sayang, kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan ini tidak selalu dibarengi oleh sarana penunjang yang paling pokok, yaitu perkembangan politik yang sehat dan Islami.<br />
Perkembangan ilmu yang tidak boleh tidak menghendaki adanya sarana utama berupa kemerdekaan berfikir dan bergerak sudah tidak dapat dinikmati oleh ummat sejak berubahnya sistem ketatanegaraan yang Islami di masa pemerintahan khalifah-khalifah yang bijaksana (Khulafa-ul Rasyidin) menjadi sistem dinasti yang feodalistis, yang memang sudah lama merupakan darah dagingnya masyarakat Arab Jahiliyah.<br />
Perubahan sistim ketatanegaraan yang berawal dari perbedaan pendapat, dan berkembang menjadi pertentangan faham tentang konsep kepemimpinan ini, merupakan pokok pangkal perpecahan di kalangan para pemimpin, yang akhirnya meledak menjadi perang saudara. Pada mulanya perang saudara ini hanya melibatkan daerah dan jumlah ummat yang terbatas dan mudah diredakan oleh tekanan pengaruh para shahabat Rasul Allah yang masih sangat tinggi derajat iman dan tawhid mereka.<br />
Namun, sesudah generasi para shahabat seluruhnya wafat, perang saudara yang kembali meledak telah memecah kesatuan ummat dan merombak citra masyarakat yang telah susah payah dibina oleh Rasulullah SAW. Sistem ketatanegaraan yang feodalistis telah terbukti tidak mampu menciptakan suatu mekanisme pengaman yang ampuh untuk mengawal perkembangan daya kritis para cendekiawan Muslim, yang dibarengi oleh melebarnya territorial dan membengkaknya kuantitas ummat yang seolah-olah meledak, karena cepatnya.<br />
Perbedaan pendapat yang seyogyanya lumrah di kalangan pemikir-prmikir Islam selalu disalah-gunakan oleh pemimpin-pemimpin politik kelas dua dan tiga demi kepentingan politik mereka. Akibatnya, keretakan yang pada mulanya adalah sekadar perbedaan pendapat dan interpretasi tentang masalah pemimpin dan kepemimpinan berubah atau berkembang di kalangan ummat menjadi perpecahan di bidang pemahaman dan penalaran aqidah dan nilai-nilai syari'ah. Mulailah pengikut-pengikut tokoh ilmuwan yang satu menyalahkan pengikut-pengikut tokoh ilmuwan yang lain.<br />
<br />
<br />
Pada puncaknya, murid Abu-al-Hasan 'Ali bin Isma'il al Asy'ari (wafat 300 H), umpamanya, mulai mengkafirkan murid Al-Hambali dan sebaliknya. Ummat yang 'awam tentu semakin bingung, walaupun kecintaan dan kemesraan mereka kepada Islam terus saja berkembang. Prasangka, rasa curiga, bahkan rasa benci satu kelompok terhadap kelompok yang lain dengan sendirinya berkembang terus di kalangan ummat, yang akhirnya menyebakan ummat semakin hari semakin terpecah-belah. Perpecahan ini dengan sendirinya membuat ummat bertambah lemah.<br />
Perkembangan sesuatu penafsiran tidak lagi tergantung kepada kebenaran objektif dari penafsiran tersebut, tetapi lebih banyak tergantung kepada kedudukan politis dari penafsir. Penanding sesuatu pendapat yang tidak beruntung dalam mendapatkan dukungan politik dari penguasa yang sudah tidak Islami akan menanggung resiko yang sangat mengerikan. Banyak di antara 'ilmuwan yang berani istiqamah (consistent) dengan pendapat mereka terpaksa mengalami penyiksaan yang luar biasa, seperti Abu Hanifah sendiri, misalnya, harus mengalami penjara selama sembilan tahun dan setiap harinya menderita sepuluh kali cambukan. Sebahagian dari 'ilmuwan Muslim, yang dikhawatirkan pengaruhnya oleh penguasa yang zhalim, sampai dicabut hak menyatakan pendapat mereka secara tidak berprikemanusiaan.<br />
Banyak pula yang sampai kehilangan nyawa baik dibunuh langsung atau menemui maut ditekan penderitaan di dalam penjara seperti Taqiyy al-Din Ahmad Ibnu Taymiyyah (661 H./1263 M. - 726 H./1328 M). Sebelum wafatnya, Ibnu Taymiyyah ini mengalami penjara sebanyak tiga kali. Karena beliau terus saja menuliskan pendapat-pendapat dan penafsiran beliau untuk dibaca dan dipelajari oleh para pengikut beliau yang setia, walaupun sedang di dalam penjara, maka di dalam penjara yang ketiga kalinya beliau telah dipisahkan dari tinta dan kertas, sehingga beliau tidak dapat lagi menyatakan idea beliau yang sangat bernilai itu. Siksaan terberat bagi setiap pendekar 'ilmu, yaitu pencabutan hak menyatakan pendapat ini, telah menyebabkan beliau akhirnya menghembuskan nafas beliau yang terakhir di dalam penjara ini.<br />
Ketika ummat Islam mencapai titik kelemahan mereka yang terendah akibat perpecahan dan perang saudara yang berkepanjangan, maka mulailah satu persatu negeri dan ummat jatuh ke bawah kekuasaan penjajahan negeri-negeri Kristen dan Barat. Dominasi dari luar yang tidak mungkin tertahankan lagi ini tidak hanya menghisap kehidupan materiel ummat, tetapi lebih parah lagi, karena ia sekaligus bercorak penjajahan mental dan moral. Akibat penjjahan ini terhadap mental dan moral ummat sedemikian parahnya, sehingga mayoritas ummat kehilangan harga diri dan kepercayaan akan diri sendiri.<br />
Ummat yang semula berwatak pemimpin kemanusiaan, khalifah Allah, yang berwibawa serta kreatif, sehingga dijuluki Allah sebagai "Ummat terbaik di tengah-tengah kemanusiaan" (Khaira ummatin ukhrijat linnasi, Q. 3:110) telah berubah menjadi manusia-manusia berwatak hamba yang hina dina (asfala sa-fili-na, Q. 95:5), karena ruh Tawhid telah sirna dari kalbu-kalbu mereka.<br />
Dengan sendirinya, pendidikan Islam tidak lagi terarah kepada penghayatan dan penalaran akan nilai-nilai Islam, yang sebenarnya penuh dinamika, melainkan telah berubah menjadi sekadar formalitas atau pengulangan-pengulangan formal akan nilai-nilai penurunan (derivated values), yang sudah membaku dan kaku.<br />
Alhamdulillah, masa menurunnya kwalitas ummat ini telah mencapai titiknya yang terendah menjelang pertengahan abad ke-14 Hijriyah yang lalu. Menjelang akhir abad itu dan seterusnya di abad ke-15 ini, ummat Islam hampir di setiap penjuru dunia telah bergerak kembali ke arah pendakian mutu dalam menghayati ajaran-ajaran agama mereka. Pada mulanya, kelihatan gerakan ini sangat lamban dan tersendat-sendat. Kadang-kadang gerakan ini merupakan kejutan-kejutan, karena dihasilkan oleh kebangkitan kesadaran yang meledak (explosive), sebagai reaksi terhadap tekanan luar yang sudah melampaui batas daya tahan kemanusiaan. Di dalam dunia intelektual gerakan-gerakan reaktif ini mula-mula berupa tangkisan-tangkisan apologetik, namun sedikit demi sedikit akhir-akhir ini telah meningkat menjadi bahasan 'ilmiah yang mematang.<br />
Tuntutan ummat akan pendidikan Islam yang bermutu mulai meningkat dari hari demi hari. Kebutuhan akan buku-buku Islam terus meningkat, terutama buku-buku yang menguraikan masalah pokok dan dasar dengan pendekatan yang sesuai dengan pemikiran zamannya.<br />
Hampir di setiap kampus perguruan tinggi di seluruh negeri-negeri, yang didiami ummat Islam, muncul gerakan-gerakan spontan untuk mempelajari kembali nilai-nilai ajaran Islam. Bahkan di negeri-negen Barat sendiri di kampus-kampus universitas di mana berkumpul mahasiswa-mahasiswa Islam bermunculan perkumpulan mahasiswa Islam dengan tujuan mempelajari agama mereka dengan sungguh-sungguh.<br />
Di USA, misalnya, telah berdiri Muslim Student Association (MSA) of US and Canada sejak tahun 1963 dan penulis sempat ambil bahagian dalam mendirikan cabang-cabangnya di Ames, Iowa (1963), dan kemudian di Chicago, Illinois (1965). Di negeri Inggris berdiri Federation of Students Islamic Society (FOSIS). Di Australia berdiri AFMSA (Australian Federation of Muslim Students Association). Penulis merasa bersyukur dan berbahagia, karena sempat mendapat kehormatan sebagai pelatih kader-kader untuk kedua organisasi yang terakhir ini antara tahun 1975-1978, di dalam jabatannya sebagai assistant secretary general (1975-1977) dan secretary general (1977-1980) dari IIFSO (International Islamic Federation of Student Organizations), yang bermarkas pusat di Kuwait.<br />
Di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) telah muncul panitia Masjid Salman ITB, yang mendirikan shalat Jum'at pertama sejak tahun 1958 dengan meminjam salah satu ruangan dan aula besar kampus itu. Walaupun shalat Jum'at pertama ini dihadiri oleh hanya 18 orang, ternyata jumlah ini segera membengkak, sehingga meluap ke luar aula besar itu, menutupi seluruh tempat parkir di timur aula tersebut. Shalat Id yang pertama dimulai pada tahun itu di lapangan di dalam kampus ITB ini. Panitia masjid ITB ini kemudian meningkat menjadi sebuah badan hukum berbentuk yayasan yang bernama Yayasan Pembina Masjid ITB pada bulan Mei, 1963. Sesudah mendapat restu, dan diberi nama sesuai dengan nama seorang shahabat Rasul, Salman Al-Farisi, yang dianggap sebagai teknolog Muslim pertama oleh almarhum Presiden Sukarno pada tahun 1964, maka yayasan ini berubah nama menjadi "Yayasan Pembina Masjid SALMAN ITB".<br />
Tuntutan mahasiswa Islam di ITB yang terus meningkat menyebabkan pimpinan Yayasan ini kemudian mengadakan kuliah-kuliah yang periodik tentang Islam sebagai pelengkap kuliah-kuliah agama, yang secara resmi telah diwajibkan sejak tahun akademis 1962/63. Bulan Ramadhan selalu dimanfaatkan untuk meningkatkan penghayatan Islam secara intensif dengan mengadakan jama'ah tarawih yang didahului suatu ceramah pendek sesudah 'Isya. Namun kehausan mahasiswa serta masyarakat sekitar kampus akan pelajaran agama menyebabkan yayasan mengadakan lagi kuliah shubuh setiap hari selama bulan Ramadhan itu sesudah shalat Shubuh. Buku kecil yang anda baca ini merupakan inti sari kuliah-kuliah Tawhid yang penulis sampaikan selesai shalat Shubuh selama bulan-bulan Ramadhan (1394-1397 H) di masjid Salman ITB itu.<br />
Adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim untuk mensyukuri ni'mat yang telah dianugerahkan Allah SWT kepadanya. Maka di dalam rangka mensyukuri ni'mat Allah yang berupa hidayah yang telah membangkitkan nilai-nilai agama inilah buku ini dipersembahkan demi menambah perbendaharaan pustaka Islam yang memang perlu senantiasa diperkaya. Semoga "Kuliah Tawhid", yang berisikan pokok dan dasar ajaran Islam ini akan bermanfaat bagi menumbuhkan kembali penghayatan nilai-nilai utama Islam pada generasi Muslim sekarang ini dan nanti. Semoga kebangkitan kembali Ummat Islam dalam abad ke-15 H ini benar-benar akan merupakan kenyataan yang diridhai Allah SWT. Amiin, ya Rabbal 'aalamiin ...!<br />
<h3>2. Kepercayaan kepada Tuhan dan Mentawhidkan Tuhan</h3>Sekadar percaya akan wujudnya Tuhan belumlah cukup untuk menjadikan seseorang Islam, karena kepercayaan akan wujudnya Tuhan bukan merupakan suatu prestasi. Lagi pula, kepercayaan ini sudah ada dengan sendirinya tertanam di dalam hati sanubari setiap manusia sejak lahir. Walaupun, kadang-kadang kepercayaan ini seolah-olah tertutupi dan tidak ternyatakan, namun dalam keadaan tertentu ia muncul dengan tiba-tiba. Misalnya, di dalam keadaan gembira ria orang sering melupakan Tuhan, bahkan sebagian orang dengan sombong berani mengatakan: "tidak ada Tuhan", namun dalam keadaan yang kritis, ketika sedang diancam bahaya maut, atau sedang berlayar di tengah lautan yang dilanda badai dan topan orang ini dengan khusyu'nya lantas berdo'a memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.<br />
Watak manusia seperti ini pun digambarkan di dalam Al-Quran di dalam beberapa surat. Misalnya:<br />
<blockquote>Dialah Yang memungkinkan kamu berjalan di darat dan berlayar di laut, sampai ketika kamu berada di kapal. Ketika kapal ini meluncur dengan angin baik mereka bergembira karenanya. Tiba-tiba mereka dipukul angin topan dengan gelombang yang datang dari segala penjuru sehingga mereka merasa seperti terkepung, maka merekapun berdo'a kepada Allah dengan janji ikhlash akan ta'at semata kepada-Nya: 'Jika Kau selamatkan kami tentulah kami akan bersyukur'. Tetapi setelah Ia menyelamatkan mereka, mereka bertindak melanggar yang hak di bumi. Wahai manusia! Keingkaranmu akan kebenaran itu hanya merugikan dirimu sendiri. Kegembiraan di dunia ini hanyalah sementara, kemudian kamu akan kembali kepada Kami, maka akan Kami beritahukan pada kamu apa-apa yang telah kamu lakukan itu." (Q. 10:22-23).</blockquote>Di dalam surat lain Allah berfirman: "Tiadakah kau lihat, bahwa kapal-kapal berlayar di lautan dengan karunia Allah, agar Ia dapat memperlihatkan kepadamu tanda-tanda-Nya? Sungguh, dalam yang demikian itu ada tanda-tanda bagi setiap orang yang selalu shabar dan banyak bersyukur. Bila ombak melingkupi mereka seperti atap, mereka menyeru Allah, ikhlash ta'at kepada-Nya dalam agama. Tapi setelah Ia selamatkan mereka ke daratan, hanya sebahagian di antara mereka yang memilih jalan yang benar. Namun tiada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali mereka yang berkhianat dan tidak tahu berterima kasih." (Q. 31:31-32).<br />
Ayat-ayat seperti ini ada kira-kira sepuluh kali diulang di dalam al-Qur'an dengan redaksi yang berbeda-beda (lihat: Q. 6: 63- 64; 16:53-54; 17: 67; 29: 65; 30: 33; 39: 8, 49; 41: 51). Bahkan di dalam ayat-ayat yang lain al-Quran menyatakan dengan lebih tegas, bahwa manusia itu dengan sendirinya memang sudah mcngakui akan wujud dan kekuasaan Allah SWT, misalnya:<br />
<blockquote>"Kalau kamu tanya manusia, siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan, mereka menjawab: 'Allah'." (Q. 29: 61)</blockquote>Ayat yang seperti ini maksudnya juga berulang kali difirmankan Allah di dalam kitab-Nya (lihat: Q. 29: 63; 10: 31; 23: 84-89; 31: 25; 43: 9, 87; 39: 38). Jadi kepercayaan akan wujudnya Allah, Maha Pencipta segala, sudah sebadi dengan manusia, karena sudah ditanamkan Allah sebelum kita dilahirkan ke muka bumi ini.<br />
Mungkin tanggapan tentang Tuhan itu berbeda bagi manusia yang satu dibandingkan dengan manusia yang lain. Manusia yang masih sederhana pikirannya tentu sederhana pula tanggapannya. Tanggapan manusia primitif, misalnya, masih bersifat dan berhubungan dengan tahayul, kelenik, dan sihir. Tuhan bagi mereka ialah sesuatu yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Cara mereka menyatakan kepercayaan itupun sangat sederhana. Mereka manifestasikan kepercayaan ini dengan menyembah sesuatu yang dirasakan besar, hebat dan tangguh seperti gunung berapi, batu besar, pohon besar dan rindang seperti pohon beringin dan sebagainya. Gunung berapi, umpamanya, disangka mereka "mampu " memberikan kesuburan bagi tanah pertanian, namun sekali-sekali bisa juga "murka " dengan mendatangkan bencana, jika mereka telah banyak berbuat dosa. Contohnya ialah bangsa Yunani purba yang percaya, bahwa Tuhan Zeos tinggal di puncak gunung Olympus. Demi mempersenang hati Zeos ini mereka mengadakan permainan/pesta secara periodik yang dinamakan "Olympiade", yang sekarang telah.menjadi tradisi dunia dengan pesta olah raga Olympic.<br />
Kalau sudah agak meningkat kebudayaan mereka, maka Tuhan mereka gambarkan menyerupai manusia atau binatang dan sebagainya. Ketika manusia sudah mulai hidup berkelompok, maka Tuhan mungkin merupakan pemimpin yang berpengaruh karena jasanya atau keberaniannya mengusir binatang buas atau gangguan kelompok manusia lain. Mungkin pemimpin ini punya karisma, karena pidatonya hebat, serta mudah difahami, walaupun oleh rakyat yang sederhana pendidikannya, sehingga ia sangat dicintai dan dihormati, bahkan dipuja-puja dan disembah dan dinobatkan menjadi raja diraja yang tak mungkin berbuat salah (The king can do no wrong), atau pemimpin seumur hidup. Gelar-gelar yang muluk pun dipersembahkan kepada pemimpin yang dianggap berjasa ini, seperti Juru Selamat, Pemimpin Besar Revolusi, Bapak Kemerdekaan, Bapak Pembangunan dan sebagainya. Bahkah di antara para Nabi pun ada yang diangkat menjadi Tuhan atau anak Tuhan, seperti Nabi Isa AS.<br />
Ketika akhirnya pemimpin inipun mati juga, maka dibuatkan patungnya, kemudian disembah dan dipuja, atau kuburannya dimuliakan (dikeramatkan), dibuatkan tugu dan sebagainya. Maka mulailah manusia menyembah patung atau berhala. Pada mulanya mungkin sekedar untuk dapat lebih mudah menkonsentrasikan pikiran di dalam mengingat jasa-jasa sang pemimpin pujaan itu, namun akhirnya patung-patung itu menjadi substitusi Tuhan sama sekali.<br />
Rakyat Rusia, umpamanya, membalsem mayat pemimpin-pemimpin mereka seperti Lenin, Stalin dan lain-lain. Pada hari-hari tertentu mereka berkunjung ke tempat mayat ini disimpan dan dipajangkan untuk menunjukkan rasa hormat mereka. Walaupun rakyat Rusia resminya tidak mengakui adanya Tuhan, namun dalam acara-acara yang penting mereka melakukan pemujaan terhadap pemimpin yang sudah berupa mayat-mayat ini. Lihat umpamanya cosmonaut mereka sebelum dan sesudah melakukan penerbangan ke angkasa luar, mereka menziarahi mayat-mayat pemimpin ini secara ritualistik sekali, tiada bedanya dengan orang-orang beragama yang bersembahyang atau berdo'a terhadap Tuhan mereka.<br />
Jadi kepercayaan akan adanya Tuhan dan kebutuhan menyembah-Nya (beribadah atau berdo'a) sudah ada dengan sendirinya di dalam hati sanubari setiap manusia. Oleh karena itu, tepat apa yang difirmankan Allah di dalam al-Qur'an: "Tidak Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepadaku ". (Q. 51:56).<br />
Maka watak pengabdi atau penyembah itu sudah sebadan (inherent) dengan setiap diri manusia. Hanyalah pengungkapannya yang mungkin berbeda di antara manusia yang satu dengan yang lain, tergantung kepada tingkat kwalitas pribadi manusia itu masing-masing. Manusia yang canggih (sophisticated) tentu pengungkapannya canggih pula. Yang aneh dan terasa lucu sekali ialah kalau manusia terpelajar yang canggih lagi modern mempunyai cara pengungkapan pengabdian kepada Tuhan yang primitive, konon pula bila diiringi atau berdasarkan kepercayaan yang tidak masuk 'akal, seperti klenik dan tahayul. Sayangnya, manusia-manusia seperti ini masih banyak sekali di zaman yang dikatakan modern ini. Ini, antara lain, disebabkan oleh kurang mampunya ummat Islam menerangkan nilai-nilai Islam kepada dunia. Ditambah pula oleh karena pemahaman dan penghayatan tawhid di kalangan ummat Islam sendiri masih belum sebagaimana mestinya.<br />
Seperti telah ditegaskan di atas, maka sekadar percaya akan wujudnya Tuhan tidaklah membuat seseorang menjadi seorang Islam (Muslim), karena orang yang dikatakan kafir pun percaya akan wujudnya Tuhan Maha Pencipta 'alam. Al-Qur'an sendiri, dalam hal ini, menceritakan kenyataan ini di dalam peristiwa kejadian manusia dan syaithan dengan jelas sekali. Di dalam surat Al-Baqarah 30-34 bisa kita fahami peristiwa ini.<br />
<blockquote>"Tatkala Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Aku hendak jadikan khalifah di muka bumi". "Mereka berkata: 'Masakan Engkau akan menjadikan orang yang kerjanya akan membuat kerusakan serta berselisih satu sama lain sampai menumpahkan darah; Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mengkuduskan asma-Mu'. "<br />
"Tuhan menjawab: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui'."<br />
"Selanjutnya, Allah mengajari Adam tentang asma (attribute = ciri-ciri) 'alam sekitarnya. Sesudah itu Allah menghadapkan Adam dengan para malaikat semuanya seraya bersabda kepada malaikat: 'Sebutkan kepada-Ku ciri-ciri semua itu, jika kamu memang benar'."<br />
"Mereka menjawab: 'Mahasuci Engkau! Tiada kami mengetahui, selain yang telah Kau ajarkan kepada kami, Kaulah Yang Mahatahu dan Mahabijaksana'. "<br />
"Allah berfirman: 'Hai Adam, sebutkan bagi mereka akan ciri-ciri semuanya'. Maka setelah ia menyebutkan ciri-ciri semua itu, Allah berfirman: 'Bukankah telah Ku-katakan kepada kalian, bahwa Aku mengetahui yang ghaib di langit dan di bumi, bahkan Aku tahu apa yang kalian nyatakan dan sembunyikan."</blockquote>Maka ketika Kami perintahkan kepada para malaikat: Sujudlah kamu sekalian kepada Adam, merekapun sujud, kecuali iblis, ia enggan dan menyombongkan diri, maka termasuklah ia ke dalam golongan pengingkar"<br />
Dalam surat Al-A'raf ayat 12-18, Allah menceritakan kembali kejadian pengingkaran iblis ini sebagai berikut: "(Allah) bertanya: 'Apakah gerangan yang menghalangimu bersujud, padahal telah Kuperintahkan kepadamu?' Iblis menjawab: 'Bukankah aku lebih baik daripadanya, Kau telah ciptakan aku dari api, sedangkan ia hanyalah dari tanah'."<br />
<blockquote>"(Allah) berfirman: 'Enyahlah kau dari sini! Tak pantas kau menyombongkan diri disini. Keluarlah! Sungguh, kamu tergolong orang yang hina'." "(Iblis) berkata: 'Berilah aku kesempatan sampai hari neraka kelak dibangkitkan'."<br />
"(Allah) berfirman: '(Baiklah), kau diberi penangguhan waktu'."<br />
"(Iblis) berkata: 'Karena Engkau telah mengusir (dan menghukum) aku, maka aku akan menggoda mereka di jalan-Mu yang lurus'."<br />
'Maka akan kudatangi mereka dari depan dan dari belakang, dari kanan dan dari kiri, sehingga akan Kau dapati, bahwa kebanyakan mereka tiada 'kan bersyukur.<br />
"(Allah) berfirman: 'Keluarlah kamu dari sini, dibenci dan terusir. Barang siapa di antara mereka mengikutimu, akan Kuisi jahanam dengan kamu sekalian'."</blockquote>Dari peristiwa yang diceritakan Allah dalam Al-Qur'an ini dapatlah kita ambil kesimpulan, bahwa iblis pun percaya dengan yakin akan wujud Allah. Ternyata iblis telah mengadakan tawar menawar dengan Allah, minta agar hukuman kepadanya ditangguhkan sampai hari ketika manusia, keturunan Adam, dibangkitkan kelak. Selain nabi Muhammad SAW, bukankah hanya iblis yang mendapat kesempatan bisa berdialog langsung berhadapan dengan Allah. Nabi-nabi lain, yang pemah memohon agar diberi kesempatan melihat Tuhan tidak ada yang berhasil, termasuk Nabi Musa AS. Dalam hal ini iblis rupanya telah mendapat kesempatan melebihi Musa AS. Sementara itu iblis pun telah bertekad akan menggoda manusia dari segala arah, sehingga kebanyakan manusia akan menjadi temannya nanti di neraka jahannam.<br />
Kesimpulannya ialah, bahwa kesalahan iblis bukanlah "tidak percaya akan wujud Allah". Kesalahan Iblis yang sangat fatal ialah, bahwa ia telah menyombongkan diri dengan membanggakan asal-usul (keturunan)-nya yang telah diciptakan Allah dari api, sedang manusia hanyalah dari tanah. Kesombongannya itu telah menumbuhkan rasa iri hati kepada manusia yang ternyata lebih cerdas didalam memahamkan sifat-sifat alam, sehingga ia enggan mematuhi perintah Allah agar menghormati Adam.<br />
Membesarkan diri (sombong) adalah penyakit yang paling dibenci oleh Allah, sehingga Rasul-Allah pernah mcngatakan: "Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada rasa kibir (sombong) walaupun sebesar zarrah," (Muslim dan Tirmidzi)<br />
Kita dapat menyimpulkan, bahwa rasa kibir (membesarkan diri) ini adalah penyakit jiwa yang sengaja ditularkan iblis kepada manusia sesuai dengan tekadnya yang disebutkannya di hadapan Allah ketika ia akan meninggalkan hadhirat Allah dalam peristiwa tersebut di atas. Bukankah banyak di antara manusia yang merasa diri mereka lebih hebat dari orang lain hanya karena keturunan mereka?<br />
Gelar-gelar kebangsawanan seperti Raden (di Jawa), Tengku (di Sumatera/Malaysia), bahkan Sayid (yang mengaku keturunan Nabi, walaupun Rasul Allah tak sempat punya anak lelaki) tetap saja dipentingkan sebahagian manusia yang sempat kejangkitan penyakit iblis ini. Segala macam alasan dicarikan dan diciptakan demi mempertahankan status kebangsawanan ini, apalagi jika status ini erat hubungannya dengan keuntungan-keuntungan politis dan ekonomis. Mereka yang kebetulan bisa meyakinkan masyarakat, bahwa mereka berdarah bangsawan akan menuntut kepada masyarakat tersebut, agar mereka diperlakukan istimewa serta menuntut hak-hak yang lebih dari manusia lain.<br />
Jika masyarakat kebetulan berjiwa budak atau berwatak "nrimo", maka mereka yang berstatus bangsawan ini akhirnya akan lebih mengukuhkan hak-hak istimewa mereka dengan berbagai cara. Biasanya dengan menciptakan apa yang selalu dinamakan "tradisi" atau "adat isti'adat nenek moyang" atau "nilai-nilai leluhur" dan sebagainya. Sejarah kemanusiaan penuh dengan peristiwa-peristiwa seperti ini, baik di Timur maupun di Barat. Karena itu sikap "nrimo'' juga termasuk watak tercela dalam Islam. Ayat-ayat al-Qur'an sangat tajam mengkritik watak "nrimo" atau sikap kurang kritis ini.<br />
<blockquote>"Janganlah ikuti apa yang tiada kamu ketahui. Sungguh, pendengaran, penglihatan, dan perasaan hati, masing-masing akan dimintai pertanggungjawaban. (Q. 17:96)</blockquote>Sikap mengagung-angungkan nilai-nilai atau ajaran-ajaran nenek moyang tanpa kritis pun sangat dicela oleh Allah di dalam al-Qur'an:<br />
<blockquote>"Apabila dikatahan kepada mereka: 'Marilah turuti apa yang diturunkan Allah dan yang telah diikuti Rasul.' Mereka menjawab: 'Cukuplah bagi kami apa yang telah diajarkan oleh leluhur kami. 'Sekalipun leluhur mereka itu tiada mengetahui sesuatu dan tiada mendapat petunjuk." (Q. 5:104)</blockquote>Ayat-ayat seperti ini ada beberapa kali diulang Allah di dalam kitab-Nya, misalnya; Q. 7:28; 26:75 dan 31:22.<br />
Di masa hidup Rasul-Allah-pun para shahabat yang sudah terbiasa hidup dan dibesarkan di zaman feodal jahiliah pernah mengagungkan Rasul sedemikian rupa, sehingga Rasul terpaksa melarang dengan tegas. Ketika beberapa orang shahabat sedang duduk-duduk berdiskusi tiba-tiba Rasul masuk ke dalam majelis mereka. Demi hormat mereka kepada Rasul, maka mereka serentak berdiri menyambut Rasul, namun Rasul bersabda:<br />
<blockquote>"Duduklah, jangan kalian perlakukan (hormati) aku seperti orang-orang musyrik memperlakukan kaisar mereka atau ummat Nasrani menghormati Isa Al-Masih."</blockquote>Di dalam kesempatan lain ketika Rasul-Allah mendengar ada di antara shahabat yang menyebut nama beliau didahului dengan perkataan "Saidina", beliau menegur dan mclarang shahabat ini. Pernah seorang lelaki kampung datang menjumpai beliau. Oleh karena wibawa beliau yang demikian agungnya, lelaki ini gemetar seperti ketakutan, schingga akhirnya ia jatuh dan bersujud di kaki beliau, maka Rasul-Allah langsung menegur:<br />
<blockquote>"Janganlah begitu. Sesungguhnya aku ini hanya manusia biasa, anak seorang perempuan 'Arab yang biasa makan dendeng". (H.R. Muslim)</blockquote>Sikap sombong telah menyebabkan iblis ingkar (kufur) kepada Allah. Iblis enggan mematuhi perintah Allah, agar memberi hormat kepada Adam, yang telah dibuktikan Allah mampu menguasai 'ilmu pengetahuan tentang 'alam sekitarnya (science), yang tak dapat difahami iblis. Kesombongan iblis ini ternyata hanyalah sekadar kompensasi terhadap ketidak-mampuannya berfikir scientific (memahami attribute 'alam). Inilah barangkali sebabnya mengapa orang-orang yang mampu berfikir scientific dan betul-betul menguasai science tidak ada yang percaya kepada tahayul dan klenik, karena klenik dan tahayul tiada lain hanyalah 'ilmu iblis.<br />
Tetapi, yang paling menarik dalam peristiwa ini ialah sekadar percaya akan wujud Allah tidaklah cukup. Yang paling utama di dalam hubungan makhluk dengan Allah ialah kepatuhan yang bulat hanya kepada-Nya. Inilah intisari sesungguhnya dari ajaran Islam, yaitu mentawhidkan atau mengesakan Allah, yang berarti meletakkan Allah dan semua perintah-perintah-Nya di atas segala-galanya, terutama di atas kepentingan dan keinginan pribadi. Oleh karena itu mentawhidkan Allah jauh lebih sukar dari sekadar mempercayai akan wujud Allah. Mentawhidkan Allah membutuhkan suatu perjuangan berat, dan kemampuan menghayati sikap bertawhid secara tetap (consistent) merupakan suatu prestasi yang paling mulia, karena itu pula pantas mendapat ganjaran yang paling tinggi.<br />
Mentawhidkan Allah pada hakekatnya merupakan kebutuhan manusia di dalam menjalani hidupnya di dunia ini, baik secara pribadi maupun demi kebahagiaan hidup manusia di dalam hubungannya dengan manusia yang lain. Namun, sebelum kita dapat menghayati tawhid perlulah kita memahaminya dengan tepat lebih dahulu. Inilah, insya Allah, yang akan kita bahas di dalam buku kecil iniY@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-319845587942058372011-02-15T18:09:00.000-08:002011-02-15T18:09:09.613-08:00IMAN DAN AMAL SALEHSaya mencari-cari kalau ada pembahasan tentang hubungan antara 'Iman dan Amal Saleh' dari sisi ajaran Islam, karena kelihatannya pembahasan soal ini muncul beberapa kali dalam diskusi di forum ini, kebanyakan terkait dengan konsep ajaran Kristen. Subhanallah...saya justru menemukannya dalam website kaum Muslim Syiah dan menurut saya sangat bagus untuk memenuhi 'dahaga' pengetahuan kita terkait soal tersebut :<br />
<br />
Pengaruh Iman dan Kufur pada Kebahagiaan dan Kesengsaraan Abadi<br />
<br />
Apakah iman dan amal saleh merupakan dua faktor yang masing-masing secara mandiri dapat mendatangkan kebahagiaan abadi? Ataukah kebahagiaan ini merupakan hasil perkalian dari kedua-duanya sekaligus, dimana salah satunya tidak berarti apa-apa dalam mendatangkan kebahagiaan bila terlepas dari yang lainnya? Pertanyaan senada juga bisa diangat mengenai kekufuran (lawan iman) dan maksiat. Yakni, apakah masing-masing kekufuran dan maksiat merupakan dua faktor yang secara terpisah dapat menyebabkan siksa abadi? Ataukah siksa abadi ini terjadi akibat gabungan dua faktor tersebut?. Lalu, berdasarkan pertanyaan kedua, jika manusia hanya memenuhi iman saja, atau amal saleh saja, maka apakah akibat dan resiko yang kelak akan ia hadapi? Begitu pula jika seseorang bersikap kekufuran saja, atau ia hanya melakukan maksiat, apakah yang akan terjadi ke atas dirinya? Kemudian apabila seorang mukmin melakukan dosa-dosa yang begitu banyak, atau seorang kafir melakukan kebajikan yang sangat banyak, apakah kelak ia akan bernasib bahagia ataukah bernasib celaka? Pada kedua bentuk pertanyaan terakhir, apabila seseorang hidup pada suatu saat dalam keadaan konsisten pada keimanan dan amal saleh, dan pada saat lain ia mengambil sikap kufur atau berbuat maksiat, apakah akhir hidup yang akan dijumpainya?<br />
<br />
Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas telah dibahas sejak abad pertama Hijriah. Di dalam masyarakat Islam, kaum Khawarij berkeyakinan bahwa melakukan maksiat merupakan faktor yang cukup dan mandiri dalam mendatangkan kesengsaraan abadi. Menurut mereka, perbuatan maksiat malah akan mengakibatkan kekufuran dan kemurtadan. Kelompok lain seperti Murji'ah berkeyakinan bahwa hanya imanlah yang akan membentuk kebahagiaan abadi. Adapun perbuatan maksiat sama sekali tidak mengancam kebahagiaan seorang mukmin. Yang perlu dikatakan di antara dua keyakinan ekstrim itu ialah bahwa tidak setiap maksiat itu menyebabkan kekufuran dan kesengsaraan abadi. Meskipun bisa saja akibat menumpuknya dosa, maksiat tersebut akan menyebabkan tercabutnya iman. Dari sisi lain, tidak benar pula jika dinyatakan bahwa sekedar iman akan mengakibatkan diampuninya segala dosa dan maksiatnya, dan dengan hanya imanlah maksiat itu tidak berarti apa-apa.<br />
<br />
Iman merupakan kondisi hati dan jiwa yang timbul dari pengetahuan tentang sesuatu dan kecondongan kepadanya. Iman itu bisa bertambah, bisa berkurang, tergantung pada lemah atau kuatnya kedua faktor tersebut, yaitu pengetahuan dan kecondongan. Seseorang yang tidak mengetahui atau menduga adanya sesuatu, ia tidak akan beriman kepadanya. Kendati demikian, pengetahuan tidaklah cukup untuk membangun keimanan di dalam diri seseorang, karena sangat mungkin apa yang diketahuinya atau konsekuensi-konsekuensinya bertentangan dengan keinginan dan kecondongannya, yaitu tatkala ia condong kepada apa yang bertentangan dengan pengetahuannya. Maka itu, ia tidak bersungguh-sungguh dan komit pada konsekuensi-konsekuensi pengetahuannya. Bisa jadi ia malah memutuskan untuk melakukan tindakan yang melawan pengetahuannya sendiri. Sebagaimana firman Allah SWT. mengenai raja-raja Fir'aun:<br />
<br />
Mereka itu mengingkarinya padahal hati mereka meyakininya karena kezaliman dan merasa tinggi." (QS. An-Naml:14)<br />
<br />
<br />
Dalam menjawab Fir'aun, Musa as mengatakan,<br />
<br />
Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan yang memelihara langit dan bumi. (QS. Al-Isra':102)<br />
<br />
Sementara Fir'aun tidak juga beriman. Kepada rakyat ia berkata,<br />
<br />
Aku tidak mengetahui adanya Tuhan selain dari aku sendiri.. (QS. Al-Qashas: 38)<br />
<br />
<br />
Fir'aun hanya beriman pada saat-saat akan tenggelam di lautan. Ketika itu ia menyatakan,<br />
<br />
Aku beriman bahwasanya tidak ada tuhan selain Tuhan yang diimani oleh Bani Israil.. (QS. Yunus: 90).<br />
<br />
<br />
Telah kita ketahui bahwa "iman kepepet" seperti ini tidak akan diterima, walaupun bisa saja diberi nama iman. Dengan demikian, iman itu terkait erat dengan kecondongan hati dan usaha bebas. Berbeda dengan pengetahuan yang dapat diperoleh tanpa adanya kebebasan di hadapan objek (maklum). Dari sinilah kita dapat menegaskan bahwa iman itu adalah usaha hati secara bebas. Dan, jika kita perluas pengertian usaha dan perbuatan sampai mencakup perbuatan-perbuatan hati, kita dapat menganggap iman itu sebagai wujud konkret dari sebuah usaha dan perbuatan manusawi. Adapun kata al-Kufr (kekufuran), terkadang digunakan untuk menerangkan tidak adanya karakter iman. Yakni bahwa kufur itu berati ketiadaan iman, apakah ketiadaan iman itu akibat keraguan, jahl basith (kebodohan sederhana), atau karena jahl murakkab (kebodohan rangkap), atau pun timbul dari kecondongan yang menyimpang dari iman secara sengaja dan angkuh. Terkadang pula kufur itu digunakan dalam arti yang terakhir ini, yaitu kondisi keangkuhan dan pembangkangan. Atas dasar ini, kufur merupakan perkara konkret yang berlawanan dengan iman.<br />
<br />
Dari ayat-ayat Al-Qur'an dan riwayat-riwayat, dapat kita pahami bahwa batas minimal dari iman yang mesti dipenuhi oleh seseorang untuk meraih kebahagiaan yang abadi ialah iman kepada Allah Yang Esa, pahala dan siksa akhirat, dan iman kepada kebenaran apa yang dibawa oleh para nabi as konsekuensi dari iman ini adalah kesungguhan dan tekad secara global untuk mengamalkan ajaran-ajaran Ilahi dan hukum-hukum-Nya. Adapun derajat iman yang tinggi khusus bagi para nabi dan wali Allah SWT. Sementara, batas awal dari kekufuran ialah mengingkari Tauhid, Kenabian, Ma'ad, atau ragu terhadap kejadiannya, atau mengingkari pesan dan hukum para nabi yang sudah diketahui kedatangannya dari sisi Allah SWT. Sedangkan batas terbawah dari kekufuran adalah pengingkaran secara terang-terangan terhadap suatu perkara setelah menyadari kebenarannya, dan bertekad untuk memerangi agama yang hak. Dari sinilah syirik (mengingkari tauhid) termasuk salah satu tipe konkret dari kekufuran. Adapun nifaq ialah kekufuran di dalam batin dan secara rahasia yang dibarengi dengan penipuan dan pura-pura muslim. Munafik (kafir yang laten) itu lebih busuk dari seluruh tipe kekufuran sebagaimana firman Allah SWT,<br />
<br />
Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di neraka yang paling bawah. (QS. An-Nisa': 145)<br />
<br />
<br />
Yang perlu kami tekankan di sini adalah bahwa Islam atau kufur yang dibahas dalam pelajaran fikih dan yang menjadi subjek sebagian hukum-hukum Islam seperti: kesucian binatang sembelihan dan kehalalannya, bolehnya menikah dan berlaku tidaknya warisan, semua itu tidak berkaitan dengan iman atau kufur yang tengah kita bahas di dalam Usuluddin ini. Karena, bisa jadi seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat lalu ia wajib menjalankan hukum-hukum fikih Islam, tetapi hatinya tidak beriman pada kandungan tauhid, kenabian dan konsekuensi-konsekuensinya.<br />
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa jika seseorang tidak mampu mengenal Ushuluddin, misalnya ia mengidap penyakit gila, tidak waras, atau ia tidak dapat mengetahui agama yang hak lantaran kondisi-kondisi yang melingkupinya, orang seperti ini akan diampuni sesuai dengan kadar uzur dan kelemahannya. Tetapi, jika ia memiliki kesiapan untuk mencari kebenaran, lalu ia lalai dan teledor sehingga tetap berada dalam keraguan, atau ia mengingkari Ushuluddin dan hal-hal yang gamblang dan penting dalam agama tanpa dalil yang jelas, tentu ia tidak akan dimaafkan, dan kelak akan diganjar siksa yang abadi.<br />
<br />
Berdasarkan kenyataan bahwa kesempurnaan hakiki manusia itu terwujud dalam qurb Ilahi, dan bahwa terjerumusnya manusia akibat keterjauhan dari Allah SWT, dapat kita nyatakan bahwa iman kepada Allah SWT, kepada pengaturan-Nya secara cipta dan tinta yang menuntut keyakinan terhadap Kenabian dan Ma'ad, akan membentuk kesempurnaan hakiki seseorang. Adapun perbuatan yang diridai Allah SWT lebih merupakan cabang dan dan daun sebuah pokok, dan buah hasilnya adalah kebahagiaan abadi yang akan dijumpai di hari akhirat kelak. Dengan demikian, apabila seseorang tidak menyemaikan benih keimanan di dalam hatinya, dan tidak menanamkan pokok yang berkah ini, atau ia malah menaburkan benih-benih kekufuran dan maksiat yang beracun di dalam hatinya, sungguh ia telah menyia-nyiakan nikmat Ilahi yang diberikan kepadanya. Bahkan, ia menanam pohon yang mendatangkan buah zaqum jahanam. Orang yang menyimpang seperti ini tidak mendapatkan jalan kebahagian abadi yang dapat ditempuh. Sementara amal kebajikannya tidak melampaui batas-batas dunia ini.<br />
<br />
Mengapa demikian? Pada hakikatnya, setiap perbuatan dan usaha bebas merupakan proses dan gerak ruh menuju satu tujuan yang diinginkan oleh pelakunya. Maka, seseorang yang yang tidak percaya akan alam akhirat yang abadi dan derajat qurb Ilahi, bagaimana ia akan dapat menyadari dan menatap akhirat dan Qurb Ilahi itu sebagai tujuannya, dan bagaimana ia akan mengarahkan usaha dan aktifitasnya itu searah dengan tujuan tersebut? Tentu orang seperti ini tidak mempunyai harapan untuk mendapatkan pahala abadi dari Allah SWT. Maksimal, amal kebajikan yang dilakukan oleh orang-orang kafir hanya berpengaruh dalam meringankan siksa mereka saja. Karena, bisa jadi kebajikan itu akan melemahkan semangat pengingkaran dan penyembahan terhadap hawa nafsu.<br />
<br />
Kita amati bahwa Al-Qur'an sangat menekankan adanya pengaruh dasari dan positif pada iman dalam menurunkan kebahagiaan abadi untuk seseorang. Di samping itu, Al-Qur'an menyebutkan puluhan ayat mengenai amal saleh setelah menyebutkan iman dalam satu susunan kalimat. Sebagian ayat menekankan bahwa iman itu merupakan syarat utama sehingga amal-amal saleh berperan dalam menciptakan kebahagiaan abadi. Allah SWT berfirman,<br />
<br />
Dan barang siapa melakukan amal-amal saleh baik ia itu laki-laki ataupun wanita dan ia orang yang beriman, maka kelak ia akan masuk surga. (QS. An-Nisa': 124)<br />
<br />
<br />
Ini dari satu sudut. Dari sudut lain, kita melihat bagaimana Al-Qur'an menyebutkan bahwa Allah SWT telah menyiapkan jahanam dan siksa abadi bagi orang-orang kafir, dan menilai amal perbuatan mereka itu batil dan tidak berarti sama sekali. Al-Qur'an mengumpamakan amal mereka itu bagaikan debu-debu yang beterbangan ketika tertiup angin kencang, sehingga tidak lagi tersisa sedikit pun. Allah SWT befirman,<br />
<br />
Orang-orang kafir kepada Tuhannya, amal ibadah mereka laksana debu-debu yang ditiup angin kencang pada suatu hari dimana angin bertiup kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan di dunia ini. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh." (QS. Ibrahim: 18)<br />
<br />
Dan Kami ajukan segala amal yang telah mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu bagaikan debu-debu yang beterbangan." (QS. Al-Furqan: 23)<br />
<br />
<br />
Di ayat lain, Al-Qur'an mengumpamakan amal kebajikan mereka bagaikan fatamorgana yang tampak dari kejauhan oleh mereka yang sedang kehausan, namun setelah didekati mereka tidak mendapatkan apa-apa sama sekali.<br />
<br />
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka itu laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga. Akan tetapi ketika ia mendatangi air itu ia tidak mendapati apa-apa sama sekali. Dan ia mendapati Allah disisinya. Lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganya. (QS. An-Nur: 39)<br />
<br />
Kemudian Allah SWT berfirman, Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam yang diliputi oleh ombak, yang diatasnya ombak pula, diatasnya lagi awan; gelap gulita yang tindih menindih, apabila ia megeluarkan tangannya, ia tidak dapat melihatnya. Dan barang siapa yang tidak diberi cahaya petunjuk oleh Allah maka ia tidak mempunyai cahaya sedikitpun. (QS. An-Nur: 40)<br />
<br />
<br />
Terdapat ayat-ayat yang menegaskan bahwa hasil perbuatan para penuntut dunia itu akan diberikan di alam dunia ini saja.Sementara di akhirat kelak, mereka tidak mendapat apa-apa, karena perbuatan mereka tidak lagi berarti bagi mereka sendiri. Allah SWT berfirman,<br />
<br />
Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka telah usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.? (QS. Huud: 15-16)<br />
<br />
<br />
Hubungan Imbal balik antara Iman dan Amal<br />
<br />
Telah kita ketahui bahwa ada dua faktor utama sepanjang usaha meraih kebahagiaan dan kesengsaraan abadi, yaitu iman dan kufur. Hanya iman yang kokoh dan istiqamahlah (konsisten) yang menjamin kebahagiaan abadi, walaupun perbuatan dosa itu mengakibatkan sebagian siksa. Dari sisi lain, kekufuran yang terus menerus mengakibatkan kesengsaraan abadi. Dengan kekufuran, tidak ada amal kebaikan apapun yang berpengaruh pada pencapaian kebahagiaan abadi. Juga telah kita ketahui bahwa iman dan kufur itu bisa bertambah, bisa juga berkurang. Dan sangat mungkin bertumpuknya dosa itu menyebabkan hilangnya iman dari pelakunya. Demikian pula, amal-amal kebaikan dapat menyebabkan lemahnya akar-akar kekufuran, bahkan mungkin dapat membuka jalan untuk meraih iman.<br />
<br />
Perlu kami ulang bahwa iman adalah kondisi jiwa yang timbul atas dasar pengetahuan dan kecenderungan. Iman ini menuntut sang mukmin agar bertekad dan berkehendak secara global untuk komitmen pada konsekuensi-konsekuensinya, juga menuntut agar melakukan perbuatan yang sesuai dengan imannya. Oleh karena itu, seseorang yang mengetahui hakikat sesuatu, namun bermaksud untuk tidak mengamalkan konsekuensi dari pengetahuan itu, sebenarnya ia belum beriman kepada sesuatu itu. Begitu pula orang yang ragu untuk mengamalkannya. Allah SWT berfirman,<br />
<br />
Orang-orang Arab Badui itu berkata, "Kami telah beriman". Katakanlah kepada mereka, "Kalian belum beriman, akan tetapi katakanlah bahwa kami telah tunduk, karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian.'" (QS. Al-Hujurat: 14).<br />
<br />
<br />
Iman yang hakiki itu bertingkat-tingkat. Hanya, tidak setiap tingkat akan selalu mendesak pemiliknya untuk melakukan konsekuensi praktisnya. Karena iman yang lemah, sebagian dorongan hawa-nafsu dan nafsu amarah-nya menggiring dirinya kepada maksiat, meski tidak sampai membuatnya senantiasa berbuat maksiat dan melanggar seluruh konsekuensi iman tersebut. Tentunya, semakin kuat dan sempurna iman seseorang, semakin besar pengaruhnya untuk melakukan amal perbuatan yang sesuai dengan keimanannya.<br />
<br />
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya, iman itu menuntut suatu perilaku yang menjadi konsekuensinya. Dan, kadar pengaruh iman itu tergantung kepada kuat-lemahnya iman tersebut. Juga, tekad dan kehendak seseorang itu dapat menentukan dirinya untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan yang dituntut oleh imannya.<br />
<br />
Ada kalanya, usaha bebas itu baik dan sesuai dengan keimanan, ada kalanya tidak baik dan bertentangan dengan arah keimanan. Usaha baik akan berpengaruh positif dalam memperkokoh iman dan menerangi hati. Sedangkan usaha buruk akan menyebabkan lemahnya iman dan gelapnya hati. Oleh karena itu, usaha-usaha baik seorang mukmin, sebagaimana muncul atas dasar keimanannya, pada gilirannya akan bertambah dan meningkat karena kuat dan mapannya keimanan tersebut, akan membuka jalan, serta akan mendorongnya untuk melakukan usaha-usaha baik lainnya. Allah SWT berfirman,<br />
<br />
Kepada-Nyalah kalimat-kalimat mulia itu naik, sedang amal saleh itu mengangkatnya. (QS. Fathir: 10).<br />
<br />
<br />
Juga di tempat lain, Al-Qur'an menekankan bahwa orang-orang yang saleh itu senantiasa bertambah iman, cahaya dan hidayah di dalam jiwa-jiwa mereka. Dari sisi lain, seseorang yang membiarkan hasratnya bertentangan dengan tuntutan imannya dan mendorongnya untuk melakukan cara-cara yang buruk, sementara kekuatan imannya tidak dapat membentung dorongan buruk tersebut, bisa jadi imannya menjadi semakin lemah, sedangkan peluang untuk melakukan dan mengulangi perbuatan buruk semakin terbuka baginya. Apabila kondisi semacam itu berlangsung terus pada diri seseorang, akan menyebabkannya melakukan dosa-dosa besar dan mengulanginya, sehingga secara berangsur dosa-dosa itu akan menyeretnya kepada kekerdilan dan kehinaan yang lebih dalam lagi, sampai akar imannya terancam usang dan berubah menjadi kekufuran dan kemunafikan. Pada ayat berikut ini Al-Qur'an menceritakan orang-orang yang perjalanannya itu membelot ke dalam kemunafikan:<br />
<br />
Maka Allah menurunkan kemunafikan pada hati mereka sampai saatnya mereka menemui Allah, karena mereka itu telah mengingkari apa yang telah mereka ikrarkan kepada Allah dan karena mereka itu selalu berdusta. (QS. At-Taubah: 77)<br />
<br />
Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu adalah siksa yang lebih buruk, karena mereka itu telah mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-oloknya. (QS. Ar-Rum: 10)<br />
<br />
<br />
Dengan memperhatikan adanya hubungan imbal-balik antara iman dan amal, serta pengaruhnya dalam meraih kebahagiaan seseorang, kita dapat mengumpamakan kehidupan yang bahagia dengan sebuah pohon yang akar-akarnya adalah iman kepada Allah Yang Esa, kepada rasul, risalah dan syariatnya, kepada Hari Kebangkitan, pahala dan siksa Ilahi. Adapun pokoknya adalah kehendak dan tekad yang kuat untuk mengamalkan segala konsekuensi yang tumbuh dari akar-akar iman tersebut. Sedang dahan-ranting dan dunnya adalah amal-amal saleh tumbuh dari akar-akar yang sama melalui pokok tersebut. Maka, buah perkalian akar, pokok, dahan dan daun demikian ini adalah kebahagiaan yang abadi. Pohon yang tidak mempunyai akar tidak akan menumbuhkan dahan dan daun, serta tidak akan menghasilkan buah yang diharapkan. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa keberadaan akar itu tidak selalunya melazimkan adanya dahan dan dedaunan yang sesuai, atau menghasilkan buah yang diharapkan. Mungkin saja dahan dan daun-daun sebuah pohon itu tidak tumbuh lantaran faktor-faktor lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya, sehingga ia tercemari oleh berbagai macam hama. Bahkan, sangat mungkin faktor-faktor itu membuat pohon tersebut menjadi kering lalu mati. Tentu, tidak satu buah pun yang bisa diharapkan darinya. Begitu pula, apabila dahan, cabang dan pokok, atau bahkan akar pohon itu dipupuk secara tidak benar, malah mengakibatkan berubahnya pohon tersebut menjadi jenis lain. Inilah perumpamaan berubahnya iman menjadi kekufuran.<br />
<br />
Alhasil, dapat dikatakan bahwa iman kepada hal-hal tersebut di atas itu merupakan faktor utama yang menentukan kebahagiaan hakiki seseorang. Hanya saja, sempurnanya pengaruh positif faktor ini amat tergantung kepada bahan-bahan pupuk dan konsumsi semestinya; yakni melakukan amal-amal saleh, dan merawatnya sehingga terlindung dari berbagai penyakit dan bahan-bahan pupuk yang membahayakan, dengan cara menjauhi maksiat. Demikian pula, meninggalkan kewajiban dan dan melakukan larangan dapat melemahkan akar keimanan, bahkan bisa membuatnya kering. Atau, percaya akan akidah-akidah yang sesat dan mazhab-mazhab yang menyimpang dapat mengubah esensi keimanan seorang mukmin.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-6065268165936111772011-02-15T18:06:00.000-08:002011-02-15T18:06:49.735-08:00BAGI ALLAH HANYA ADA SATU AGAMA, YAITU ISLAMDalam ajaran ketiga agama samawi (yang besumber dari pewahyuan dari Tuhan) terdapat suatu kesamaan bahwa kehidupan manusia dimulai oleh Adam dan Hawa, sepasang manusia yang dulunya hidup di sorga, namun karena bujuk rayu Iblis, telah melanggar larangan Allah, akhirnya dihukum, dilemparkan ke dunia, menjalani kehidupan penuh keringat, susah payah, perjuangan, beranak pinak, saling bermusuhan dan membunuh, sampai sekarang.<br />
<br />
Juga terdapat suatu kesamaan, bahwa kemudian Allah selalu mengiringi sejarah kehidupan manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya agar manusia punya panduan, mana cara menjalani hidup yang benar menurut Allah, mana cara yang salah. Disini kemudian terjadi 'persimpangan jalan'. Fakta yang ada sekarang, ketiga agama samawi itu punya konsep yang berbeda tentang tata-cara menjalani hidup, bahkan juga konsep yang berbeda tentang eksistensi Allah. Padahal secara logika, kalau ketiganya sama-sama punya nenek moyang yang satu, maka ajaran yang diturunkan dari nenek moyang tersebut seharusnya sama, terutama ajaran tentang bagaimana gambaran Tuhan. Disini hanya ada 2 kemungkinan, hanya ada SATU ajaran yang benar, yang sama sejak manusia pertama ada, atau ketiga-tiganya salah semua, artinya baik Islam, Kristen maupun Yahudi nyasar semua, tidak sama lagi dengan apa yang dituntun Allah sejak dulu.<br />
<br />
Tulisan ini akan mencoba mengungkapkan apa nama ajaran Allah yang dimulai sejak manusia pertama tersebut, dan kemudian dilanjutkan kepada kaum-kaum berikutnya, sampai dalam bentuk yang ada sekarang, tentunya dalam perspektif Al-Qur'an.<br />
<br />
Adalah tidak mungkin ketika Allah memberikan sekumpulan petunjuk-Nya kepada manusia, mulai dari manusia pertama dan memberikan 'judul' terhadap petunjuk itu dengan sebuah nama, lalu disaat selanjutnya, Allah juga memberikan ajaran lain yang berbeda, lalu juga memberi 'judul' yang lain terhadap ajaran tersebut. Al-Qur'an mengistilahkan kata agama dengan 'diin' sesuatu yang menggambarkan hubungan antara dua pihak, dimana yang satu mempunyai posisi lebih tinggi dari yang lain. Ada juga istilah lain untuk kata agama ini, yaitu 'millat' yang berarti membacakan kepada orang lain. Ar-Raghib al-Asfahani mendefinisikan kata diin adalah menggambarkan keseluruhan suatu agama termasuk rinciannya, sedangkan millat menggambarkan keseluruhan suatu agama tidak dalam rinciannya, Diin bisa diartikan suatu sistem kepercayaan yang sudah terstruktur, milllat artinya suatu ajaran. Menurut Al-Qur'an, dari dulu hanya ada satu nama agama yang benar-benar berasal dari Allah, yaitu Islam.<br />
<br />
<br />
19. Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam. (Ali Imran)<br />
<br />
innadiina = sesungguhnya agama, indallaahi = disisi Allah, al-Islaam = Islam<br />
<br />
Dalam ayat ini kata Islam dikemukakan dengan 'al-Islaam' berupa kata benda yang mengartikan sebuah nama.<br />
<br />
<br />
84. Katakanlah: "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, 'Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri."<br />
<br />
85. Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran)<br />
<br />
waman = dan barang siapa, yabtagi = mencari, gaira = selain, al-islaami = Islam, diinan = agama.<br />
<br />
Dari kedua ayat tersebut disimpulkan bahwa petunjuk-petunjuk Allah mulai dari manusia pertama, dijuluki oleh Allah dengan 'al-Islam'. Yang merupakan 'diin = agama', dan adanya ketegasan bahwa dari dulunya apa yang diajarkan oleh Allah melalui para nabi dan rasul adalah sama, dalam konteks gambaran eksistensi Allah dan penyembahan kepada-Nya. Pemeluk agama Islam tersebut dinamakan 'Muslim'<br />
<br />
<br />
78.(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu..(Al Hajj)<br />
<br />
millata = agama, abiikum = bapakmu, Ibraahiima = Ibrahim, huwa = Dia, sammaakumu = menampakkan kamu, al-muslimiina = orang-orang muslim.<br />
<br />
Kata 'al-muslimiina' juga merupakan kata benda, yang berarti : orang yang memeluk agama Islam, dan ini sudah dinamai Allah bagai pemeluk Islam sejak dahulunya. Dari uraian ayat-ayat Al-Qur'an diatas, sebenarnya kita mendapat gambaran yang jelas, bahwa dilihat dari sisi 'penamaan', yaitu diin atau millah, al-Islam, dan al-Muslimiin, serta pernyataan Allah bahwa yang diakuinya sebagai agama yang Dia turunkan dari dulunya, adalah Islam.<br />
<br />
Nabi Ibrahim adalah 'al-Muslimiin', anak keturunannya juga, Ismail, Ishak, Ya'kub, Musa, 'Isa, adalah 'al-Muslimuun' pemeluk Islam. Semua nabi dan Rasul itu termasuk dalam keluarga para Rasul, yang ditugaskan Allah untuk menyampaikan ajaran-Nya, tentang eksistensinya, yang sama dari dulunya, dan ajaran Islam tidak membeda-bedakan antara satu nabi dengan nabi yang lain :<br />
<br />
<br />
136. Katakanlah (hai orang-orang mu'min): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan 'Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (Al Baqarah)<br />
<br />
<br />
Jadi ketika Nabi Ibrahim, dan Nabi Ya'kub berwasiat kepada anak keturunannya :<br />
<br />
<br />
132. Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub : "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (Al Baqarah)<br />
<br />
<br />
Kalimat 'Allah telah memilih agama ini', menarik sekali karena wasiat Nabi Ibrahim memakai kata 'diin' untuk menyatakan 'agama', bukan millat, sedangkan dalam surat al-Hajj 78, Al-Qur'an memakai kata 'millat' dalam kalimat 'agama orangtuamu Ibrahim'. Bisa ditafsirkan bahwa ketika mewasiatkan anak keturunannya, nabi Ibrahim sudah mengetahui bahwa adanya suatu 'sistem kepercayaan' yang diridhoi Allah, dan millatnya punya intisari yang sama dengan sistem kepercayaan tersebut. Untuk menghubungkan millat (ajaran) Ibrahim dengan Islam sebagai suatu sistem kepercayaan, maka diakhir ayat tersebut dikatakan : "kecuali dalam memeluk agama Islam". Al-Qur'an memakai kata 'muslimuuna' untuk kata yang diartikan 'agama Islam', kata muslimuuna adalah kata sifat diartikan = orang yang tunduk/berserah diri.<br />
<br />
Lalu muncul pertanyaan, bagaimana mungkin Ibrahim, Ismail, Ishak, Musa, 'Isa, dikatakan memeluk agama Islam, padahal mereka sudah ada sebelum nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam diturunkan. Para nabi dan Rasul tersebut juga tidak melaksanakan shalat 5 waktu, puasa Ramadhan, haji, dll seperti ritual yang dilakukan oleh umat Muhammad SAW, bahkan tidak mengucapkan shahadat 'Ashadu Allailaaha illa Alllah, wa'ashadu anna Muhammad Rasulullah', yang merupakan 'proklamasi' seseorang memeluk agama Islam.<br />
<br />
Yang pasti semua nabi dan Rasul tersebut mengucapkan 'Tidak ada Tuhan selain Allah', anda bisa menemukan banyak ayatnya dalam Al-Qur'an, suatu pernyataan bahwa dari dahulunya eksistensi Allah tidaklah berganti, dan penyembahan terhadap-Nya juga tidak berubah. Namun untuk setiap umat, Allah menetapkan SYARI'AT yang berbeda-beda, syari'at disini bisa diartikan : tata-cara penyembahan, aturan-aturan menjalani kehidupan, mana yang boleh mana yang tidak, dll :<br />
<br />
<br />
67. Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus. (Al Hajj)<br />
<br />
<br />
Itulah makanya untuk kaum Yahudi dan Nasrani, disyari'atkan mengkuduskan hari Sabbath, untuk umat Islam tidak, atau sebaliknya untuk umat Islam disyari'atkan shalat 5 waktu, puasa Ramadhan, dll, untuk umat sebelumnya tidak. Ada juga syari'at umat Muhammad yang terkait dengan syari'at nabi terdahulu :<br />
<br />
<br />
13. Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan 'Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (Asy Syuura)<br />
<br />
<br />
Maka kata-kata 'Wa ashadu anna Muhammad Rasulullah', artinya sipengucap sumpah ini menyatakan dirinya adalah penganut agama Islam dan menjalankan syari'at yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, sedangkan nabi dan rasul sebelumnya, beserta pengikut-pengikutnya adalah penganut Islam yang menjalankan syari'at sesuai ajaran masing-masing. Namun semuanya dinyatakan sebagai penganut agama Islam, satu-satunya agama yang diakui Allah, dan disebut sebagai Muslim.<br />
<br />
Yang jadi pertanyaan sampai sekarang, apakah ketika nabi Musa menyampaikan Taurat, dan nabi 'Isa Almasih menyampaikan Injil, menerangkan apa nama agama yang mereka bawa..??, apakah ada pernyataan nabi Musa misalnya yang menyatakan : "Inilah ajaranku, yaitu AGAMA YAHUDI..", atau nabi 'Isa Almasih menyatakan :"Inilah ajaran AGAMA KRISTEN.." Al-Qur'an sering menyinggung kata : Yahudi dan Nasrani, namun itu merujuk kepada nama suatu kelompok atau kaum, bukan nama agama, lalu apa nama agama yang dibawa oleh nabi Musa dan nabi 'Isa Almasih tersebut..???Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6334902835273362379.post-49943520371793561732011-02-15T18:03:00.000-08:002011-02-15T18:03:41.776-08:00MENGENAL ISLAMIslam adalah agama yang dibawa oleh seluruh nabi dan rasul. Dimulai dari Nabi Adam a.s. dan Nabi Muhammad saw. menjadi penutup seluruh risalah. Allah swt. menegaskan hal ini melalui lisan para nabi. Misalnya dari lisan Nabi Nuh a.s. sendiri kita mendapat informasi bahwa Allah menyuruhnya menjadi muslim. “… dan aku disuruh supaya tergolong menjadi orang-orang yang berserah diri kepada Allah (muslim).” (Yunus: 72)<br />
<br />
<strong>Islam Agama Para Nabi dan Rasul</strong><br />
<br />
Islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh nabi dan rasul. Dimulai dari Nabi Adam a.s. dan Nabi Muhammad saw. menjadi penutup seluruh risalah. Allah swt. menegaskan hal ini melalui lisan para nabi. Misalnya dari lisan Nabi Nuh a.s. sendiri kita mendapat informasi bahwa Allah menyuruhnya menjadi muslim. “… dan aku disuruh supaya tergolong menjadi orang-orang yang berserah diri kepada Allah (muslim).” (Yunus: 72)<br />
<br />
Hal yang sama juga keluar dari lisan Nabi Ibrahim dan Isma’il. “Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua sebagai orang-orang yang berserah diri kepada-Mu (muslim)….” (Al-Baqarah: 128).<br />
Dan, agama Islam-lah yang diwasiatkan Nabi Ya’qub kepada anak-anaknya. “Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama (Islam) untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaaan tetap memeluk agama Islam.” (Al-Baqarah: 132).<br />
Nabi Musa a.s. pun menekankan hal yang sama kepada para pengikutnya. “… maka hendaklah hanya kepada-Nya kamu bertawakal jika kamu benar-benar muslim (orang yang berserah diri kepada-Nya).”<br />
Karena itu tak heran jika Nabi Yusuf a.s. sangat berharap mati dalam keadaan Islam. “… wafatkanlah aku sebagai seorang muslim, dan gabungkan aku bersama orang-orang yang shalih.” (Yusuf: 10).<br />
Itu juga yang diminta diminta para ahli sihir Fir’aun yang bertaubat dan beriman kepada Allah saat kalah melawan Musa a.s. lalu dihukum salib oleh Fir’aun. “Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan Islam (berserah diri sepenuhnya kepada-Mu).” (Al-A’raf: 126).<br />
Hawariyin (pengikut setia Nabi Isa a.s.) pun menegaskan identitas keimanan mereka sebagai orang Islam. “Kami beriman kepada Allah dan kami bersaksi sesungguhnya kami adalah muslim (orang-orang yang berserah diri).” (Ali Imran: 52).<br />
Ratu Saba’ menegaskan hal yang sama bahwa ia telah beriman kepada Allah dan telah menjadi seorang muslimah. Wa aslamtu ma’a Sulaiman lillahi rabbil alamiin “… dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Rabb semesta alam.” (An-Naml: 44)<br />
Rasulullah saw. menegaskan bahwa agama para nabi dan rasul adalah satu: Islam. “Nabi-nabi itu bersaudara lain ibu. Ibunya berbeda-beda, tetapi agamanya satu,” begitu kata beliau.<br />
Wa diinuhum waahidan yang dikatakan Rasulullah saw. adalah sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh Allah swt. dalam Al-Qur’an. “Dia telah mensyariatkan agama kepadamu, sebagaimana yang diwasiatkan-Nya kepada Nuh, dan yang telah diwahyukan kepadamu dan Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: tegakkanlah agama dan janganlah kamu bercerai-berai di dalamnya….” (Asy-Syura: 13).<br />
<br />
<strong>Makna Islam</strong><br />
<br />
Islam adalah menyerahkan diri kepada Allah swt. dengan menerima segala perintah, larangan, dan kabar-Nya yang terdapat dalam wahyu. Siapa yang menyerahkan wajah, hati, dan anggota badannya kepada Allah swt. dalam semua aspek kehidupan, maka ia adalah seorang muslim.<br />
Para nabi dan rasul adalah orang-orang muslim terdepan yang paling menyerahkan diri kepada Allah swt. “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb alam semesta. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan dengan itu aku diperintahkan, dan aku adalah orang-orang Islam pertama,” begitu senandung mereka. (lihat Al-An’am: 162-163 dan lihat juga Al-A’raf: 143).<br />
<br />
Tidak menyerahkan diri secara total kepada Allah swt. dan tidak menerima hukum-hukum-Nya untuk diaplikasikan dalam kehidupan, kita belum dianggap Islam. Hal ini termaktub dalam pernyataan Allah swt. Al-Qur’an ketika ada yang menolak Rasulullah menerapkan hukum seperti yang telah Allah tetapkan. “Maka demi Rabb-mu, nereka tidak beriman (sebenarnya) hingga mereka menjadikan kamu hakim untuk memutuskan perselisihan di antara mereka, kemudian mereka tidak merasa dalam dirinya keberatan dalam putusanmu, dan mereka menerima dengan sepenuh hati.” (An-Nisa: 65).<br />
<br />
Hukum-hukum Allah hanya dapat diketahui dengan perantara wahyu yang sampai kepada kita melalui para rasul yang jujur. Jika manusia punya logika yang jernih, tidak ada alasan baginya untuk tidak menerima dan melaksanakan hukum-hukum Allah. Sebab, Allah yang menciptakan kita. Sudah seharusnya kita tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta. Konsekuensi menjadi hamba adalah mentaati peraturan yang ditetapkan oleh Allah swt. Dan, sudah pasti aturan-aturan itu adalah kaidah-kaidah yang sesuai dengan karakteristik kita sebagai manusia karena dibuat oleh Allah Yang Mengetahui segala sesuatu lagi Maha Bijaksana.<br />
Nabi Diutus ke Semua Umat<br />
<br />
Kedamaian hidup manusia sangat ditentukan oleh penyerahan dirinya secara total kepada Allah swt. Karena itu, Allah tidak membiarkan satu umat pun tanpa didatangi rasul. “… dan setiap umat mempunyai seorang pemberi peringatan” (Al-Fathir: 24). “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (yang menyeru) sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut…” (An-Nahl: 36). “Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa mereka, agar ia dapat memberi penjelasan yang terang kepada mereka…” (Ibrahim: 4).<br />
Rasululah saw. pernah menjelaskan kedudukan umatnya terhadap umat-umat nabi sebelumnya. Kata beliau, “Kamu sekalian menyempurnakan 70 umat, dan kamu adalah yang sebaik-baik dan semulia-mulia umat di sisi Allah.” (Tirmidzi).<br />
<br />
Jadi, sangat keliru jika ada yang berasumsi bahwa para rasul hanya diutus kepada umat tertentu saja dan di kawasan lain tidak pernah diutus rasul. Sebab, secara tegas Allah menyatakan kepada semua umat manusia telah sampai risalah dan ada rasul di antara mereka. Hanya saja kita tidak boleh gegagah menyatakan bahwa si A adalah rasul yang diutus Allah untuk orang-orang Persia, si B nabi untuk orang Cina, si C untuk orang India; si D nabi penduduk asli pedalaman Amerika; kecuali ada wahyu yang mengabarkannya kepada kita.<br />
Apakah Zaratusta nabi untuk orang Persia kuno? Tidak ada nash yang menerangkan hal itu kepada kita. Tapi, kita yakin bahwa orang-orang Persia kuno pernah punya rasul yang memberi peringatan kepada mereka. Hanya saja, kata Ibnu Abbas, “Ketika nabi yang diutus kepada penduduk Persia wafat, Iblis menulis (mengajarkan) agama Majusi kepada mereka.” (Abu Dawud. Lihat Jami’ul Ushul).<br />
<br />
<br />
<strong>Islam Untuk Seluruh Manusia</strong><br />
<br />
Kata Islam punya dua makna. Pertama, nash (teks) wahyu yang menjelaskan din (agama) Allah. Kedua, Islam merujuk pada amal manusia, yaitu keimanan dan ketundukan manusia kepada nash (teks) wahyu yang berisi ajaran din (agama) Allah.<br />
Berdasarkan makna pertama, Islam yang dibawa satu rasul berbeda dengan yang dibawa rasul lainnya, dalam hal keluasan dan keuniversalannya. Meskipun demikian dalam permasalah fundamental dan prinsip tetap sama. Islam yang dibawa Nabi Musa lebih luas dibandingkan yang dibawa Nabi Nuh. Karena itu, tak heran jika Al-Qur’an pun menyebut-nyebut tentang Taurat. Misalnya di ayat 145 surat Al-A’raf. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa di Luh-luh (Taurat) tentang segala sesuatu sebagai peringatan dan penjelasan bagi segala sesuatunya.…<br />
Islam yang dibawa Nabi Muhammad lebih luas lagi daripada yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Apalagi nabi-nabi sebelumnya diutus hanya untuk kaumnya sendiri. Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia. Oleh karena itu, Islam yang dibawanya lebih luas dan menyeluruh. Tak heran jika Al-Qur’an bisa menjelaskan dan menunjukkan tentang segala sesuatu kepada manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab sebagai penjelas segala sesuatu. (An-Nahl: 89)<br />
Dengan kesempurnaan risalah Nabi Muhammad saw., sempurnalah struktur kenabian dan risalah samawiyah (langit). Kita yang hidup setelah Nabi Muhammad diutus, telah diberi petunjuk oleh Allah tentang semua tradisi para nabi dan rasul yang sebelumnya. Allah swt. menyatakan hal ini di Al-Qur’an. Mereka orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An’am: 90). Dan kamu diberi petunjuk tentang sunah-sunah orang-orang yang sebelum kamu. (An-Nisa: 20)<br />
Sedangkan tentang telah sempurnanya risalah agama-Nya, Allah menyatakan dalam surat Al-Maidah ayat 3. Pada Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku, dan Aku ridha Islam sebagai agama bagimu sekalian….<br />
Rasulullah saw. menjelaskan bahwa risalah yang dibawanya adalah satu kesatuan dengan risalah yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. “Perumpamaanku dan perumpamaan nabi-nabi sebelumku ibarat orang yang membangun sebuah rumah. Ia memperindah dan mempercantik rumah itu, kecuali letak batu bata pada salah satu sisi bangunannya. Kemudian manusia mengelilingi dan mengagumi rumah itu, lalu mengatakan: ‘Alangkah indah jika batu ini dipasang!’ Aku adalah batu bata tersebut dan aku adalah penutup para nabi,” begitu sabda Rasulullah saw. (Bukhari dan Muslim)<br />
<br />
<strong>Agama Selain Islam Ditolak</strong><br />
<br />
Sempurna dan lengkapnya risalah agama langit yang Allah proklamasikan pada haji wada’ dengan ayat 3 surat Al-Maidah –yang juga sebagai wahyu terakhir turun–, mengharuskan seluruh manusia tunduk pada Islam. Semua syariat yang terdahulu dengan sendirinya mansukh (terhapus). Dan, tidak akan ada lagi syariat baru sesudah risalah yang dibawa Nabi Muhammad. Risalah dan kenabian telah ditutup dengan diutusnya Nabi Muhammad. ….tetapi ia (Nabi Muhammad) sebagai utusan Alah dan penutup nabi-nabi… (Al-Ahzab: 40). Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (Al-A’raf: 158). Dan Kami tidak mengutus kamu kecuali untuk seluruh manusia sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. (Saba: 28). Dan tidaklah Kami mengutusmu, kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. (Al-Anbiya’: 107).<br />
<br />
Karenanya, Dan barangsiapa yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima (agama itu) daripadanya. (Ali Imran: 85). Sebab, sesungguhnya agama yang diridhai Allah adalah Islam. (Ali Imran: 19).<br />
<br />
Maka, siapa saja yang tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad, ia akan celaka dan menjadi orang yang sesat. Kata Rasulullah saw., “Demi Dzat yang diriku dalam genggaman-Nya, tidak seorang pun dari umat ini, baik Yahudi atau Nasrani, mendengar (berita kerasulan)-ku, kemudian ia tidak beriman kepada apa yang aku bawa, kecuali ia sebagai ahli neraka.” (Muslim)<br />
Allah menegaskan dalam Al-Qur’am, “Barangsiapa menentang Rasul sesudah nyata petunjuk baginya dan mengikuti bukan jalan orang-orang mukmin, niscaya Kami angkat dia menjadi pemimpin apa yang dipimpinnya dan Kami masukkan ke dalam neraka jahanam. Itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa: 115).<br />
<br />
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasu-Nya dan hendak membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan Rasul-Nya, mereka berkata, kami beriman kepada setengah (Rasul) dan kafir kepada yang lain, dan mereka hendak mengambil jalan tengah (netral) antara yang demikian itu. Mereka itu ialah orang-orang kafir yang sebenarnya, dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir itu siksaan yang menghinakan (An-Nisa:150-151).<br />
Risalah yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad telah banyak dilupakan, diselewengkan, diubah, dan ajarannya yang haq telah dihapus. Sehingga, melekatlah kebatilan di kalangan para pemeluknya, baik dalam masalah akidah, ibadah, dan perilakunya. Sementara, Islam adalah agama yang sumber ajarannya, Al-Qur’an dan Hadits, terjaga keshahihannya. Sanadnya tersambung kepada Rasulullah saw. Apakah ada pilihan bagi kita yang ingin berislam kepada Allah swt selain dengan mengikuti risalah yang dibawa Nabi Muhammad? Tentu saja tidak.<br />
Allah berfirman, “Hai ahli kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul Kami, yang menerangkan (syariat Kami) kepadamu ketika rasul-rasul telah putus supaya kamu tidak berkata, ‘Tidak datang kepada kami pemberi kabar gembira dan tidak pula memberi peringatan.’ Allah MahaTahu atas segala sesuatu.” (Al_maidah: 19)<br />
<br />
<strong>Sumber Ajaran Islam</strong><br />
<br />
Isi ajaran Islam yang diserukan Nabi Muhammad dapat diketahui dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah diakui keabsahannya oleh para ulama hadits. Islam yang dibawa Nabi Muhammad merupakan hidayah yang sempurna bagi seluruh umat manusia. Allah menurunkan Islam ini secara sempurna dan menyeluruh sehingga tidak ada satu persoalan pun yang menyangkut kehidupan manusia yang tidak diatur. Islam memuat aspek hukum –halal-haram, mubah-makruh, fardhu-sunnah—juga menyangkut masalah akidah, ibadah, politik, ekonomi, perang, damai, perundangan, dan semua konsep hidup manusia.<br />
Begitulah yang Allah katakan tentang Al-Qur’an. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab sebagai penjelas segala sesuatu. (An-Nahl: 89). Dan sebagai pemerinci terhadap segala sesuatu. (Al-A’raf: 145)<br />
<br />
Sedangkan yang belum dijelaskan secara gamblang dan rinci dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, dapat diketahui dengan jalan pengambilan hukum oleh para mujtahid umat Islam (istimbath).<br />
Kitab dan Sunah telah menjelaskan semua persoalan yang terkait dengan akidah, ibadah, ekonomi, sosial kemasyarakatan, perang dan damai, perundang-undangan dan kehakiman, ilmu, pendidikan dan kebudayaan, serta hukum dan pemerintahan. Para ahli fiqh membuat klasifikasi ajaran Islam ke dalam persoalan akidah, ibadah, akhlak, muamalah, dan uqubah (sanksi hukum).<br />
Yang termasuk dalam urusan akidah adalah masalah hukum dan pemerintahan. Masalah akhlak adalah masalah tata karma. Sedangkan yang masuk ke dalam urusan ibadah adalah masalah shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad. Muamalah menyangkut urusan transaksi keuangan, nikah dna segala persoalannya, soal-soal konflik, amanah dan harta warisan. Sedangkan yang masuk dalam kategori uqubah adalah persoalan qishash, hukuman bagi pencuri, pezina, tuduhan zina, dan murtad.<br />
<br />
Arti Nama Islam<br />
<br />
Di antara keistimewaan agama Islam adalah namanya. Berbeda dengan agama lain, nama agama ini bukan berasal dari nama pendirinya atau nama tempat penyebarannya. Tapi, nama Islam menunjukkan sikap dan sifat pemeluknya terhadap Allah.<br />
<br />
Yang memberi nama Islam juga bukan seseorang, bukan pula suatu masyarakat, tapi Allah Ta’ala, Pencipta alam semesta dan segala isinya. Jadi, Islam sudah dikenal sejak sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. dengan nama yang diberikan Allah.<br />
Islam berasal dari kata salima yuslimu istislaam –artinya tunduk atau patuh– selain yaslamu salaam –yang berarti selamat, sejahtera, atau damai. Menurut bahasa Arab, pecahan kata Islam mengandung pengertian: islamul wajh (ikhlas menyerahkan diri kepada Allah), istislama (tunduk secara total kepada Allah), salaamah atau saliim (suci dan bersih), salaam (selamat sejahtera), dan silm (tenang dan damai). Semua pengertian itu digunakan Alquran seperti di ayat-ayat berikut ini.<br />
<br />
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا<br />
<br />
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (An-Nisa’: 125)<br />
<br />
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ<br />
<br />
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan Hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (Ali Imran: 83)<br />
<br />
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ<br />
<br />
Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (Asy-Syu’araa’: 89)<br />
<br />
وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآَيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ<br />
<br />
Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: “Salaamun alaikum (Mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kamu).” Tuhanmu Telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-An’am: 54)<br />
<br />
فَلَا تَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَنْ يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ<br />
<br />
Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah pun bersamamu dan dia sekali-kali tidak akan mengurangi pahala amal-amalmu. (Muhammad: 35)<br />
Sementara sebagai istilah, Islam memiliki arti: tunduk dan menerima segala perintah dan larangan Allah yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah. Manusia yang menerima ajaran Islam disebut muslim. Seorang muslim mengikuti ajaran Islam secara total dan perbuatannya membawa perdamaian dan keselamatan bagi manusia. Dia terikat untuk mengimani, menghayati, dan mengamalkan Alquran dan Sunnah.<br />
<br />
Kalimatul Islam (kata Al-Islam) mengandung pengertian dan prinsip-prinsip yang dapat didefinisikan secara terpisah dan bila dipahami secara menyeluruh merupakan pengertian yang utuh.Y@NU@R.$http://www.blogger.com/profile/04305852522827506341noreply@blogger.com0